KEUANGAN PUBLIK ISLAM
Didalam tatanan ekonomi islam kebijakan fiskal atau kebijakan
pengeluaran dan kemasukan suatu negra dilambangkan dengan :GR> <GE
dimana :G :govermen ,R : revenue dan,E:ekpendenture .kemudian adapun sumber dan
pendapatat dalam ekonomi islam dikenal sbb:
1.
Zakat
Zakat adalah bentuk pensucian diri juga harta yang juga menjadi
acuan sifat kepedulian dan kasih sayang satu sama lain. Zakat diwajibkan
sejalan dengan diperintahnya puasa. Selain itu, zakat merupakan pokok ajaran
Islam sebagaimana syahadat, shalat, puasa, dan haji. Zakat juga merupakan
ibadah berdimensi vertikal (hablum minallah) dan sekaligus horizontal (hablum
minnas).
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang
dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya,
Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya
bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk
membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad
melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka
yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini,
zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada
kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat
tersebut.
Zakat
diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada
tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan
sebelum tahun ke-9 hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan
setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat
bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
Semua ulama madzhab sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam
zakat tanaman dan buah-buahan adalah sepuluh persen (10%), kalau tanaman dan
buah-buahan tersebut disiram air hujan atau dari aliran sungai. Tapi jika air
yang digunakannya dengan air irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya, maka
cukup mengeluarkan lima persen (5%).Namun menurut Imamiyah, ukuran zakatnya
harus sesuai dengan
v Zakat terbagi
atas dua jenis yakni:
a.
Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan
Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok
yang ada di daerah bersangkutan.
b. Zakat maal
(harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil
perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan,
emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
v Syarat wajib
zakat secara umum
1) . Merdeka (
meski kemerdekaannya hanya ½
2) Islam
3) Jelasnya Kepemilikan
·
Haul ( 1 tahun ) kecuali
dalam 6 hal :Tumbuhan, Barang Tambang. Rikaz, Zakat fitrah, Keuntungan,dan Mencapai 1 nishob.
v Harta yang wajib untuk
dizakati
1) Binatang ternak
·
Unta
·
Sapi
·
Kambing
2) Hasil tanaman
3) Buah buahan
4) Emas perak
5) Barang dagang
2.
Berbentuk aset :non uang.
a.
Ghonimah
:adalah harta rampsan perang.
Rosululloh
diberi amanat untuk mengemban dakwah Islam pada umur 40 tahun. Pada masa
Rosululloh SAW, tidak ada tentara formal. Semua muslim yang mampu boleh jadi
tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan
mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Rampasan tersebut meliputi
senjata, kuda, unta, domba, dan barang-barang bergerak lainnya yang didapatkan
dari perang. Situasi berubah setealah turunnya Surat Al-Anfal (8) ayat 41 :
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
“Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang
dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk
Alloh, Rosul, Kerabat Rosul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu
sabil, jika kamu beriman kepada Alloh dan kepada yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad)di hari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan
Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
[613] Yang
dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari
orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak
dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan
ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[614]
Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya.
b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e.
Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut
bertempur.
[615] Yang
dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.
[616] Furqaan
Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari Al
Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir,
Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan
tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini
mengisyaratkan kepada hari
permulaan turunnya Al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.
Rosululloh
SAW biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi tiga
bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, bagian kedua untuk
kerbatnya dan bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang sedang
membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang
lain dibagi diantara prajurit yang ikut perang, dalam kasus tertentu beberapa
orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian. Penunggang kuda
mendapat dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya.
Pada
masa Rosululloh SAW, beliau mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap
tanah pertanian yang telah ditaklukkan sebagai fay’ atau tanah
dengan kepemilikan umum. Tanah-tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya
dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia yang
memisah-misahkan tanah ini dari pemiliknya dan membagikannya kepada elit
militernya dan para prajurit. Semua tanah yang dihadiahkan kepada Rosululloh
SAW (iqta’) relatif lebih kecil jumlahnya dan terdiri dari
tanah-tanah yang tidak bertuan. Kebijakan ini tidak hanya mambantu mempertahankan
kesinambungan kehidupan administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai,
melainkan juga mendorong keadilan antar generasi dan mewujudkan sikap egaliter.
Pada
tahun kedua setelah hijrah, shodaqoh ini kemudian dengan Zakat Fitrah yang
dibayarkan setiap kali setahun sekali pada bulan ramadhan. Besarya satu sha
kurma, gandum, tepung keju, atau kisimis, setengah sha gandum untuk setiap
muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan
dibayar sebelum Shalat Idul Fitri.
Zakat
diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada
tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan
sebelum tahun ke-9 hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan
setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat
bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
b.
Fai’i
Harta Fai’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang
kafir dengan tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa kesulitan
serta tanpa melakukan peperangan.
Kondisi ini seperti yang terjadi pada Bani Nadhir, atau seperti kejadian
lainnya yaitu takutnya orang-orang kafir kepada umat Islam sehingga mereka
meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka. Kaum muslim menguasai
segala sesuatu yang mereka tinggalkan, atau bisa juga akibat ketakutan
orang-orang kafir sehingga mendorong mereka mengerahkan diri kepada kaum muslim
dengan harapan kaum muslim berbuat baik kepada mereka dan tidak memerangi
mereka. Hal ini dilakukan mereka disertai dengan penyerahan sebagian dari tanah
dan harta benda mereka – contohnya adalah peristiwa yang terjadi pada penduduk
Fadak yang beragama Yahudi. Inilah makna fai’ yang dimaksud oleh firman Allah
swt. dalam surat al Hasyr, yaitu:
!$tBur uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu öNåk÷]ÏB !$yJsù óOçFøÿy_÷rr& Ïmøn=tã ô`ÏB 9@øyz wur 7U%x.Í £`Å3»s9ur ©!$# äÝÏk=|¡ç ¼ã&s#ßâ 4n?tã `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇÏÈ
“Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak
mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang
memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Hasyr: 6)
[1465] Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa
terjadinya pertempuran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah.
ghanimah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran.
pembagian Fai-i sebagai yang tersebut pada ayat 7. sedang pembagian ghanimah
tersebut pada ayat 41 Al Anfal dan yang dimaksud dengan rampasan perang
(ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui
pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian
dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat
al-Hasyr.Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan
RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir
miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada
yang ikut bertempur.
Hal ini telah terjadi pada harta Bani Nadlir dan Fadak, yang diperoleh
tidak dengan pengerahan pasukan berkuda maupun unta kaum Muslim. Oleh karena
itu harta ini benar-benar menjadi milik Rasulullah SAW. Harta ini sebagian
dibelanjakan oleh beliau saat masih hidup untuk keperluan keluarganya selama
setahun, dan sisanya dijadikan oleh beliau untuk keperluan amunisi dan
penyediaan senjata yang akan digunakan dalam perang di jalan Allah. Setelah
beliau wafat, Abu Bakar dan Umar melanjutkan apa yang telah beliau lakukan.
Harta Fai’ adalah salah satu pos pendapatan Baitul Mal dalam Daulah
Khilafah. Harta Fai’ sendiri bisa diperoleh ketika Daulah Khilafah telah
ditegakkan. Sebelum Khilafah ada, maka konsep fai’ belum bisa diterapkan.
Karena itu termasuk kebijakan negara. Diantara pembagian dan prosedur pembagian
harta Fai’ antara lain:
1. 1/5 (ditashorufkan)
2. 4/5 diperuntukkan bagi
:
·
Para pejuang perang
·
Para pejuang yang sudah gugur
·
Hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan orang mu`min.
c. Amwal
fadhla, berasal dari harta benda kaum
muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang orang
muslim yang meninggalkan negerinya
3. dharibah):
pengeluaran wajib.(uyuran wajib)
a. Jiziyah
Jizyah adalah pungutan harta yang dikenakan atas setiap kepala. Kata jizyah
itu diambil dari kata al-jaza yang artinya balasan. Sehingga dapat bermakna
iuran Negara (dharibah) yang diwajibkan atas orang-orang ahli kitab
sebagai imbangan bagi usaha membela mereka dan melindungi mereka atau sebagai
imbangan bahwa mereka memperoleh apa yang diperoleh orang-orang Islam sendiri,
baik dalam kemerdekaan diri, pemeliharaan harta, kehormatan dan agama.
Jizyah merupakan harta umum yang dibagikan untuk kemaslahatan rakyat, dan
wajib diambil setiap satu tahun. Hukum jizyah adalah wajib berdasarkan nash
Al-Quran. Allah swt. berfirman:
(#qè=ÏG»s% úïÏ%©!$# w cqãZÏB÷sã «!$$Î/ wur ÏQöquø9$$Î/ ÌÅzFy$# wur tbqãBÌhptä $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qßuur wur cqãYÏt tûïÏ Èd,ysø9$# z`ÏB úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èã spt÷Éfø9$# `tã 7t öNèdur crãÉó»|¹ ÇËÒÈ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.(At-Taubah; 29)
Dari penjelasan ayat di atas menurut sebagian ahli tafsir mendefinisikan
Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari
orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan keamanan bagi diri mereka.
Kaitannya dengan penetapan jizyah bagi kelompok nonmuslim ini, dapat
dikategorikan menjadi empat kelompok, antara lain:
1. Orang-orang Arab
Musyrik. Dalam hal ini ulama sepakat untuk tidak mengambil atau menerima jizyah
dari mereka, sebab bagi mereka hanya ada dua pilihan yaitu masuk Islam atau
diperangi.
2. Orang-orang Yahudi dan
Nasrani sebagai golongan ahlul kitab berdasarkan ketetapan nash Al-Quran,
sehingga dari kelompok ini diterima pengeluaran jizyahnya.
3. Orang-orang Majusi dan
Shabi’un dapat diterima jizyahnya berdasarkan kesepakatan sahabat, karena
Rasulullah-pun sendiri berdasarkan riwayat beberapa hadist pernah menerima dan
mengambil jizyah dari kelompok ini.
4. Orang-orang non muslim
lainnya seperti penyembah patung dan sebagainya tidak ada ketetapan yang pasti
untuk pengambilannya, baik yang berasal dari al-Quran maupun al-Hadis.
Dalam hal ini masalah penerimaannya adalah bersifat ijtihadi, tergantung
pada kemaslahatan dan pertimbangan yang berwenang (ulil amri). Dengan demikian
yang dimaksud dengan ahlu dzimmah disini adalah setiap warga negara Islam dari
kalangan non muslim yang berasal dari golongan ahlul kitab (Yahudi dan
Nasrani), ataupun yang berasal dari kelompok non ahlul kitab seperti Majusi,
Shamiri maupun Shabi’ah, baik yang berasal dari bangsa Arab ataupun yang
lainnya seperti bani Tughlab dan Najran. Dinamakan demikian karena mereka
menjadi tanggungan kaum muslimin untuk memberikan perlindungan atas jiwa,
kehormatan dan harta mereka.
Jizyah ditinjau dari kadarnya ada dua macam, yaitu:
1. Jizyah Shulhiyah
Shulhiyah yaitu jizyah yang dikenakan berdasarkan perdamaian sudah tentu
kadarnya sesuai dengan apa yang disepakati. Rasulullah SAW pernah melakukan
jizyah yang semacam ini dengan Nasrani Najron yaitu dengan membayar persalinan
pakaian. Umar pernah pula melakukannnya dengan mewajibkan mereka dengan dua
kali lipat dari yang diambil dari muslim.
2. Jizyah Ghair Shulhiyah
Jizyah ghair shulhiyah dalam hal ini membagi golongan dzimmi menjadi tiga
kreteria, yaitu:
a) Golongan orang-orang
kaya bagi mereka dikenakan 48 dirham.
b) Golongan menengah yang
dikenakan kepada mereka 24 dirham.
c) Golongan fakir yang
masih dapat bekerja, bagi mereka dikenakan 12 dirham.(Menurut pendapat Imam Hanafi)
Akan tetapi dalam menentukan kriteria kaya mereka berbeda pendapat, ada
yang mengatakan bahwa orang yang memiliki harta senilai 10.000 dirham ke atas adalah
kaya, yang memiliki 200 dirham ke atas adalah golongan menengah, dan yang
kurang dari 200 dirham adalah fakir.
Menurut As-Syafi’i, jizyah ditentukan minimalnya 1 dinar dan maksimalnya
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah yang bersangkutan. Sedangkan menurut
Imam Malik minimal dan maksimalnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah.
Pada masa Nabi Muhammad SAW dan pada masa khalifah Abu Bakar, penetapan besar
kadar jizyah ini tidak dilakukan, hanya dilihat menurut keadaan yang
sepantasnya atau berdasarkan perjanjian dan kerelaan yang bersangkutan. Barulah
pada masa Umar bin Khattab, tatkala wilayah Islam semakin meluas, ditetapkan
tiga kategori penduduk pembayar jizyah yang berbeda, yang kemudian diambil
sebagai patokan tetap Imam Hanafi seperti yang dipaparkan di atas.
Disamping itu, ia juga menetapkan bahwa daerah-daerah yang menggunakan mata
uang emas, seperti mesir dan syiria, pembayaran jizyahnya dalam bentuk uang
emas (dinar). Sedangkan untuk wilayah yang menggunakan mata uang perak (dirham),
seperti Mesopotamia, Bahrain, dan beberapa daerah lain, pembayaran jizyahnya
dengan menggunakan dirham dengan perbandingan satu dinar ditetapkan sama dengan
12 dirham.
b. Kharaj:
Kharaj secara
sederhana dapat diartikan sebagai pajak tanah. Pajak tanah ini dibebankan atas
tanah non-muslim dan dalam hal-hal tertentu juga dapat dibebankan atas umat
islam.
Kharaj pertama
kali dikenal dalam umat islam setelah perang khaibar. Pada saat
itu rasulullah saw. memberikan dispensasi kepada penduduk yahudi khaibar untuk
tetap memiliki tanah mereka, dengan syrat mereka memberikan sebagian hasil
panennya kepada pemerintah islam. Dalam sejarah pemerintah islam kharaj
merupakan sumber keuangan Negara yang dikuasai oleh komunitas
(pemerintah), bukan oleh sekelompok orang.
Kharaj dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu kharaj sebanding (proporsional) dan kharaj yang
tetap. Jenis pertama dikenakan secara proporsional berdasarkan total hasil
pertanian, misalnya seperdua, sepertiga atau seperlima dari hasil yang
diperoleh. Sedangkan bentuk kedua dibebankan atas tanah tanpa membedakan status
pemiliknya, apakah anak-anak atau dewasa, merdeka atau budak, perempuan atau
laki-laki, muslim atau non-muslim. Kewajiban membayar kharaj hanya sekali
setahun, meskipun panen yang dihasilkannya bisa tiga atau empat kali setahun.
Jumlah pajak
yang pernah dipraktikan dalam pemerintahan islam beragam, sesuai dengan kondisi
sosial masyarakat yang wajib membayarnya dan tanah pertaniaannya. Khalifah
umar, misalnya menetapkan jumlah kharaj sawad al-iraq dengan ketentuan
satu dirham untuk setiap jarib dan satu qafidz gandum untuk tanah
yang terdiri dari sejumlah sungai dan kanal. Untuk tanah sawad,
komposisi jumlah pajak perjarib adalah sebagai berikut:
1. Anggur, 10 dirham
2. Kurma, 8 dirham
3. Tebu, 6 dirham
4. Gandum, 4 dirham
5. Kapas, 5 dirham
Menyangkut
teknis pengumpulan kharaj biasanya dilakukan oleh sebuah tim atau
dewan yang diberi wewenang oleh pemerintah dalam melaksanakan tugasnya.
Misalnya, Sa’d bin Abi Waqqash menetapkan pengumpulan dan pembayaran pajak
tanah sawad dikoordinir oleh para tuan tanah. Bahkan pada tahun 20 H, umar
membentuk satu lembaga kementerian khusus (Diwan al-Khawaraj) yang
dipercayakan melakukan tugas pengumpulan pajak hasil bumi.
Menurut
Sayyid Sabiq, ulama Mesir kontemporer, jika kharaj ini merupakan sewa tanah
maka ukuran atau besarnya pajak diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah.
Karenanya kharaj bisa berubah sesuai dengan perubahan situasi, kondisi
dan waktu serta tempat. Ketentuan ini tiadak harus mengacu kepada kebijaksanaan
Umar.
c. Ushr :beya jukai ,kewajiban dari hasil
konsumsi dll,
d. Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar
yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran
negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa Perang Tabuk,.
3. Sadekah
.
a. Infak
b. Wakaf
Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang
disebabkan Alloh dan pendapatannya akan didepositokan ke Baitul Maal,
4. Pengeluaran
(expenditure)
a. Miskin
berupa zakat
b. Rutin
berupa
Kemudian dalam masukan dan
pengeluaraan negara atu sering disebut dengan
kebijakan fiskal.adapun
kebijakan-kebijakan fisakal yang darat dilihat dari besar dan kecilnay
pengeluaran dan pendapatan suatu negara adalah sbb:
1. Jika
GR>GE maka disebut kebijakan surplus.
2. Jika
GE<GE maka disebut dengan kebijakan depisit.
3. Jika
GR=GE maka disebut dengan kebijaka seimbang
Ket :
·
GR = pendapatan suaru negara
/masukan suatu negara
·
GE= pengeluaran suatu negara/belanja
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar