Senin, 02 November 2015

keuangang publik islam

KEUANGAN PUBLIK ISLAM
Didalam tatanan ekonomi islam kebijakan fiskal atau kebijakan pengeluaran dan kemasukan suatu negra dilambangkan dengan :GR> <GE dimana :G :govermen ,R : revenue dan,E:ekpendenture .kemudian adapun sumber dan pendapatat dalam ekonomi islam dikenal sbb:
1.      Zakat
Zakat adalah bentuk pensucian diri juga harta yang juga menjadi acuan sifat kepedulian dan kasih sayang satu sama lain. Zakat diwajibkan sejalan dengan diperintahnya puasa. Selain itu, zakat merupakan pokok ajaran Islam sebagaimana syahadat, shalat, puasa, dan haji. Zakat juga merupakan ibadah berdimensi vertikal (hablum minallah) dan sekaligus horizontal (hablum minnas).
         Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.

            Semua ulama madzhab sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam zakat tanaman dan buah-buahan adalah sepuluh persen (10%), kalau tanaman dan buah-buahan tersebut disiram air hujan atau dari aliran sungai. Tapi jika air yang digunakannya dengan air irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya, maka cukup mengeluarkan lima persen (5%).Namun menurut Imamiyah, ukuran zakatnya harus sesuai dengan
v  Zakat terbagi atas dua jenis yakni:
a.      Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
b.      Zakat maal (harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
v  Syarat wajib zakat secara umum
1)      . Merdeka ( meski kemerdekaannya hanya ½
2)       Islam
3)       Jelasnya Kepemilikan
·          Haul ( 1 tahun ) kecuali dalam 6 hal :Tumbuhan, Barang Tambang. Rikaz, Zakat fitrah, Keuntungan,dan   Mencapai 1 nishob.
v  Harta yang wajib untuk dizakati
1)      Binatang ternak
·         Unta
·          Sapi
·          Kambing
2)      Hasil tanaman
3)      Buah buahan
4)       Emas perak
5)       Barang dagang
2.      Berbentuk aset :non uang.
a.       Ghonimah :adalah harta rampsan perang.
Rosululloh diberi amanat untuk mengemban dakwah Islam pada umur 40 tahun. Pada masa Rosululloh SAW, tidak ada tentara formal. Semua muslim yang mampu boleh jadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Rampasan tersebut meliputi senjata, kuda, unta, domba, dan barang-barang bergerak lainnya yang didapatkan dari perang. Situasi berubah setealah turunnya Surat Al-Anfal (8) ayat 41 :
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqtƒ Èb$s%öàÿø9$# tPöqtƒ s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÍÊÈ  


 “Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh, Rosul, Kerabat Rosul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Alloh dan kepada yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)di hari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
[613] Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[614] Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur.
[615] Yang dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.
[616] Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.


Rosululloh SAW biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi tiga bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, bagian kedua untuk kerbatnya dan bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang sedang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang lain dibagi diantara prajurit yang ikut perang, dalam kasus tertentu beberapa orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian. Penunggang kuda mendapat dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya.
Pada masa Rosululloh SAW, beliau mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap tanah pertanian yang telah ditaklukkan sebagai fay’ atau tanah dengan kepemilikan umum. Tanah-tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia yang memisah-misahkan tanah ini dari pemiliknya dan membagikannya kepada elit militernya dan para prajurit. Semua tanah yang dihadiahkan kepada Rosululloh SAW (iqta’) relatif lebih kecil jumlahnya dan terdiri dari tanah-tanah yang tidak bertuan. Kebijakan ini tidak hanya mambantu mempertahankan kesinambungan kehidupan administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai, melainkan juga mendorong keadilan antar generasi dan mewujudkan sikap egaliter.
Pada tahun kedua setelah hijrah, shodaqoh ini kemudian dengan Zakat Fitrah yang dibayarkan setiap kali setahun sekali pada bulan ramadhan. Besarya satu sha kurma, gandum, tepung keju, atau kisimis, setengah sha gandum untuk setiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum Shalat Idul Fitri.
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
b.      Fai’i
Harta Fai’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang kafir dengan tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa kesulitan serta tanpa melakukan peperangan.
Kondisi ini seperti yang terjadi pada Bani Nadhir, atau seperti kejadian lainnya yaitu takutnya orang-orang kafir kepada umat Islam sehingga mereka meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka. Kaum muslim menguasai segala sesuatu yang mereka tinggalkan, atau bisa juga akibat ketakutan orang-orang kafir sehingga mendorong mereka mengerahkan diri kepada kaum muslim dengan harapan kaum muslim berbuat baik kepada mereka dan tidak memerangi mereka. Hal ini dilakukan mereka disertai dengan penyerahan sebagian dari tanah dan harta benda mereka – contohnya adalah peristiwa yang terjadi pada penduduk Fadak yang beragama Yahudi. Inilah makna fai’ yang dimaksud oleh firman Allah swt. dalam surat al Hasyr, yaitu:
!$tBur uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu öNåk÷]ÏB !$yJsù óOçFøÿy_÷rr& Ïmøn=tã ô`ÏB 9@øyz Ÿwur 7U%x.Í £`Å3»s9ur ©!$# äÝÏk=|¡ç ¼ã&s#ßâ 4n?tã `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÏÈ  
“Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Hasyr: 6)
[1465] Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. ghanimah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. pembagian Fai-i sebagai yang tersebut pada ayat 7. sedang pembagian ghanimah tersebut pada ayat 41 Al Anfal dan yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr.Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur.
Hal ini telah terjadi pada harta Bani Nadlir dan Fadak, yang diperoleh tidak dengan pengerahan pasukan berkuda maupun unta kaum Muslim. Oleh karena itu harta ini benar-benar menjadi milik Rasulullah SAW. Harta ini sebagian dibelanjakan oleh beliau saat masih hidup untuk keperluan keluarganya selama setahun, dan sisanya dijadikan oleh beliau untuk keperluan amunisi dan penyediaan senjata yang akan digunakan dalam perang di jalan Allah. Setelah beliau wafat, Abu Bakar dan Umar melanjutkan apa yang telah beliau lakukan.
Harta Fai’ adalah salah satu pos pendapatan Baitul Mal dalam Daulah Khilafah. Harta Fai’ sendiri bisa diperoleh ketika Daulah Khilafah telah ditegakkan. Sebelum Khilafah ada, maka konsep fai’ belum bisa diterapkan. Karena itu termasuk kebijakan negara. Diantara pembagian dan prosedur pembagian harta Fai’ antara lain:
1.       1/5 (ditashorufkan)
2.      4/5 diperuntukkan bagi :
·         Para pejuang perang
·         Para pejuang yang sudah gugur
·         Hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan orang mu`min.
c.       Amwal fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang orang muslim yang meninggalkan negerinya
3.      dharibah): pengeluaran wajib.(uyuran wajib)
a.      Jiziyah
Jizyah adalah pungutan harta yang dikenakan atas setiap kepala. Kata jizyah itu diambil dari kata al-jaza yang artinya balasan. Sehingga dapat bermakna iuran Negara (dharibah) yang diwajibkan atas orang-orang ahli kitab sebagai imbangan bagi usaha membela mereka dan melindungi mereka atau sebagai imbangan bahwa mereka memperoleh apa yang diperoleh orang-orang Islam sendiri, baik dalam kemerdekaan diri, pemeliharaan harta, kehormatan dan agama.
Jizyah merupakan harta umum yang dibagikan untuk kemaslahatan rakyat, dan wajib diambil setiap satu tahun. Hukum jizyah adalah wajib berdasarkan nash Al-Quran. Allah swt. berfirman:
(#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ Ÿwur ÏQöquø9$$Î/ ̍ÅzFy$# Ÿwur tbqãBÌhptä $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qßuur Ÿwur šcqãYƒÏtƒ tûïÏŠ Èd,ysø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èムsptƒ÷Éfø9$# `tã 7tƒ öNèdur šcrãÉó»|¹ ÇËÒÈ  
 “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.(At-Taubah; 29)
Dari penjelasan ayat di atas menurut sebagian ahli tafsir mendefinisikan Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan keamanan bagi diri mereka.
Kaitannya dengan penetapan jizyah bagi kelompok nonmuslim ini, dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, antara lain:
1.      Orang-orang Arab Musyrik. Dalam hal ini ulama sepakat untuk tidak mengambil atau menerima jizyah dari mereka, sebab bagi mereka hanya ada dua pilihan yaitu masuk Islam atau diperangi.
2.      Orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai golongan ahlul kitab berdasarkan ketetapan nash Al-Quran, sehingga dari kelompok ini diterima pengeluaran jizyahnya.
3.      Orang-orang Majusi dan Shabi’un dapat diterima jizyahnya berdasarkan kesepakatan sahabat, karena Rasulullah-pun sendiri berdasarkan riwayat beberapa hadist pernah menerima dan mengambil jizyah dari kelompok ini.
4.      Orang-orang non muslim lainnya seperti penyembah patung dan sebagainya tidak ada ketetapan yang pasti untuk pengambilannya, baik yang berasal dari al-Quran maupun al-Hadis.
Dalam hal ini masalah penerimaannya adalah bersifat ijtihadi, tergantung pada kemaslahatan dan pertimbangan yang berwenang (ulil amri). Dengan demikian yang dimaksud dengan ahlu dzimmah disini adalah setiap warga negara Islam dari kalangan non muslim yang berasal dari golongan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), ataupun yang berasal dari kelompok non ahlul kitab seperti Majusi, Shamiri maupun Shabi’ah, baik yang berasal dari bangsa Arab ataupun yang lainnya seperti bani Tughlab dan Najran. Dinamakan demikian karena mereka menjadi tanggungan kaum muslimin untuk memberikan perlindungan atas jiwa, kehormatan dan harta mereka.
Jizyah ditinjau dari kadarnya ada dua macam, yaitu:
1.       Jizyah Shulhiyah
Shulhiyah yaitu jizyah yang dikenakan berdasarkan perdamaian sudah tentu kadarnya sesuai dengan apa yang disepakati. Rasulullah SAW pernah melakukan jizyah yang semacam ini dengan Nasrani Najron yaitu dengan membayar persalinan pakaian. Umar pernah pula melakukannnya dengan mewajibkan mereka dengan dua kali lipat dari yang diambil dari muslim.
2.       Jizyah Ghair Shulhiyah
Jizyah ghair shulhiyah dalam hal ini membagi golongan dzimmi menjadi tiga kreteria, yaitu:
a)      Golongan orang-orang kaya bagi mereka dikenakan 48 dirham.
b)      Golongan menengah yang dikenakan kepada mereka 24 dirham.
c)      Golongan fakir yang masih dapat bekerja, bagi mereka dikenakan 12  dirham.(Menurut pendapat Imam Hanafi)
Akan tetapi dalam menentukan kriteria kaya mereka berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa orang yang memiliki harta senilai 10.000 dirham ke atas adalah kaya, yang memiliki 200 dirham ke atas adalah golongan menengah, dan yang kurang dari 200 dirham adalah fakir.
Menurut As-Syafi’i, jizyah ditentukan minimalnya 1 dinar dan maksimalnya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah yang bersangkutan. Sedangkan menurut Imam Malik minimal dan maksimalnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah. Pada masa Nabi Muhammad SAW dan pada masa khalifah Abu Bakar, penetapan besar kadar jizyah ini tidak dilakukan, hanya dilihat menurut keadaan yang sepantasnya atau berdasarkan perjanjian dan kerelaan yang bersangkutan. Barulah pada masa Umar bin Khattab, tatkala wilayah Islam semakin meluas, ditetapkan tiga kategori penduduk pembayar jizyah yang berbeda, yang kemudian diambil sebagai patokan tetap Imam Hanafi seperti yang dipaparkan di atas.
Disamping itu, ia juga menetapkan bahwa daerah-daerah yang menggunakan mata uang emas, seperti mesir dan syiria, pembayaran jizyahnya dalam bentuk uang emas (dinar). Sedangkan untuk wilayah yang menggunakan mata uang perak (dirham), seperti Mesopotamia, Bahrain, dan beberapa daerah lain, pembayaran jizyahnya dengan menggunakan dirham dengan perbandingan satu dinar ditetapkan sama dengan 12 dirham.
b.      Kharaj:
Kharaj secara sederhana dapat diartikan sebagai pajak tanah. Pajak tanah ini dibebankan atas tanah non-muslim dan dalam hal-hal tertentu juga dapat dibebankan atas umat islam.
Kharaj pertama kali dikenal dalam umat islam setelah perang khaibar. Pada saat itu rasulullah saw. memberikan dispensasi kepada penduduk yahudi khaibar untuk tetap memiliki tanah mereka, dengan syrat mereka memberikan sebagian hasil panennya kepada pemerintah islam. Dalam sejarah pemerintah islam kharaj merupakan sumber keuangan Negara yang dikuasai oleh komunitas   (pemerintah), bukan oleh sekelompok orang.
Kharaj dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kharaj sebanding (proporsional) dan kharaj yang tetap. Jenis pertama dikenakan secara proporsional berdasarkan total hasil pertanian, misalnya seperdua, sepertiga atau seperlima dari hasil yang diperoleh. Sedangkan bentuk kedua dibebankan atas tanah tanpa membedakan status pemiliknya, apakah anak-anak atau dewasa, merdeka atau budak, perempuan atau laki-laki, muslim atau non-muslim. Kewajiban membayar kharaj hanya sekali setahun, meskipun panen yang dihasilkannya bisa tiga atau empat kali setahun.
Jumlah pajak yang pernah dipraktikan dalam pemerintahan islam beragam, sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang wajib membayarnya dan tanah pertaniaannya. Khalifah umar, misalnya menetapkan jumlah kharaj sawad al-iraq dengan ketentuan satu dirham untuk setiap jarib dan satu qafidz gandum untuk tanah yang terdiri dari sejumlah sungai dan kanal. Untuk tanah sawad, komposisi jumlah pajak perjarib adalah sebagai berikut:
1.      Anggur, 10 dirham
2.      Kurma, 8 dirham
3.      Tebu, 6 dirham
4.      Gandum, 4 dirham
5.      Kapas, 5 dirham
Menyangkut teknis pengumpulan kharaj biasanya dilakukan oleh sebuah tim  atau dewan yang diberi wewenang oleh pemerintah dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya, Sa’d bin Abi Waqqash menetapkan pengumpulan dan pembayaran pajak tanah sawad dikoordinir oleh para tuan tanah. Bahkan pada tahun 20 H, umar membentuk satu lembaga kementerian khusus (Diwan al-Khawaraj) yang dipercayakan melakukan tugas pengumpulan pajak hasil bumi.
Menurut Sayyid Sabiq, ulama Mesir kontemporer, jika kharaj ini merupakan sewa tanah maka ukuran atau besarnya pajak diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah. Karenanya kharaj bisa berubah sesuai dengan perubahan situasi, kondisi dan waktu serta tempat. Ketentuan ini tiadak harus mengacu kepada kebijaksanaan Umar.
c.       Ushr :beya jukai ,kewajiban dari hasil konsumsi dll,
d.      Nawaibpajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa Perang Tabuk,.
3.      Sadekah .
a.       Infak
b.      Wakaf Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Alloh dan pendapatannya akan didepositokan ke Baitul Maal,
4.      Pengeluaran (expenditure)
a.       Miskin berupa zakat
b.      Rutin berupa
Kemudian dalam masukan dan pengeluaraan negara atu sering disebut dengan   kebijakan fiskal.adapun kebijakan-kebijakan fisakal yang darat dilihat dari besar dan kecilnay pengeluaran dan pendapatan suatu negara adalah sbb:
1.      Jika GR>GE maka disebut kebijakan surplus.
2.      Jika GE<GE maka disebut dengan kebijakan depisit.
3.      Jika GR=GE maka disebut dengan kebijaka seimbang
Ket :
·         GR = pendapatan suaru negara /masukan suatu negara
·         GE= pengeluaran suatu negara/belanja negara.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar