MAKALAH
FIQIH MUAMALH-2
PENETAPAN HARGA
OLEH
IJAN SURYADI
NIM 152.121.020
JURUSAN
MUAMALAH FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI......................................................................................... I
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................. 1
B. Rumusan masalah........................................................................ 1
BAB II PEMBAHSAN
A.
Makna Nilai Dan
konsep Harga.................................................. 2
B.
Nilai Dan Harga
Menurut Konsep Qimah, Tsaman, Dan Si’r..... 6
C. Fulus, Nuqud, Dan Waraq Sebagai Pengukur Nilai Dan Harg... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 14
B. Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam perekembangan sekarang,ekonomi merupakan salaha
satu yang menjadi patokan di dalam suatu
negeri atau daerah.keberhasilan suatu daerah untuk membauat daerahnya menjadi
makmur dan sejahtera, baik sejahtera di bidang ekonomi dan sebagi nya akan
terukur dari daya beli masyarakat,daya beli masyarakat ,namun ini akan bisa
terwujut jika harga yang ditetapkan dipasaran itu mampu di tanggung oleh
masyarakt .
Didalam islam penetapan harga menjadi dalah satu materi
yang sangat menarik untuk dipelajari,konsep islam tidak mengenal yang namanya
faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan dan penurunan harga atau konsep
harga,namun harga akan naik dan turun sesui dengan ketentuan yang ditetap kan
oleh allah.keteraitan konsep harga dengan allah swt.menjadi salah satu yang
menarik untuk kita ulas dan pelajari.
Sehingga maklah ini mencoba mengali sedikt tentang
konsepr harga dalam konsep bermuamalah,dan adapun penjelasanya akan dibahas
pada halaman berikutnya.
B.
Rumusan masalah
Yang menjadi titik fokus dalam mempelajari fiqih
muamalah-2 salah satunya adalah konsep harga atau penetapa harga,sehingga yang
menjadi rumusan masalah kali ini adalah sbb:
1.
Menjelaskan ttg
nilai
2.
Teori harga
dalam berbagai istilah
3.
Dan penetapan
harga.
BAB II
PRMBAHASAN
NILAI, HARGA DAN PENETAPAN HARGA
(Qimah, Tsaman, Si’r Dan Tas’ir
Jabariy)
A. Makna Nilai Dan konsep Harga
Hadist Tentang
harga yang diriwayatkan oleh HR Abu Dawud :
إِنَّ ا لله
هُوَ ا ْلُمُسَعِّرُ ا لْقَا بِضُ ا لْبَا سِطُ ا لرَّ ا زِ قُ وَ إِ نِّيْ لَأَ
رْ جُوْ أَنْ أَ لْقَى
ا لله وَ لَيْسَ أَ حَدٌ مِنْكُمْ يُطَا
لِبُنِيْ بِمَظْلَمَةٍ فِيْ دَ مٍ وَ لَا مَا لٍ.
Artinya :’“Sesungguhnya Allah-lah Dzat yang menetapkan
harga, Yang Maha Menyempitkan, Maha Melapangkan, dan Maha Memberi rezeki. Sesungguhnya
aku berharap bertemu Allah dalam keadaan tidak seorang pun diantara kamu
sekalian menuntutku mengensi kezhaliman dalam hal darah dan harta. ” (HR
Abu Dawud)
1. Pengertian Nilai dan Harga Menurut Konsep Islam
Konsep harga islam juga banyak menjadi daya tarik bagi
para pemikir Islam dengan menggunakan kondisi ekonomi di sekitarnya dan pada
massanya, pemikir tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Konsep Harga
Abu Yusuf
Abu
Yusuf adalah seorang mufti pada kekhalifahan Harun al-Rasyid.
Ia menulis buku pertama tentang sistem perpajakan dalam Islam yang berjudul
Kitab al-Kharaj. Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal yang mulai
menyinggung mekanisme pasar. Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah,
ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan
pada saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih
rendah.
Abu Yusuf mengatakan: “Tidak ada
batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut
ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena
melimpahnya makanan, demikian juga dengan mahal tidak disebabkan karena
kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang makanan
sangat sedikit tetapi murah.”
Pandangan Abu Yusuf di atas menunjukkan
adanya hubungan negatif antara persediaan (supply) dengan harga. Hal ini
adalah benar bahwa harga itu tidak tergantung pada supply itu sendiri,
oleh karena itu berkurangnya atau bertambahnya harga semata-mata tidak
berhubungan dengan bertambah atau berkurangnya dalam penawaran.
Dalam hal ini, Abu Yusuf tampaknya
menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara permintaan dengan harga.
Pada kenyataannya harga tidak tergantung pada penawaran saja tetapi juga
permintaan. Abu Yusuf menegaskan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi akan
tetapi beliau tidak menjelaskan secara rinci.
Dalam analisis ekonomi pada masalah
pengendalian harga, Abu Yusuf menentang penguasa yang menetapkan harga.
Menurutnya harga merupakan ketentuan Allah. Maksudnya
adalah harga akan terbentuk sesuai dengan hukum alam yang berlaku disuatu
tempat dan waktu tertentu sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga
itu sendiri. Pendapat Abu Yusuf ini relevan pada pasar persaingan sempurna
dimana banyak penjual dan banyak pembeli sehingga harga ditentukan oleh pasar.
b.
Konsep Harga
al-Ghazali
Seperti halnya para cendikiawan muslim
terdahulu, perhatian al-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus
pada satu bidang tertentu tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Ia
melakukan studi keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam.
Perhatiannya di bidang ekonomi terkandung dalam ilmu fikihnya karena pada
hakikatnya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fikih Islam.
Pemikiran sosio ekonomi al-Ghazali
berakar pada sebuah konsep yang dia sebut sebagai fungsi kesejahteraan sosial
Islami. Tema yang menjadi pangkal seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau
kesejahteraan bersama ssosial atau utilitas (kebaikan bersama), yakni sebuah
konsep yang mencakup semua aktivitas manusia dan membuat kaitan erat antara
individu dengan masyarakat.
Menurut al-Ghazali hukum alam adalah
segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri
sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Begitu pula dengan pendapat
al-Ghazali mengenai pasar merupakan keteraturan alami (natural order), yaitu
hharga di pasar akan terbentuk secara alami sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi harga, dan pendapat al-Ghazali ini lebih cocok pada pasar
persaingan sempurna.
Seperti halnya pemikir lain pada
masanya, al-Ghazali juga berbicara tentang harga yang biasanya langsung
dihubungkan dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan
pendapatan dan biaya. Bagi al-Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari
kepayahan perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman diri keselamatan si pedagang.
Walaupun ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih untuk menjadi motivasi
pedagang bagi al-Ghazali keuntungan sesungguhnya adalah keuntungan di akhirat
kelak. Adapun keuntungan normal merutnya adalah berkisar antara 5 sampai
10 persen dari harga barang.
c.
Konsep Harga
Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah menjelaskan mengenai
mekanisme pertukaran, ekonomi pasar bebas, dan bagai man kecenderungan harga
terjadi sebagai akibat dari kekuatan permintaan dan penawaran. Jika permintaan
terhadap barang meningkat sementara penawaran menurun harga akan naik. Begitu
sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan
yang adil, atau mungkin tindakan yang tidak adil.
Hal ini terjadi karena pada masanya ada
anggapan bahwa penigkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan
dari melanggar hukum dari pihak penjual, atau mungkin sebagai akibat manipulasi
pasar.
Ibnu Taimiyah berkata:”Naik dan
turunnya harga tak selalu berkaitan dengan kezaliman. (zulm) yang dilakukan
seseorang. Sesekali alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau
penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jika membutuhkan peningkatan
jumlah barang sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan
naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan
permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti
diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang
takmelibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan.
Maha besar Allah yang menciptakan kemauan pada hati manusia.
d.
Konsep Harga
Ibnu Khaldun
Dalam karyanya, Ibnu Khaldun membagi
jenis barang menjadi barang kebutuhan pokok dan mewah. Menurutnya, bila suatu
kota berkembang dan selanjutnya populasinya akan bertambah banyak, maka
harga-harga kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas pengadaannya. Akibatnya
penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga. Sedangkan untuk
barang-barang mewah, permintaannya akan menigkat sejalan dengan berkembangnya
kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya harga barang mewah akan meningkat.
Bagi Ibnu
Khaldun, harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran.
Pengecualian satu-satunya dari hukum
ini adalah harga emas dan perak, yang merupakan standar moneter. Semua
barang-barang lain terkena fluktuasi harga yang tergantung pada pasar. Bila
suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang
berlimpah maka harganya akan rendah
B. Nilai Dan Harga Menurut Konsep Qimah, Tsaman, Dan Si’r
Harga secara terminologi dalam bahasa
arab, yaitu; as-si’ru. Yang secara harfiah, as-si’ru (harga)
adalah segala sesuatu yang bisa dijadikan Tsaman (alat barter
dalam jual beli). Adapun secara definisinya, sebagai mana tertera dalam
buku Mausu’ah al-Iqtisod al-Islamy, Dr Rif’at Sayyid
al-‘Iwadhi menjelaskan dalam pengertian ekonomi Islam, harga adalah sebuah
ukuran dijualnya suatu barang, yang mana mahal dan murahnya ditentukan oleh
Allah SWT semata, dan tanpa melepas beberapa faktor yang mempengaruhi oleh
barang itu sendiri.
Dari definisi di atas kita mengenal istilah harga yang
adil. Dalam bahasa arab beberapa kalimat yang menunjukan kepada harga yang adil
seperti Si`r al-Mitsl, Tsaman al-Mitsl dan Qimah
al-‘Adl. Istilah Qimah al-‘Adl (harga yang adil) telah
digunakan oleh Rasulullah dan para khalifah, seperti ketika Rasullah
mengomentari kompensasi yang telah ditetapkan dalam membebaskan budak, dimana
seorang budak merdeka dan pemiliknya mendapatkan kompensasi harga yang adil
atau Qimah al-Misl. Juga ditemukan dalam laporan Khalifa Umar
bin Khattab dan Ali bin Abi Tholib, ketika Umar bin Khattab menentukan nilai
yang baru dalam Diyah (denda), waktu itu dirham turun dan
harga-harga pun menjadi naik. Bagitu pula pada zaman sarjana Islam pertama,
adalah Ibnu Taimiah, dia memberikan perhatian khusus pada istilah itu. Ibnu
Taimiyah sering menggunakan dua terminologi dalam pembahasan harga,
yaitu: `Iwad al-Mitsl (kompensasi yang setara) dan Kamal
Tsaman al-Mitsl (harga yang setara). Dalam karyanya al-Hisbah, ia
mengatakan: “Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksirkan oleh hal-hal
yang setara dan itulah esensi keadilan (nafs al-‘adl). Dan sekarang
istilah Qimah al`Adl juga banyak digunakan oleh para hakim
yang telah menyesuaikan hukum Islam tentang transaksi bisnis dalam obyek barang
cacat yang dijual, perebutan kekuasaan, membuang jaminan atas harta milik dan
sebagainya.
Islam sangat menjunjung tinggi keadilan (al
`adl/justice), termasuk juga dalam penentuan harga. Terdapat beberapa
terminology dalm bahasa Arab yang maknanya menuju kepada harga yang adil ini,
antara lain: si`r al mithl, thaman al mithl dan qimah al adl.
Istilah qimah al adl (harga yang adil) pernah digunakan rasulullah saw,
dalam mengomentari kompensasi bagi pembebasan budak, dimana budak ini akan
memjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasidengan harga
yang adil atau qimah al `adl (sahih muslim). Penggunaan istilah ini juga
ditemukan dalm laporan tentang khalifah Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Tholib.
Umar bin Khatab menggunakan istilah harga yang adil ini ketika menetapkan nilai
baru atas diyah (denda), setelah nilai dirham turun sehingga harga-harga naik.
1.
Nilai dan Harga
dalam Konsep Qimah
Qimah merupakan nilai (value/ price).
Dimana Qimah itu adalah daya tukar suatu barang atau jasa lain yang diukur
secara kuantitatif dengan jumlah satuan barang atau uang.
Istilah qimah al`adl juga banyak
digunakan oleh para hakim yang telah mengkondifikasikan hukum islam tentang
transaksi bisnis dalam objek barang cacat yang dijual, perebutan kekuasaan,
membuang jaminan atas harta milik, dan sebagainya.
Adanya suatu harga yang adil telah
menjadi pegangan yang mendasar dalm transaksi yang islami. Pada prinsipnya
transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil, sebab ia adalah cerminan
dari komitmen syari`ah islam terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum
harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau
penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang
lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil,
yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat
yang setara dengan harga yang dibayarkannya.
Konsep harga yang adil yang didasarkan
atas konsep equivalen price jelas lebih menunjukkan pandangan yang maju dalam
teori harga dengan konsep just price. Konsep just price hanya melihat harga
dari sisi produsen sebab mendasari pada biaya produksi saja.konsep ini jelas
kurangmemberikan rasa keadilan dalam perspektif yang lebih luas, sebab konsumen
juga memiliki penilaian tersendiri atas harga suatu barang. Itulah sebabnya
syari`ah islam sangat menghargai harga yang terbentuk oleh kekuatan permintaan
dan penawaran di pasar.
Qimah terdiri dari beberapa macam, yaitu :
a.
Qimah
Tijariyyah
Nilai
pasar (market value). Harga barang atau jasa yang ditentukan oleh permintaan
dan penawaran pasar.
b. Qimah Mudla’afah. (Nilai tambah)
c. Qimah Haliyah
Nilai tambah (value added) yaitu nilai tambah ekonomis
atas barang atau jasa akibat kegiatan ekonomi.
d. Qimah Dakhiliyah
Nilai intrinsik (intrinsic value) adalah nilai asli yang melekat pada fisiknya,
misalnya nilai logam yang terdapat pada uang koin.
e. Qimah
Daftariyyah
Nilai buku (book value) ialah nilai aset yang tertera pada catatan pembukuan.
2.
Nilai dan Harga
dalam Konsep Si’r
Nilai dan harga dalam konsep Si’r ada
bagian – bagiannya yaitu:
a.
Si’ru Taklifah
Harga berdasarkan biaya (cost price/ BEP price) adalah
harga dari suatu produk yang hanya dapat menutupi biaya produksi dan
distribusinya tanpa adanya margin keuntungan.
b.
Si’ru al-Suq
Harga pasar (market price) adalah harga yang terbentuk
berdasarkan penawaran dan permintaan.
c.
Si’ru as-Sharf
Nilai tukar (exchange rate) merupakan harga dari suatu
mata uang yang diekspresikan dalam nilai mata uang lainnya.
d.
Si’ru al-Iqfa
Harga penutupan (closing price) yaitu harga surat
berharga yang diperdagangkan pada akhir waktu perdagangan.
e.
Si’ru al-Atho’
Harga penawaran (quotation price) ialah dua harga yang lazim digunakan dalam
perdagangan surat berharga atau valuta asing (bid-ask price).
f.
Si’ru al-Asas
Harga dasar (basic price) adalah harga yang digunakan sebagai dasar untuk
menghitung harga barang yang diperjualbelikan.
3.
Nilai dan Harga
dalam Konsep Tsaman
Tsaman atau Kamal Tsaman al-Mitsl
disebut juga harga yang setara.
"Harga yang setara adalah harga standar yang berlaku
ketika masyarakat menjual barang-barang dagangannya dan secara umum dapat
diterima sebagai sesuatu yang setara bagi barang-barang
tersebut atau barang-barang yang serupa pada waktu dan tempat yang khusus."
Jadi, harga yang setara itu harga yang dibentuk oleh
kekuatan pasar yang berjalan secara bebas, yang tidak disertai penipuan.
C. Fulus, Nuqud, Dan Waraq Sebagai Pengukur Nilai Dan Harga
1. Fulus (فلوس)
Fulus (bentuk jamak fals)
yang digunakan untuk pengertian logam bukan emas dan perak yang dibuat dan
berlaku di tengah-tengah masyarakat sebagai uang dan pembayaran, misalnya
terbuat dari perunggu, tembaga, atau besi. Fulus adalah mata uang kecil
pelengkap dinar dan dirham.
2. Nuqud (نقود)
Nuqud (bentuk jamak dari naqd).
Para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian nuqud. Al-Sayyid
’Ali (1967, 44) mengartikannya dengan “semua hal yang digunakan oleh masyarakat
dalam melakukan transaksi, baik dinar emas, dirham perak maupun fulus tembaga.
Nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman)
oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari
bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.
Beberapa pakar ekonomi
Islam mendefisinsikan istilah Nuqud sebagai :
1)
Semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi,
baik Dinar emas, Dirham perak maupun fulus tembagab.
2)
Segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan
pengukur nilai.
3)
Definisi serupa dikemukakan oleh Ibnu Mani’ yang menegaskan bahwa uang
boleh terbuat dari bahan jenis apa pun.
4)
Nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat,
baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan
diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.
Sementara Al-Kafrawi (1407, 12) mendefinisikannya dengan
“segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur
nilai”.
Sementara itu, Qal’ah Ji (1999, 23) mengemukakan definisi
yang memberikan penekanan pada aspek legalitas di samping juga memperhatikan
aspek fungsi sebagaimana definisi di atas. Ia mengatakan, “nuqud adalah sesuatu
yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam
atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh
lembaga keuangan pemegang otoritas.” Atas dasar definisi ini ia berpendapat,
seandainya masyarakat dalam melakukan transaksi menggunakan unta sebagai alat
pembayaran, unta tersebut tidak dapat dipandang sebagai uang (nuqud)
melainkan hanya sebagai badal (pengganti) atau ‘iwadh (imbalan).
Hal itu karena sesuatu yang dipandang sebagai uang harus memenuhi
sekurang-kurangnya dua syarat. Pertama, substansi benda
tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan hanya sebagai media
untuk memperoleh manfaat dan kedua, dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang, yaitu Amir yang sah.
3. Waraq
Waraq (Qirthas) adalah uang kertas yang sekarang
dipergunakan yang dikenal juga sebagai legal tender. Uang kertas
tidak memiliki nilai tapi ‘dianggap’ bernilai karena otoritas yang menerapkan
nilai itu atasnya. Istilah ini tidak dikenal dalam fiqh maupun sejarah Islam
tapi sudah digunakan sebagai badal/pengganti dari emas ataupun
perak sejak lama (istilahnya underlying value). Namun sejak
Kesepakatan Bretton Woods 1944, kertas menjadi uang (fiat money) dan
bukan badal/pengganti dari emas/perak. Beberapa ulama mengharamkan penggunaan
kertas sebagai uang karena tidak memiliki nilai intrinsik yang dibawa dan hal
ini merupakan riba.
Membagi uang kertas (qirthas) / Waraq ini menjadi 3 yaitu:
1)
Nuqud waraqiyah
ilzamiyah (inconvertible paper money / fiat money).
Yaitu uang
kertas yang tidak ditopang oleh sejumlah emas atau perak, maka menurut
An-Nabhani, ia dinilai berdasarkan substansinya yaitu kertas, bukan nilai
nominal yang ditunjukkannya.
2)
Nuqud waraqiyah
watsiqah (representative money).
Yaitu uang
kertas yang dijamin oleh suatu benda tertentu tetapi bukan emas dan perak,
sebagai tanda jaminan barang tersebut atau dianggap sebagai kertas janji
(promising note). Menurut An-Nabhani, barang yang dimaksud harus dikonversi
dengan nilai emas dan perak yang ada.
3)
Nuqud waraqiyah
na’ibah (substitution money).
Yaitu uang
kertas yang ditopang/dijamin oleh sejumlah emas dan perak. An-Nabhani
membolehkan penggunaannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Darai materi
yang sudah dipaparkan diatas ternyata kita bisa menarik kesimpulan bahwa
didalam ,bermuamalah konsep nilai dan harga serta penetapan harga sudah
berlangsung dan sudah diperaktikkan oleh ,maysrakat islam pada masa silam ini tergambar dengan
bayaknya para sahabat yang menetapkan suatu harga pada masa kepemimpinan nya.
Sisamping
itu juga, banyak pula para pakar muslim yang telah mengali dan mempelajari
tentang ekonomi yang berkaitan dengan bilai harga,ini tergambar dari pendapat
tang dikemumakkan oleh abu yusuf,ibnu
kaldun yang juga sebagi bapak ekonomi islam pada masa itu.
Namun
yangmenjadi daya tarik dalam penetapan harga ,menurup pakar islam hususnya
dibidang ekonomi mengatakan,penetapan harga bukan ditentukan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi penetapan nilai dan harga itu sendiri,melainkan penetapan
harga ditetapkan oleh allah yang bersumber pada kondisi alam disuatu
tempat.sehingga dengan demikian tidak mengenal yang namnya faktor-faktor yang menentukan harga .
B. Saran
Akhirnya
makalah ini diselesaikan dengan tepat waktu, dan adapun kesalahan dalam
penulisan dan penyampain materi maka kami selaku penulis ,meminta maaf
sebesar-besarnya .dan yang ketelahir mudah mudahan makalah ini bermamfaat untuk
kita,sebagi refrensi dalam menuntut ilmu yang telah diwajibkan.
DAFTAR PUSTAKA
Auf Mahmud
al-Kafrawi, (Al-Nuqud Wa Al-Masharif Fi Al-Nidzam Al-Islami Dar al-Jami’at al-Mishriyah, 1407 H)
Diwarman Azwar Karim, (Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006)
Islahi, (Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Jakarta:
Bina Ilmu, 1997),
Muhammad,( Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam,Yogyakarta: BPFE, 2004),
Rif’at Sayyid
al-‘Iwadhi,( Al-Mausu’ah
al-Iqtisod al-Islamiah Jilid 1, Kairo
: Daar as-Salam cet. I, 2009)
Sulaiman Ramadhan Muhammad, Jamal Mahdi al-Aksyah,( Durus Muqoronah fiFiqh al-Muamalah, (Jami’ah al-Azhar, 2010),
Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006), hal. 156
Islahi,
Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, (Jakarta: Bina Ilmu, 1997), hal. 37-42
Rif’at Sayyid
al-‘Iwadhi, Al-Mausu’ah al-Iqtisod al-Islamiah Jilid 1, (Kairo : Daar as-Salam cet. I, 2009), hal, 396
Muhammad, Ekonomi
Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE, 2004), hal. 46
Sulaiman
Ramadhan Muhammad, Jamal Mahdi al-Aksyah, Durus
Muqoronah fi Fiqh al-Muamalah, (Jami’ah
al-Azhar, 2010), hal. 282
Muhammad Rawas Qal’ah Ji, Al-Mu’amalat
Al-Maliyah Al-Mu’ashirah Fi Dhau’ Al-Fiqh Wa Al-Syari’ah (Beirut : Dar
al-Nafa’is, 1999), hal. 23
Auf Mahmud
al-Kafrawi, Al-Nuqud Wa Al-Masharif Fi Al-Nidzam Al-Islami (Dar
al-Jami’at al-Mishriyah, 1407 H), hal. 14