Jumat, 06 November 2015

Perkembangan Politik Hukum Dan Pengaruhnya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif Di Indonesia

MAKALAH
POLITIK HUKUM
Perkembangan Politik Hukum Dan Pengaruhnya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif Di Indonesia


OLEH
IJAN SURYADI                                                                                               NIM:152.121.020



JURUSAN MUAMALAH                                                                                        FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM                                                      INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM                                              2015



KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempuena, seawat dan serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad Asw,berserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya hinggan hari kiamat.
Makalah yang berjudul Perkembangan Politik Hukum Dan Pengaruhnya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif Di Indonesia ini merupakan makalah yang mengkaji tentang penerapan dan perkembangan hokum waris di Indonesia yang diakibatkaln oleh polituk hokum, Dengan demikian maka makalah ini akan mengakaji materi tengang Perkembangan Politik Hukum Dan Pengaruhnya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif Di Indonesia  yang pembahasan nya akan di bahan pada bab selanjutnya.
Demikianlah  kata pengatar yang bisa kami samapaikan mudah-mudahan makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua. Aimin
                                                                       
     Mataram, 2 November 2015
                                                                                                  Penulis
                                                   DAFTAR ISI


HALAM SAMPUL...............................................................................        i
KATA PENGANTAR.........................................................................        ii
DAFTAR ISI .........................................................................................        iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah...............................................................        1
B.     Rumusan masalah........................................................................        3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Politik Hukum di Indonesia ................................        4
B.     pengaruh Perkembangan Politik Hukum terhadap Hukum Waris               Positif                                          7
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .................................................................................        16
B.     Saran   .........................................................................................        16
DAFTAR PUSTAKA





BAB II
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hukum adalah seperangkat peraturan tingkah laku yang berisi perintah/ anjuran, larangan, dan ada sanksi (upaya pemaksa) bagi para pelanggarnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hukum bagi masyarakat Indonesia di masa ini dan masa yang akan datang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang mempunyai tujuan negara yang berorientasi pada konsep negara kesejahteraan dengan sendirinya hukumnya akan mengarah pada pencapaian tujuan hukum tersebut.
Berdasarkan pasal II AP UUD 1945 yang sekarang telah berubah menjadi pasal I AP UUD 1945 amandemen telah mengisyaratkan kepada pembentuk undang-undang di Indonesia agar dapat mewujudkan cita-cita hukum nasional. Untuk dapat memenuhi cita-cita hukum diperlukan pembangunan hukum dan pembinaan hukum. Pembangunan hukum mengarah kepada pengertian pembentukan hukum baru dengan antara lain dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu, sedangkan pembinaan hukum berorientasi dengan melakuakan sebuah pembinaan terhadap hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat dan dilakukan sebagai langkah yang strategis untuk mencapai pembangunan hukum nasional yang tidak lagi mengenal penggolongan penduduk dan bersifat unifikasi.
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat ditandai dengan adanya perubahan masyarakat dan perubahannya tersebut sudah terarahkan atau diarahkan tercapainya politik hukum dibidang hukum yang ditetapkan oleh pembentuk undang-undang.
Dalam Hukum Waris politik hukumnya dimulai dengan melakukan perubahan pada aspek hukum keluarga dan perkawinan melalui Undang-Undang No 1 Tahun 1974.
Maka untuk penyusunan hukum nasional diperlukan adanya konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum yang berasal dari hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju ke arah Unifikasi Hukum yang terutama akan dilaksanakan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan.
Salah satu inti dari unsur hukum adat guna pembinaan hukum  waris nasional dalam Hukum Waris Adat, oleh karenanya bahan-bahan hukum waris adat perlu diketengahkan dengan jalan melakukan penelitian kepustakaan yang ada maupun penelitian di lapangan untuk dapat mengetahui dari berbagai system dan asa hukum waris adat yang terdapat di seluruh wawasan nusantara ini dapat di cari titik temu.dan kesesuainya dengan kesadaran hukum nasional
Menurut perkiraan kita kesadaran hukum nasional yang menyangkut hukum waris adat adalah pada tempatya apabila hak-hak kebendaan atau warisan tidak lagi dibedakan antara pria dan wanita untuk sebagian besar bangsa Indonesia dalam hal ini kita berada pada garis demokrasi antara hukum adat dengan Islam yang mana hukum Islam itu pada sebagian besar masyarakat yang beragama Islam belum berlaku sebagaimana mestinya. Di sebagian besar masyarakat kecuali di beberapa daerah atau pada kelompok terbatas masih berpegang pada hukum waris adat kemudian mengenai hukum waris adat itu sendiri terhadap sistem dan asas-asas hukumnya yang berbeda-beda.
B.     Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat di ambil rumusan masalah :
1.      Bagaimanakah Perkembangan Politik Hukum di Indonesia ?
2.      Apa pengaruh Perkembangan Politik Hukum terhadap Hukum Waris Positif ?












BAB II
PEMBAHASAN
A.Perkembangan Politik Hukum
Dilihat dari perubahan masyarakat karena pengaruh hukum, maka kajian ini sudah menyentuh sudut pandang Politik Hukum Nasional. Menurut Bellefroid politik hukum adalah suatu disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang cara bagaimana merubah ius constitutum menjadi ius constituendum, atau menciptakan hukum baru untuk mencapai tujuan mereka. Selanjutnya kegiatan politik hukum meliputi mengganti hukum dan menciptakan hukum baru karena adanya kepentingan yang mendasar untuk dilakukan perubahan sosial dengan membuat suatu regeling (peraturan) bukan beschiking (penetapan).[1]
Dalam kajian politik hukum dengan sendirinya akan memperhatikan fungsi hukum, seperti yang disebutkan oleh Roscou Pond:
1.      Law as a tool of social control, yaitu hukum sebagai alat pengendali masyarakat. Artinya hukum berfungsi sebagai penjaga tata tertib masyarakat.  Apabila ada yang melanggar akan dikenai sanksi sebagai wujud dari fungsi kontrol sosialnya. Dalam hal ini hukum berposisi di belakang masyarakat.
2.      Law as a tool of social engineering, yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Dalam hal ini hukum berposisi berada didepan masyarakat, hukum membawa dan menggerakkan masyarakat untuk berubah dan bergerak kearah yang telah ditentukan.
Selain kedua fungsi hukum tersebut di atas, oleh Muchsan ditambah dengan satu fungsi lagi, yaitu sebagai law as a tool of social empowering, yaitu hukum berfungsi sebagai yang memberdayakan masyarakat, agar masyarakat ikut berperan/ berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam hal ini hukum berposisi di dalam masyarakat.[2]
 Dalam politik hukum ada salah satu fungsi hukum yang menonjol, yaitu sebagai law as a tool of social engineering. Artinya hukum sebagai produk politik hukum akan menjadi sangat berpengaruh dalam perubahan masyarakat, sebab melalui hukum tersebut masyarakat berubah secara menyeluruh pola perilakunya untuk menyesuaikan dengan ketentuan hukum yang diberlakukan.
Hukum waris di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka-ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan ketentuan Pasal 163 IS Jo. Pasal 131 IS. Golongan penduduk tersebut terdiri dari :
a.       Golongan Eropa
b.      Golongan Timur Asing
c.       Golongan Bumi Putera.
Dan untuk hukum waris positif atau hukum waris yang sedang berlaku di Indonesia terbagi menjadi 3 macam hukum waris. Hukum waris tersebut adalah :[3]
a.       Hukum waris adat.
b.      Hukum waris Islam.
c.       Hukum waris BW/ perdata.
Dalam pemakaian hukum waris di setiap golongan-golongan tersebut diberlakukan berbeda-beda, hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
a.       Golongan Eropa : menggunakan hukum waris BW/ perdata.
b.      Golongan Timur Asing :
1)      Cina : menggunakan hukum waris BW/ perdata.
2)      Bukan : Cina menggunakan hukum waris adat.
c.       Golongan bumi putera : menggunakan hukum waris adat/ hukum waris Islam.
Dasar hukumnya dan juga dapat diambil beberapa teaching point yaitu :
1)      Secara normatif bahwa hukum waris adalah bagian dari tata hukum Hindia Belanda yang berlaku di Indonesia.
2)      Adanya ketentuan pasal 163 IS yo pasal 131 IS, yang dimana pasal-pasal tersebut mengatur mengenai pergolongan rakyat dan pluralisme hukum. Dan juga dalam pasal-pasal ini politik hukum ikut diberlakukan.
Atas pertimbangan secara historis sejak pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan sekarang ternyata terdapat pergeseran dan perbedaan arah politik hukumnya. Pada jaman pemerintahan Hindia Belanda Politik Hukumnya terlihat pada adanya Politik Pergolongan Rakyat, yang dibagi dalam 3 golongan yaitu: Golongan Eropa, Golongan Timur Asing, dan Golongan Bumi Putera. Selanjutnya keadaan tersebut diteruskan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan sedikit-sedikit dan secara bertahap dilakukan perubahan ke arah hanya ada 1 golongan masyarakat yaitu Masyarakat Nasional.
Arah politik hukum dari pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi masih adanya golongan rakyat tersebut dan adanya perkembangan kewenangan Pengadilan Negeri maupun kewenangan Pengadilan Agama, khususnya di bidang Hukum Kewarisan yang dihadapkan pada adanya Pemilihan Hukum, ternyata menggambarkan adanya cara berfikir yang tidak lagi didasarkan pergolongan rakyat, akan tetapi berorientasi pada hak yang dimiliki Pengadilan Negeri maupun oleh Pengadilan Agama. Dan di sisi lain apabila menyinggung pembicaraan tentang Hukum Adat pandangan kita akan tertuju pada gambaran adanya masyarakat setempat yang di Indonesia terdapat banyak sekali corak dan bentuk dari masyarakat setempat dan terdapat pula adanya aneka ragam agama yang dianut oleh masyarakat. 

B.Pengaruh Perkembangan Politik Hukum terhadap berlakunya Hukum Waris Positif.
yakni golongan warga negara Indonesia tanpa diembel-embeli, maka sudah pada Dengan dihapuskan penggolongan warga negara Indonesia berdasarkan keturunan atau class menjadi hanya hanya 1 (satu) golongan warga negara            tempatnya berlaku pula hukum kodifikasi untuk golongan warga negara tersebut. Akan tetapi di dalam kenyataannya sampai saat ini cita-cita untuk membentuk Hukum Kewarisan Nasional belum juga terwujud.
Suasana pluralistis Hukum Kewarisan, kenyataannya masih tetap mewarnai sistem dan penerapan Hukum Kewarisan di Indonesia. Pada hal sebagai negara yang telah lama merdeka sudah pada tempatnya apabila Hukum Kewarisan yang berlaku di dalam masyarakat berbentuk kodifikasi dan unifikasi. Karena dengan hukum kodifikasi dan unifikasi dapat menjadi sarana efektif di dalam mempererat  rasa  persatuan  dan  kesatuan bangsa, di samping untuk menciptakan kepastian dan ketertiban hukum di dalam masyarakat tanpa meninggalkan prinsip-prinsip atau kaedah-kaedah agama dan kepercayaan yang dianut masyarakat.[4]
Agar lebih memudah memahami bagaimana pengaruh dari perkembangan poltik hukum, kita dapat menganalisanya melalui produk hukumnya yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang-Undang No 7 Tahun 2009.
1.      Pengaruh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai produk unifikasi hukum terhadap Hukum Waris Positif di Indonesia
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka dalam hal ini berlaku asas “Lex Posterior Derogate Lex Priori“, yaitu bahwa undang-undang baru membatalkan undang-undang terdahulu sejauh undang- undang tersebut mengatur hal yang sama.[5]
Dan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut maka tidak diberlakukan lagi hukum perkawinan yang diatur dalam KUHPerdata. Dan konsekuensinya adalah bagi orang- orang yang melakukan perkawinan sebelum diberlakukan UU Nomor 1 Tahun 1974 mereka tunduk pada sistem hukum waris KUHPerdata (BW), dan bagi orang- orang yang melakukan perkawinan setelah adanya UU No 1 Tahun 1974 maka tidak diberlakukan lagi hukum waris menurut KUHPerdata.
Indonesia mengenal tiga macam sistem hukum waris sebagai hukum positif yaitu Sistem Hukum Waris KUH Perdata (BW), Sistem Hukum Waris Adat dan Sistem Hukum Waris Islam. Hal ini berdasarkan atas ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, secara yuridis yang dimaksud dengan peralihan yaitu berlaku sementara sepanjang belum ditentukan hukum yang baru atas dasar UUD 1945 sebagai Hukum Nasional. Sistem hukum waris positif saat ini hanya berlaku sementara atas dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, sampai terbentuk peraturan baru yang bersumber dan berdasarkan atas UUD 1945 dan Pancasila. Sebagai suatu sistem, hukum waris mempunyai hubungan yang bersifat sistemik dan sebagai akibat dari Sistem Hukum Keluarga dan dan Hukum Perkawinan. Dengan berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan, Kedudukan suami Isteri di dalam perkawinan dan Harta Benda Perkawinan yang berbeda dengan prinsip KUH Perdata (BW).
Sejak berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketiga Sistem Hukum Waris Positif posisinya mulai terlihat bersifat sementara, terutama Sistem Hukum Waris BW. Sebagai konsekuensinya, Hukum Perkawinan yang diatur dalam KUH Perdata (BW) dinyatakan tidak berlaku lagi sejak saat di undangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka Sistem Hukum Waris KUH Perdata (BW) hanya berlaku bagi orang yang semula tunduk kepada KUH Perdata (BW) yang melangsungkan perkawinannya sebelum di berlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974, sedangkan mereka yang yang melakukan perkawinan seteleh di berlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tidak lagi diberlakukan ketentuan hukum waris menurut KUH Perdata (BW). Untuk Sistem Hukum Islam dan Sistem Hukum Adat masih berlaku sebagai hukum positif karna secara historis kedua sistem tersebut telah lama hidup dan berlaku dalam masyarakat yang sama yaitu masyarakat Indonesia yang beragama Islam, khususnya dalam bidang Hukum waris kedua sistem tersebut memegang peranan penting dalam mewujudkan cita-cita hukum yaitu sebagai sumber hukum terbentuknya Hukum Nasional. Berbeda dengan posisi Sistem Hukum Waris KUH Perdata (BW), Sistem Hukum Waris Islam dan Sistem Hukum Waris Adat kedepan akan menjadi sumber hukum potensial dalam terbentuknya Hukum Waris Nasional.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan salah satu bentuk produk Hukum Nasional yang bersumber dan berdasarkan atas UUD 1945 dan Pancasila. Berkaitan dengan bidang hukum waris, maka dalam hal ini pembentuk Undang-undang melalui UU No. 1 Tahun 1974  melakukan perubahan politik hukum terhadap aspek hukum keluarga dan perkawinan.
bertujuan membentuk keluarga, dan keluarga akan menjadi dasar pembentukan masyarakat nasional (basic sosial structure). Dengan di tetapkannya politik hukum di bidang hukum keluarga dan perkawinan maka prinsip-prinsip dasar keluarga yang di berlakukan secara nasional merupakan nilai baru yang menjadi arah dalam melakukan sosial engeneering. Perubahan yang dimaksud ialah perubahan masyarakat secara revolusioner yang berorientasi pada politik hukum nasional yaitu unifikasi hukum dan tidak adanya pergolongan penduduk dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negara Indonesia sehingga tidak lagi berorientasi pada politik hukum Pemerintahan Hindia Belanda yaitu pluralisme hukum dan adanya pergolongan penduduk di Indonesia.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 merupakan bentuk unifikasi hukum berdasarkan politik hukum nasional dan di berlakukan bagi seluruh warga negara Indonesia di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. secara normatif terjadi perubahan revolusioner dan mendasar terhadap sistem hukum perkawinan dan struktur hukum keluarga masyarakat Indonesia karena Undang-undang tersebut di berlakukan secara serentak bagi seluruh warga negara Indonesia sejak saat di berlakukan.
Dengan telah di berlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bagi seluruh warga negara Indonesia termasuk yang beragama Islam, maka para ulama membentuk Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hasil dari interpretasi hukum mengenai hukum keluarga dan perkawinan serta hukum waris dengan berlandaskan Inpres No. 1 Tahun 1991.
UU No. 1 tahun 1974 ini sangat berarti dalam perkembangan Peradilan Agama di Indonesia, karena selain menyelamatkan keberadaan Peradilan Agama sendiri, sejak disahkan UU No. 1 tahun 1974 tentanng Perkawinan jo. PP No. 9 tahun 1975 tentang peraturan Pelaksanaanya, maka terbit pulalah ketentuan Hukum Acara di Peradilan Agama, biarpun baru sebagian kecil saja. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menampak menjelaskan kedudukan Peradilan Agama dalam sistem peradilan di Indonesia. Hanya saja putusan dan penetapan Pengadilan Agama tidak dapat dilaksanakan sebelum ada pengukuhan dari Peradilan Umum.
Sebelum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama Hukum Waris Positif masih berorientasi pada politik hukum Pemerintah Hindia Belanda yaitu, adanya pluralisme hukum dan pergolongan penduduk. Satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara warisan adalah Pengadlan Negeri, opsi hukum atau choice of law terjadi karena golongan penduduk dari masyarakat Bumi Putera yang beragama Islam berada pada dua wilayah hukum, yaitu Hukum Islam dan Hukum Adat.
Jika mereka tidak menggunakan haknya untuk melakukan pilihan hukum maka oleh Pengadilan Negeri akan diterapkan Hukum Adat dan dalam pandangan Pemerintah Hindia  Belanda Hukum Islam bukan Undang-undang melainkan hanya bagian dari Hukum Adat. dalam hal ini para pihak dapat mengajukan permohonan pada hakim agar perkara warisnya di periksa dan di adili dengan menggunakan Hukum Islam. Pada waktu itu Pengadilan Agama hanya mempunyai kewenangan dalam aspek NTR (Nikah, Talak, dan Rujuk).
Arah politik hukum dari pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi masih adanya golongan rakyat dan adanya perkembangan kewenangan Pengadilan Negeri maupun kewenangan Pengadilan Agama, khususnya di bidang Hukum Kewarisan yang dihadapkan pada adanya Pemilihan Hukum, ternyata menggambarkan adanya cara berfikir yang tidak lagi didasarkan pergolongan rakyat, akan tetapi berorientasi pada hak yang dimiliki Pengadilan Negeri maupun oleh Pengadilan Agama. Dan di sisi lain apabila menyinggung pembicaraan tentang Hukum Adat pandangan kita akan tertuju pada gambaran adanya masyarakat setempat yang di Indonesia terdapat banyak sekali corak dan bentuk dari masyarakat setempat dan terdapat pula adanya aneka ragam agama yang dianut oleh masyarakat.
Dengan berlakunya Undang-Undang tentang Peradilan Agama maka hal itu semakin menegaskan bahwa Politik Hukum di Indonesia tidak lagi mengenal Penggolongan Penduduk dengan diperluasnya kewenangan mengadili dari Pengadilan Agama untuk memeriksa, dan menyelesaikan pembagian warisan bagi WNI yang beragama Islam, dan kepada mereka diperkenalkan Opsi Hukum (pasal 49 Undang-Undang No 7 tahun 1989).
Tetapi kemudian dengan lahirnya Undang-Undang No 3 tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama maka semakin menambah kejelasan Politik Hukum di Indonesia/Nasional dengan mempertegas diterapkannya Pengadilan Agama dengan menghilangkan Opsi Hukumnya.
2.      Pengaruh Undang-Undang No 7 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama sebagai produk unifikasi hukum terhadap Hukum Waris Positif di Indonesia.
Pada tahun 1989, pemerintah menetapkan UU No. 7 tahun 1989 yakni UU Peradilan Agama (UUPA). Undang-Undang ini menetapkan wewenang Pengadilan Agama untuk menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan warisan atau faraid. UUPA telah diamandemen menjadi UU No. 3 tahun 2006. Kewenangan Peradilan Agama diperluas. Tidak hanya sebatas mengadili masalah perkawinan, waris, wasiat, hibah, sedekah, wakaf orang Islam, tetapi juga bidang usaha ekonomi syari’ah. 













BAB III
PENUTUP
A.kesimpulan
Perkembangan Politik Hukum terhadap hukum waris positif di Indonesia Politik hukum di Indonesia mengalami perkembangan, dari yang awalnya menganut konsep Penggolongan Penduduk dan Pluralisme Hukum berkembang menjadi hanya ada 1 Golongan Penduduk dan Unifikasi Hukum.
Pengaruh Perkembangan Politik Hukum terhadap Hukum Waris Positif Dengan dihapuskan penggolongan warga negara Indonesia berdasarkan keturunan atau class menjadi hanya hanya 1 (satu) golongan warga negara yakni golongan warga negara Indonesia tanpa diembel-embeli, maka sudah pada tempatnya berlaku pula hukum kodifikasi untuk golongan warga negara tersebut. Akan tetapi di dalam kenyataannya sampai saat ini cita-cita untuk membentuk Hukum Kewarisan Nasional belum juga terwujud.
B.Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Ali.. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. (Jakarta : Rineka Cipta. 1997)
Ahlan Sjarif, Surini.. Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). (Jakarta : Ghalia Indonesia. 1986)
Ependi Perangin,hokum waris,(jakrta, PT Raja Grapindo Persada, 2008)
Eman Suparman,hokum waris di Indonesia,(Bandung, PT Rafika Aditama, 2007)
Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Indonesia Menurut : Perundangan Hukum Adat, Hukum Agama Hindu-Islam. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Cet. II. 1996. )
Mohd. Idris RamulyoBeberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek). (Jakarta : Sinar Grafika. . 1996. )
Moh.Mahfud MD,politik hokum di Indonesia,(Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, November 2012)
.membangun politik hokum menegakkan konsitusi, (Jakarta,pustaka LP3ES Indonesia,2006)
Satrio, J.. Hukum Waris. (Bandung : Alumni. 1992)
Sudarsono,hokum waris dan system birateral,(Jakarta,PT Rineka Cipta, oktober 1994)




[1] Moh.Mahfud MD,politik hokum di Indonesia,(Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, November 2012) hlm.9
[2] Moh.Mhgfud MD.membangun politik hokum menegakkan konsitusi,(Jakarta,pustaka LP3ES Indonesia,2006) hlm.13
[3] Ependi Perangin,hokum waris,(jakrta, PT Raja Grapindo Persada, 2008) hlm.29
[4]Eman Suparman,hokum waris di Indonesia,(Bandung, PT Rafika Aditama, 2007) hlm.23
[5] Sudarsono,hokum waris dan system birateral,(Jakarta,PT Rineka Cipta, oktober 1994) hlm.174

hukum asuransi menurut islam

MAKALAH
ASURANSI SYARIAH
HUKUM ASURANSI MENURUT ISLAM,TINJAUAN HUKUM TAKLIFI,TINJAUAN HUKUM AL-QUR’AN DAN HADIS SERTA TINJAUAN HUKUM FIQIH.




OLEH
IJAN SURYADI                                                                                                                 NIM :152.121.020

SUARNI                                                                                                                             NIM :152.121.005



JURUSAN MAUAMALH                                                                                      FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM                                                   INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)                                                 MATARAM 2014


DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI.........................................................................................        1
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar belakang.............................................................................        2
B.   Rumusan msalah..........................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Tinjuan dasar hukum taklifi.........................................................        3
B.    Tinjuan dasar hukum al-qur’an dan hadis....................................        8
C.    Tinjuan dasar hukum fiqih...........................................................        15
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................        17
B.    Saran............................................................................................        17
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
                  Didalam melakukan suatu perbuatan,baik perbuatan yang semata-mata untuk mengapdikan diri kepada Allah SWT,maupun semata-mata untuk kebutuhan kita dan orang lain,kebutuhan kida dalam sehari-hari tidak lain kebayakan dihasilkan dengen malakukan usaha,namun di dalam islam tidak segalany perktik usaha itu dibolehkan didalam islam batasan-batasan tersindiri yang harus diperhatiak oleh seorang mukmin seperti melarang perktik riba,judi dan menipu.
                  Begitu pula didalam asuransi ,islam sangat memperhatikan habluminan nas (berhubungan deangan manusia) ,didalam berhubungan dengan manusia salah satu bentu konkrit yang paling  nyata adalah saling membantu,baik dalam membatu mengurang kesulitan serta  mengurasi penderitaan,sehingga didalam islam tujuan yang paling utama adalah terciptanya muqasit syariah yang benar-benar nyata didalam masyarakat.
                  Salah satu bentuk tolong menolong yang dibuat sedemikian rupa bentuknya adalah asuransi,asuransi merupakan suatu lembaga dan organisasi yang semata-mata dibuat untuk mengurangi kesulitan sesama manusia dan juga saling membetu satu sama lain yang membutuhkan ,sehingga dengen demikian kedialan dan kesejahtraan dalam memperdayaat umat bisa terwujut.
B.     Rumusan masalah.
                  Ketika kita mempelajari tentang suatu yang dapat memberikan mampaat,dengen melakukan kerjasama dan lainya dalam bentuk asuransi,namun semua harus didasarkan kepada aturan yang jelas ,sehingga mengasilkan suatu yang tidak menjadi perdebatan serta merugikan orang laian sehingga diantara masalah-masalah  yang timbul adalah.dasar hukum yang ditinjau dari,hukum taklifi,al-quran dan hadis serta fiqih.
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM ASURANSI MENURUT ISLAM

A.    Tinjauan hukum taklifi
1. Pengertian hukum taklifi
       Hukum taklifi adalah :hukum yang mengandung perintah ,larangan atau member pilihan terhadap seorang mukallaf,hubungan dengen hukum taklifi terbagi menjadi lima diantaranya sbb:[1]
a.    Ijab ,(kewajiban) ,yaitu ayat atau hadis dalam bentuk perintah yang mengharuskan untuk melakukan sesuatu perbuatan,
b.    Nadb (anjuran untuk melakukan) yaitu,ayat atau hadis yang menunjukkan untuk melakukan suatu perbuatan.
c.    Tahrim (melarang) yaitu,ayat atau hadis yang melarang secara pasti untuk melakukan sesuatu.
d.   Karahah yaitu,ayat atau hadis yang menganjurkan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
e.    Ibahah yaitu ayat atau hadis yang member pilihan seseorang untuk melakukan sesuatu meningalkan suatu perbuatan.
                Pembagian di atas adalah hukum yang dilihat sebagai ,selnjutnya dalam membicarakan pembagian hukum taklifi ini,istilah hukum digunakan kepada sifat perbuatan mukalaf  dari sisi ini hukum taklifi maka hukum taklifi dibagi menjadi liam sbb:
a)    Wajib
b)   Mubah
c)    Haram
d)   Makruh
e)    Mubah.
2. Tinjauan hukum taklifi
                Sebagian kalangan islam beranggapan bahwa konsep asuransi pada dasarnya sama dengen menentang qadha dan qadhar yang telah ditetapkan  oleh allah SWT,atau bertentangan dengan takdir,islam pada dasarnya mengaku bahwa kecelakaan,kemalangan dan kematian merupakan takdir yang sudah ditetapkan dan digariskan oleh allah SWT,karna itulah terdapat beberapa pandangan diantara ulama tentang asuransi itu sendiri.
a.      Haram
          Para ulama dan pemikir islam yang menganut pandangan yang mengharamkan asuransi diantaranya adalah : Muhammad Amin Bin Umar,atau bisa dikenal dengen nama Syekh Ibnu A bidin,yang merupakan salah seorang fuqha islam mazhab hanafi,dalam bukunya yang terkenal,Hasyiha  Ibnu  Abidin,ia menyatakan bahwa,tidak diijinkan para pedagang untuk mengmbil uang penganti dari barang-barang daganganya yang telah musnah karna peraktik tersebut dianggap  sebagai suatu yang tidak lazim ataupun wajib (sula,2004).
          Sementara ulama yang memiliki pandangan yang lebih keras akan diharmkan asuransi adalah Syekah Muhammad Al-Gazali dikatakan oleh beliau bahwa konsep asuransi dikatakan haram karna beberapa alasan sbb:
1)      Diakhir masa asuransi ,dana peremi akan deikembalikan beserta dengen bunganya ,peraktik ini merupakan riba dan diharamkan ,adapun bila masa asuransi itu berakhir sementara perjanjian diputus oleh salah satu pihak ,maka dana premi lengkap dikembalikan lengkap dengen berbagai pemotongan biyaya administrasi ,perktik dalam hal ini dilarang dalam islam karna tidak menutup kemungkinan akan menimbulakan ketidak iklasan didalam salah satu pihal atau pihak yang tertangung.

2)    Adanya pengantian akan kerugian pada pihak yang terjamin tidak dapat diterima sesui dengen syariat islam,karna perjanjiaan asuaransi bukanlah kerja sama terdapat keuntungan dan kerugian ,pihak-pihak lain yang juga turut memberikan dananya (premi) kepada asuransi juga ikut menanggung si tertanggung.
3)   Perusahaan asuransi tidak akan pernah bisa bebas dari bunga ataupun kegiatan ribawi lainya. Dan.
4)   Hanya sebagian kecil yang mengikuti asuransi yang akan merasakan mamfaat asuaransi tersebut peraktik ini sangat mirip dengen perjudian,   
       Selain itu,juga terdapat pandangan yang dianut oleh Hisan yang menyatakan bahwa dalam akad asuransi terdapat perjanjian muawadhah maliyah yang sangat rentang mengandung gharar,dimana didalam perjanjian tersebut terdapat pengantian uang dalam jumlah besar dalam setatus gharar yang juga besar.
       Maskipun begitu ,diantara para ulama yang menghamkan tentang tentang asuransi ini ,pendangan nya juga dibagi dua yaitu :yang memang mengharamkan asuaransi,serta yang melarang asuransi konvensional saja ,para ulama  besar pandangan pada konsep yang keduanya tersebut  diantaranya adalah:
1)      Qardhawi,ulama besar al-Azhar Kairo,Mesir.beliu berpendapat bahwa berbagai peraktik yang ada dalam asuransi konvensional pada  dasarnya bertentangan dengan islam.
2)      Yafie,salah seorang mantan Rais Am NU yang juga mantan ketua MUI ,dalam pandangan beliau mengatakan bahwa asuransi merupakan suatu produk barat yang tidak semuanya sesui dengen islam,asuransi wajib dan juga asuaransi perkumpulan dapat diterima dalam islam,sementara asuransi dalam bentuk perusahaan tidak sesui dengn isalam.
3)      Para ulama dalam muhtamar ekonomi islam yang diselengarakan di Makkah  pada tahun 1976 bahwa konsep asuransi konvensional padadasarnya adalah haram dikarnakan mengandung perinsi Magrib (masysir,gharar,dan riba) ,karna itulah ada aturan secara tersendiri dalam dunia asuransi agar terdapat konsep asuransi yang sesuai dengan islam,pandangan ini lalu dianut oleh DSN-MUI dimana akhirnya DSN-MUI tedapat patwa yang berkaitan dengen pedoman umum asuransi islam di indonesia.
b.      Mubah (boleh atau diizinkan)
         Pandangan yang memperbolehkan ,dalam pandangan yang membolehkan tentang asuransi islam,ini bertitik tolak kepada beberapa hal diantaranya sbb:
1)   Dasri segi konsep
   Konsep dalam asuransi syariah adalah terjadinya saling memikul diantara sesama peserta ,sehingga antara satu peserta dengen peserta lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul ,saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar tolong-menelong dalam kebaikan dengan cara masing-masing peserta mengeluarkan dana  tabarru’ atau dana kebajikan yang dianjurkan untuk menangung resiko.[2]
2)   Dari segi menghilangkan magrib
            Asuransi syariah,harus terbebas dari unsur ,maysir,gharar,riba (magrib) hal ini dapat dilihat dalam sistem operasional,dimana didalam mekanisme pengeloaan adanya pemisahan dana perusahaan dengen dana tabarru’ peserta secara kolektif ini dilakukan untuk tidak tercampurnya dana sehingga dalam akad asuransi syariah mengunakan akad yang ada didalam islam seperti imudarabah ,wakalah dan wadiah dll.
            Larangan terhadap terjadinya             perjudian terdapat didalam QS,Al-maidah ;90 seperti berikut
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB
 È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS.Al-maidah :90)

            Sementara larangan terhadap riba terdapat dalam ayat ,salah satunya adalah seperti yang terdapat didalam QS.Al-Baqarah 278-279 seperti berikut.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB  
  ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 ( #qè=yèøÿs? ( #qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù
 â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ

   Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.279.  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(QS.Al-Baqarah 278-279).
3)   Akad yang digunakan
                                   
                Dalam asuransi syariah,akad yang dilakukan adalah akad tijarah dan akad tabarru’ akad tijarah adalah semua bentuk akad yang yang dilakukan bertujuan komersil misalkan mudharabah,musyarakah ,kafalah,wakalah dan ju’alah sementara akad tabarru semua akad yang semata-mata bertujuan untuk tolong-menolong bukan semata-mata untuk komersil.
4)   Kepemilikan dana
            Didalam asuransi syariah dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk kontribusi merupakan milik peserta ,perusahaan hanya sebagi pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut ,kecuali dana tabarru dapat dikembalikan kapan saja oleh peserta dan tidak dikenai biyaya apapun.
B.  Tinjauan dasar hukum al-Qur’an dan hadis.
1.      Dasar hukum Al-qur’an
            Didalam Al-Qur’an memang tidak dijelaskan secara utuh tentang peraktik asuransi islam dan tidak ada satupun ayat yang menjelaskan tentang peraktik ta’min dan takaful ,akan tetapi dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memuat tentang nilai-nilai asuransi islam (Syarifuddin,2001:1) sehingga dengen demikian asuransi dibolehkan berdasrkan nilai-nilai diambil dalam Al-Qur’an.
a)      Perintah Allah mempersiapkan hari depan.
·         QS.Al-Hasyr:18
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$#
4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR
 $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS.Al-Hasyr:18)


·         QS.Yusuf 47-49
tA$s% tbqããu÷s? yìö7y tûüÏZÅ $\/r&yŠ $yJsù ôM?|Áym   çnrâxsù Îû ÿ¾Ï&Î#ç7.^ß žwÎ) WxÎ=s%
$£JÏiB tbqè=ä.ù's? ÇÍÐÈ §NèO ÎAù'tƒ .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºsŒ  Óìö7y ׊#yÏ© z`ù=ä.ù'tƒ $tB ÷LäêøB£s% £`çlm; ž
wÎ) WxÎ=s% $£JÏiB tbqãYÅÁøtéB ÇÍÑÈ §NèO ÎAù'tƒ .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºsŒ ×P%tæ ÏmŠÏù ß^$tóムâ¨$¨Z9$#
 ÏmŠÏùur tbrçŽÅÇ÷ètƒ ÇÍÒÈ
Artinya:Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.48.  Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.49.  Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."(QS.Yusuf 47-49)
b)   Perintah allah untuk saling menolong dan bekerja sama
·         QS.Al-Maidah :2
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$#  tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur
 yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur    tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ  WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷
Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# Ï
Q#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã   ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur    ( Ÿwur ( #qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$#
 Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

c)    Perintah allah untuk bertakwa dan oktimis berusaha
·         QS.at-Taghabun:11
!$tB z>$|¹r& `ÏB >pt6ŠÅÁB žwÎ) ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 3 `tBur .`ÏB÷sム«!$$Î/ Ïöku ¼çmt6ù=s% 4 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >
äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÈ
Artinya: Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

·         QS.Al-Lukman :34
¨bÎ) ©!$# ¼çnyYÏã ãNù=Ïæ Ïptã$¡¡9$# Ú^Íit\ãƒur y]øtóø9$# ÞOn=÷ètƒur $tB Îû ÏQ%tnöF{$# ( $tBur
Íôs? Ó§øÿtR #sŒ$¨B Ü=Å¡ò6s? #Yxî ( $tBur Íôs? 6§øÿtR Ädr'Î/ <Úör& ßNqßJs? 4
 ¨bÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ 7ŽÎ6yz ÇÌÍÈ
Artinya: Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[1187]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.


d)    Perintah Allah untuk melindungi dalam keadaan susah.[3]
·         QS.al-Quraisy:4
üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
Artinya: Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

·         QS.al-Baqarah 126
øŒÎ)ur tA$s% ÞO¿Ïdºtö/Î) Éb>u   ö@yèô_$# #x»yd #µ$s#t/ $YZÏB#uä ø-ãö$#ur ¼ã&s#÷dr& z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# ô`tB
 z`tB#uä Nåk÷]ÏB «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( tA$s% `tBur txÿx. ¼çmãèÏnGtBé'sù WxÎ=s% §NèO ÿ¼çnsÜôÊr& 4n<Î)
 É>#xtã Í$¨Z9$# ( }§ø©Î/ur 玍ÅÁyJø9$# ÇÊËÏÈ
  Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, Kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".

2.      Sunnah Nabi SAW
a.      Hadis tentang aqilah.
     Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra,dia berkata :berselisih dua seorang wanita dari suku Huzail,kemudian salah satu dari wanita tersebut melmpar batu,sehingga mengakibatkan kematian kepada wanita tersebut beserta janinnya yang dikandungnya,maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadu peristiwa tersebut kepada Rasulallah SAW,maka Rasulallah SAW,memuntuskan ganti rugi kepada pembunuh terhadap janin tersebut dengen membebaskan seorang budak laki-laki atau permpuan ,dan memuntuaskan ganti rugi  keamatian wanita tersebut dengan uang darah (diat)yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki).,(HR.Bukhari)
     Hadis diatas menerangkan peraktik aqilah yang telah menjadi teradisi dimasyarakat Arab,Akilah dalam hadis dia atas dinamakan dengan ashabah (kerabat dari orang tau laki-laki)  yang mepunya kewajiban untuk menanggung denda (diyat) jika salah satu angota sukunya melakukan pembunuhan terhadap anggota suku lain,penangung bersama dengan seorang aqilahnya merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsuur seprti yang berlaku pada bisnis asuransi,kemiripan didasarkan kepada adanya perinsip saling menanggung (takaful) antara naggota suku.[4]
b.      Hadis tentang anjuran untuk menghilangkan kesulitan orang lain.
            Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra,Nabi Muhammad bersabda: barang isapa yang mengilangkan kesulitan dunawinya seorang mukmin,maka Allah SWT,akan menghilangkan kesulitan pada hari kiamat .barang siapa yang mempermudah kesulitan seorang maka Allah SWT,maka akan mempermudah urusanya didunia dan diakhirat.
c.       Hadis tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya.
            Diriwayatkan dari Amir Bin Sa’ad Abi Waqasy ,telah bersabda Rasulallah SAW:’’lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya ,daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (lapar) yang meminta-minta kepada manusia lainnya (HR.Bukhari)
            Nabi Muhammad SAW,sangat memrintahkan kehidupan yang akan terjadi dimasa depan (ifiture time) dengen menmpersiapkan sejak kini bekal yang harus diperlukan untuk kehidupan dan keturunan (ahli waris) nya dimas akan datang,meningalkan keluarga (ahli waris) yang berkecukupan secara materi ,dalam pandangan Rasulallah SAW,sangatlah baik daripada meningalkan mereka dalam keadaan lapar terlantar yang harus meminta-minta kepada orang lain.
                    Dalam pelaksanaan oprasionalnya, organisasi asuransi memperhatikan nilai yang terkandung didalam hadis tersebut dengen  cara mewajibkan anggota untuk membayar uang iaurn (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan dapat dikembalikan ke ahli waris jika suatu saat terjadi peristiwa yang merugikan ,baika dalam bentuk kematian nasabah atau kecelakaan .
d.      Hadis tentang menghindari resiko.
                        Diriwayatkan oleh Anas Bin Malik ra,bertanya seorang kepada Rasulallah SAW,tentang (untanya):’’ Apakah (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakkal kepada Allah SWT,?’’rasulallah bersabda,petama ikatlah kemudian bertawakkalah kepada Allah SWT,(HR.at-Tirmizi)
                   Nabi Muhammad SAW,memberi tuntutan kepada manusia agar selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah yang akan terjadi,bukanya langsung menyerahkan kepadanya (tawakkal) kepada Allah SWT,hadis diatas mengandung nilai ekplesit agar kita selalu menghindari dari resiko yang membawa kerugian pada diri kita,baik itu dalam bentuk kerugian materi atau berkaitan dengan jiwa seorang,[5]
                   Peraktek asuransi adalah bisnis yang bertumpu kepada bagaimana cara mengelola resiko itu dapat diminimalisir pada tingkat yang sedikit,resiko kerugian tersebut akan terasa ringan jika ada hanya tertanggung oleh sama-sama amggota (nasabah) asuransi,sebaliknya jika resiko kerugian hanya ditanggung oleh pemiliknya maka kan berakibat terasa berat.
e.       Hadis tentang pagam nabi.
         Dalam piagam madinah yang dikeluarkan oleh Nabi terdapat ketentuan tentang keharusan untuk membayar tebusan tawanan oleh komunitasnya bunyi piagam madinah tersebut adalah sbb
         Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang ,ini adalah piagam dari nabi Muhammad ,Nabi SAW dikalangan mukmini dan muslimin (yang berasal) dari Qurais dan Yastrib,dan orang-orang yang mengaku mereka sesungguhnya mereka satu ummat lain dari (kumunitas) manusia yang lain ,kaum muhajirin dari Quraisy sesuai kedaan (kebiasaan) mereka,mabu membahu membayar tebusan tawanan dengan cara yang adil diantara mukmin.
Demikian pula ,suku Bani Auf,Bani Harits,dan suku lianya yang hidup dimadinah pada waktu itu juga ,diharuskan membayar uang darah dalam komunitas bersama berdasarkan pada dokterin akilah sebagai peraturan dalam konsitusi.
Dalam konsitusi tersebut dijelaskan tentang aturan bersama antara orang Qurais yang berhijrah (migran)dengan suku-suku yang tinggal di Madinah untuk saling melindungi bersama  dalam suasana bersama salaing menolong,pasal 11 piagam Madinah memuat ketentuan bahwa,kaum mukmin tidak boleh membiarkan sesama muklmin berada dalam kesulitan memenuhin kewajiban membayar diat atau tebusan tawanan seperti yang dijelaskan didalam pasal-pasal terdahulu,ketentuan ini menentukan solidaritas sesama mukmian dalam mengatasi kesulitan.




C.    Tinjauan dasar hukum fiqih
       Sebagai mana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hukum –hukum muamalah adalah terbuka,artinya Allah SWT,didalam al-quran hanya memberikan aturan yang bearsifat garis besarnya saja terlebihnya terbuka bagi mujtahid mengembangkan melalui pemikiranya selama tidak bertentangan deng al-qur’an dan hadis.
       Selain bersifat terbuka ,para ulama dalam fiqih atau fuqha (ahli fiqih) dalam meneatap kan hukum yang menyangky masalah –masalah syariah,selalu berdasrkan ketetapan dengen suatu perisnsip pokok bahawa:
الأصل في المعاملة الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Artinya:“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya

Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai kerjasama (mudharabah dan musyarakah) perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi, dan riba.
Inilah yang menjadi patokan dan dasar para ulama fiqih ,dalam memntukan hukum suatu masalah yang berhubungan dengen muamalah,apalagi jika dilihat secara detail fiqih membolehkan asuransi karna melihat indicator-indikataro yang menjadi setandar dalam menentuka hukmnya diantara indicatornya adalah sbb:
no
indikator
Asuransi syariah
1
konsep
Sekumpulan orang yang saling membantu,saling menjamin dan kerja sama dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabrru.
2
Sumber hukum
Bersumber dari wahyu ilahi dan hadis serta patwa-patwa sahabat  dan ulama-ulama.
3
perinsip
Melarang dari perakit yang diharamkan atau tidak terdapat mayasir,garar dan riba.
4
Akad
Akan  yang digunakan oleh asuransi syariah akad tabaruu,ijarah,mudarabah,wakalh,syirkah dan lain sebaginya
5
tujuan
Tujuan yang dituju adalah,tujuan akidah,Ibadan dan ekonomi.
 





















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan.
       Dari pembahasan diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa: dalam menuntukan hukum terhadap peraktek asuransi memang agak sulita dan sukar untuk ditetapkan jika kita tinjau dari hukum taklifi .hadis ,al-quran serta fiqih,namun walapun kita tidak menemukan nya didalam al-quran dan hadis secara nyata dan indikasinya persis menyatakan asuaransi, kemudian kita menetapkan suatu bahwa perkara asuransi diharamkan.
       Didalam al-qur’an dan hadis tidak secara ekplesit menyebutkan tentang asuransi namun,jika melihat indikasi –indikasi yang menyatakan hampir sama dengen yang ada didalam perinsip dan kaidah peraktik asuransi ,dengan adanya indikasi yang terdapat didalam asuransi tersebut kemudian ulama fiqih mencoba menyocokkan dengan relatitas yang diperktikan oleh asuransi .  
       Sehingga dengan tidak secara langsung menyebutkan ttg kebolehan asuransi ,tapi dengen indikasi yang ada didalam al-qur’an dan hadis ,sehingga ulama fiqih menetapkan hukuman bahwa asuransi didalam islam dibolehkan selama tidak bertentang dengan hukum islam .

B.  Saran
   Akhirnya setelah kita mempelajari makalah ini kita bisa memahami tinjauan dasar hukum asuaransi didalm al-qur’an dan hadis,sudah nemiliki indikasi tertentu.namun meskipun         kita sudah menyimak isi makalah ini,tidak menutup kemungkinan terdapat hal-hal yang mengancal yang ada dibenak pikiran kita,sehingga ketika ada keslahan yang ada didalam makalah ini maka kami selaku penyusun meminta maaf.


DAFTAR PUSTAKA

     Al-qur’an  dan terjemahan ,semarang ,karya toha putra.
Satria effendi,usul fiqih (jakrta,kencana prenada media group,cetakan ke-2 ,tahun 2008).
Nurul hudan dan mohamad heykal,(lembaga keuangan islam tinjauan teoritis dan peraktis,jakarta,kencana perdana media group,cetakan ke-1 tahun 2010 ).
Karnaen perwataatmadja, dkk ,(bank dan asuransi islam di Indonesia, jakrta,diterbitkan atas kerja sama dengan badan penerbit fakultas hukum universitas Indonesia,cetakan0 ke-1,tahun 2005)
Priyono,peran OJK dalam upaya  mengembangkan ,industeri keuangan non bank syariah,disampaikan pada acra sosialisasi IKNB syariah di Hotel Santika,mataram 11 november 2014 ,atas kerja sama antara OJK pusat dengen  fakultas syariah dan ekonomi islam ,FSEI IAIN Mataram.





[1] Satria effendi,usul fiqih (jakrta,kencana prenada media group,cetakan ke-2 ,tahun 2008).h.42
[2] Nurul hudan dan mohamad heykal,(lembaga keuangan islam tinjauan teoritis dan peraktis,jakarta,kencana perdana media group,cetakan ke-1 tahun 2010 ) h.163.
[3] Al-Quran dan terjemahan.
[4] Karnaen perwataatmadja, dkk ,(bank dan asuransi islam di Indonesia,jakrta,diterbitkan atas kerja sama dengan badan penerbit fakultas hukum universitas Indonesia,cetakan0 ke-1,tahun 2005) h,24
[5] Priyono,peran OJK dalam upaya  mengembangkan ,industeri keuangan non bank syariah,disampaikan pada acra sosialisasi IKNB syariah di Hotel Santika,mataram 11 november 2014 ,atas kerja sama antara OJK pusat dengen  fakultas syariah dan ekonomi islam ,FSEI IAIN Mataram.