Jumat, 27 November 2015

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

DAFTAR ISI

HALAMN SAMPUL............................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
A.    Latar belakang.............................................................................
B.     rumusan masalah.........................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
A.    Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)...................
B.     Sejarah Hak Atas Kekayaan Intelektuan (HaKI)........................
C.     Jenis-Jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)....................
D.    Bentuk-bentuk ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta:.....
E.     Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia..............
F.      Pengaturan Hak Atas Kekayaan Intelektual
G.    Pelaksanaan HKI di Masa Sekarang...........................................
H.    Masa Berlaku Hak Cipta.............................................................       
I.       Ketentuan Pidana........................................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................
A.    Kesimpulan .................................................................................
B.     saran
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara esensial berbicara mengenai hak atas kekayaan yang lahir dari intelektual manusia. HKI memiliki 3 unsur penting yaitu hak, manusia dan intelektual. Dari ketiga unsur tersebut, maka terciptalah karya ciptaan. Untuk karya-karya ciptaan perlu mendapatkan perlindungan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk meniru, memperbanyak serta memperdagangkan karya ciptaan orang lain.
Hak Kekayaan Intelektual mencakup 2 kelompok yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Keduanya dilindungi dan diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan barang siapa melanggarnya akan dikenai sanksi yang seberat-beratnya. Untuk itu kita wajib menghargai karya-karya ciptaan orang lain dan berusaha mengurangi pembelian-pembelian produk bajakan yang semakin marak sekarang ini.
Di Indonesia penerapan HaKI baru dapat dilakukan akhir-akhir ini, ini dikarenakan sudah mulai banyaknya kasus-kasus yang melibatkan kekayaan intelektual didalamnya, oleh karena itu maka pada tahun 2002 disahkanlah undang-undang tentang HaKI, yang mengatur tata cara, pelaksanaan, dan penerapan HaKI di Indonesia. Dengan adanya UU HaKI,diharapkan dapat lebih mengatur tentang hak-hak seseorang terhadap karyanya, dan juga dapat menjerat pelaku kejahatan HaKI.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Hak Atas Kekayaan Intelektual?
2.      Apa saja Jenis-jenis HaKI?
3.      Apa saja yang termasuk dari Prinsip HaKI?
4.      Bagaimana Pengaturan Hak Atas Kekayaan Intelektual?
5.      Apa saja Undang-Undang HaKI di bidang TIK ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya baikdi bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni maupun di bidang sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh suatu“produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis. Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) merupakan padanan bahasa Inggris intellectual property right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan.
Kita perlu memahami HaKI untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan inovasi intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh setiap manusia, siapa saja yang ingin maju sebagai faktor pembentuk kemampuan daya saing dalam penciptaan Inovasi-inovasi yang kreatif.
B.  Sejarah Hak Atas Kekayaan Intelektuan (HaKI)
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Gutternberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten pada tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari hak konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar-menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization (WIPO).
WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001, World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antarNegara secara jujur dan adil, karena :
1.      TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard.
2.      Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tampa reservation.
3.      TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.
C.    Jenis-Jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
  1. Hak Cipta
  2. Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
a.       Hak Paten
b.      Hak Merek
c.       Hak Desain Industri
d.      Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e.       Hak Rahasia Dagang
f.       Hak Indikasi
1.      Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
a.       UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
b.       UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
c.        UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
d.       UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
2.  Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan hak merek.
a.       Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang  dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
1)       UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
2)       UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
3)       UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
b.      Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut.
D.    Bentuk-bentuk ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta:
1.      Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan , dan semua hasil karya tulis lain.
2.      Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3.      Alat peraga yang dibuat dengan kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
4.      Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
5.      Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim.
6.      Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
7.      Arsitektur
8.      Peta
9.      Seni batik
10.  Fotografi
11.  Sinematografi
12.  Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
13.  Buku, CD-ROM, dan tape/kaset adalah bentuk fisik yang mempunyai Paten dan Hak Cipta.
E.     Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain  adalah :
  1. Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
  2. Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
  3. Undang-undang Nomor 12/1997 tentang HakCipta
  4. Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
  5. Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
  6. Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of   Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
  7. KeputusanPresiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
  8. Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
  9. Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/ organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya kepihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan  tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
F.     Pengaturan Hak Atas Kekayaan Intelektual
Pengaturan HaKI di dunia internasional dan di Indonesia, yaitu :
1.      Pengaturan HaKI di dunia Internasional
Indonesia terlibat dalam perjanjian-perjanjian internasional di bidang HKI. Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement Estabilishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian penting dari Persetujuan WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of intellectual Property rigets Including Trade In Counterfeit Goods. (TRIP’s). sejaln dengan TRIP’s, Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang HKI, yaitu :
1)      Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention Estabilishing the World intellectual Property Organizations, dengn Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979.
2)      Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT, dengan Keppres No. 16Tahun 1997.
3)      Trademark Law Treaty (TLT) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997.
4)      Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works tanggal 7 Mei 1997 dengan Keppres No. 18 Tahun 1997 dan dinotifikasikan ke WIPO tanggal 5 Juni 1997, Berne Convention tersebut mulai berlaku efektif di Indonesia pada tanggal 5 September 1997.
5)      WIPO Copyright Treaty (WCT) dengan Keppres No. 19 Tahun 1997.
Memasuki milenium baru, HKI menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIP’s dalam paket Persetujuan Wto di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI di seluruh dunia. Dengan demikian pada saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telh memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.
2.      Pengaturan HKI di Indonesia
Di tingkat nasional, pengaturan HKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Lengkap, karena menjangkau ke-tujuh jenis HKI. Memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang “dipatok” di Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HKI, dengan mengundangkan :
1)      Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
2)      Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
3)      Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HKI yang menyangkut ke-tujuh HKI antara lain :
1)      Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4)      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5)      Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6)      Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7)      Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
1)      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
2)      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
(khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)
G.    Pelaksanaan HKI di Masa Sekarang
Peraturan perundangan yang berlaku sangat banyak, tetapi melihat pelaksanaannya sekarang ini makin banyak pelanggaran-pelanggaran. Umumnya pelanggaran hak cipta didorong untuk mencari keuntungan finansial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pencipta dan pemegang izin hak cipta. Hal ini bisa dibuktikan dengan semakin maraknya pembajakan-pembajakan hasil karya ciptaan seseorang. Sebagai contoh yang lebih konkret yaitu pembajakan kaset-kaset VCD. Faktor-faktor yang mempengaruhi warga masyarakat untuk melanggar HKI, yaitu :
1.      Dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna mendapatkan keun-tungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran tersebut.
2.      Para pelanggar menganggap bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan selama ini terlalu ringan bahkan tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh para penegak hukum.
3.      Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggaran tersebut tidak perlu dibayar kepada pemerintah.
4.      Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli tersebut asli atau palsu (aspal), yang penting bagi mereka harganya murah dan terjangkau dengan kemampuan ekonomi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kedaulatan hukum, namun dalam menegakkan hukum harus mendapat kontrol dan tekanan dari negara asing. Tidak mengherankan apabila penegakan hukum di negeri ini tidak dapat dilakukan secara konsisten. Salah satu contoh nyata adalah pada saat mulai diberlakukannya Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada tanggal 29 Juli 2003, hampir seluruh pedangang CD, VCD dan DVD bajakan tidak tampak di pinggir jalan. Namun beberapa minggu kemudian, sedikit-demi sedikit para pedagang tersebut mulai tampak menggelar kembali barang dagangannya, dan hingga sampai saan ini mereka dengan sangat leluasa dan terang-terangan berani menjual barang dagangannya di tempat keramaian. Kondisi ini semakin diperburuk dengan tindakan para aparat penegak hukum yang hanya melakukan razia terhadap para pedagang tetapi tidak terhadap sumber produk bajakan tersebut, sehingga produksi barang bajakan terus berlanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum secara tuntas menyelesaikan masalah pembajakan, oleh karena itu masih terdapat produsen yang memproduksi barang bajakan tersebut yang belum tersentuh oleh aparat penegak hukum.Jika memang niat pemerintah adalah untuk memberantas praktek pembajakan, maka tanpa pengenaan cukai terhadap produksi rekamanpun sebenarnya hal tersebut sudah dapat dilakukan sejak belakunya UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun dalam kenyataannya, praktek perdagangan barang ilegal tersebut bukan semakin berkurang, malahan semakin marak diperdagangkan di kaki lima.
Contoh-contoh lain mengenai pelanggaran HKI yaitu :
1.      Jakarta Tahun 2009 mencatat hasil kurang menggembirakan untuk urusan pembajakan software di Indonesia. Dari hasil riset yang dikeluarkan IDC terungkap bahwa aktivitas pembajakan software di Tanah Air justru kian melonjak. Dari riset itu Indonesia ditempatkan di posisi ke12 sebagai negara dengan tingkat pembajakan software terbesar di dunia.
a)      Pelanggaran yang merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan.
b)      Pelanggaran yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (vcd) pomo.
c)      Melanggar perjanjian (memenuhi kewajiban tidak sesuai dengan isi kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak),  misalnya dalam perjanjian penerbitan karya cipta disetujui untuk dicetak sebanyak 2.000 eksemplar, tetapi yang dicetak/diedarkan di pasar adalah 4.000 eksemplar. Pembayaran royalti kepada pencipta didasarkan pada perjanjian penerbitan, yaitu 2.000 eksemplar bukan 4.000 eksemplar. Ini sangat merugikan bagi pencipta


H.    Masa Berlaku Hak Cipta
Pasal 29 (1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a)      buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b)      drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c)      segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d)     seni batik;
e)      lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur;
f)       ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
g)      alat peraga;
h)      peta;
i)        terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a)      Program Komputer;
b)      sinematografi;
c)      fotografi;
d)     database; dan
e)      karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan
(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. (3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
I.       Ketentuan Pidana
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya baik di bidang teknologi,ilmu pengetahuan,seni, maupun sastra.
Kata“intelektual” tecermin bahwa obyek kekayaan intelektual tesebut adalah kecerdasan daya pikir,atau produk pemikiran manusia(the creations of the human mind) (WIPO,1983:3). Secara substantive pengertian Haki dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekeyaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Tumbuhnya konsepsi kekeyaan atau karya-karya intelektual pada akhirnya juga digunakan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan intelektual. Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak terwujud.









                                                      

DAFTAR PUSTAKA

          Simantupang.’’Aspek Hukum Dalam Bisnis’’(Jakarta: Rineka Cipta, 1996)   
Saidin. ‘’Aspeh Hokum Atas Hak Kekayaan Intelaktual’’(jakrta: Raja Grapindo persada. 1997)