BAB II
HUKUM KELUARGA
A.
Dasar Perkawinan
Pada
dasarnya hukum yang mengenai tentang hukum perkawinan sudah diatur dalam
undang-undang hukum perdata atau BW ,namun penerapan hukum perkawinan tidak
terlepas dari waga negara indonesia yang beragam .
1.
Pengrtian perkawinan[1]
a.
Pengrtian perkawinan KUHPer ,UU,no 1 TH 1974 ,peraturan pemerintah
no.9 tahun 1975 dan kompilasi hukum islam.
perkawinan
adalah:ikatan lahir batin antara seorang peria dengan seorang perempuan dengan
tujuan membinan keluarga yang baik yang bahagia kekal dan berdsarkan ketuhanan
yang maha esa.
b.
Adapun undang-undang tentang perkawinan BAB I Dasar perkawinan
dalam
o
pasal 1
Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang peria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketentuan tuhan yang maha esa.
o
Pasal 2
1)
Perkawinan adalah sah,apabila dialakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Dalam pasal ini
perkawinan akan sah apabila sesuai dengan agama dan kepercayaan (adat),menurut
hukum adat perkawinan bisa merupakan urusan ,kekerabatan,kekeluargaan
,martabat. sehingga perkawinan yang ada di indonesia tidak harus sesuai dengan
hukum yang ada dalam KUHPer.
Bedasaran hukum
adat ,menurut acara terjadinya perkawinan ada beberapa cara di berbagai daerah.
·
Kawin pinang (meunjukan ciri-ciri yang sangat umumn).
Kawin pinang
merupakan kawin yang dilakukan sebagian besar masyarakat indonesia sebab cara
ini menunjukkan ciri-ciri yang sangat umum bagi masyarakat indonesia.
Kawin pinang
sendiri ,dilakukan dengan meninang seorang perempuan dari pihak laki-laki
dengan mengutus seorang untuk memingkannya dan dilakukan dengan bahasa yang
indah ,dan peminangan akaan terjadi ketika kedua belah pihak setuju dan sepakat
dalam hal tersebut.[2]
·
Kawin lari bersama[3]
Kawin lari
bersama merupakan kawin yang melarikan diri baik calon suami-isteri tampa
peminangan terlebih dahulu formal ,pasangan yang melarikan diri bisa meningalkan
pesan baik berupa tulisan maupun ucapan dari seorang yang dekat dengan kedua
calon yang melarikan diri ,dan perkawinan akan terjadi kedau belah pihak
melakukan musyawarah terlebih dahulu.
Namun
konsekwansi dalam perkawinan ini memang ada diantaranya sbb:
ü Permayaran
jujur
ü Pepberian
perkawinan
ü Dan pembayaran
tambahan lainya
·
Kawin bawa lari
Perkawinan ini
seriang dilakukan oleh orang bali lampung.yang membedakan nya dengan perkawinan
lari bersama ,sering kali ditentukan.si
pemudi benar-benar dibawa lari dan pemuda bisanya bisa dibunuh .
2)
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
o Pasal 3
Pengaturan
yang mengenai hukum perkawinan di indonesia dapat dijumpai didalam
undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan ,pengaturan tentang hukum
perkawinan sebag ai mana yang dimaksut
didalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 bukan hanya disusun berdasarkan
perinsip dan nilai-nilai pancasila dan undang-undang dasar 1945 tetapi juga
disusun dengan mengupayakan menampung segala kebiasaan yang selama ini
berkembang didalam msyarakat indonesia.
Hal
ini digunakan untuk mengombinasikan ketentuan hukum agama dan kepercayaan serta
teradisi yang berkembang dalam masyarakat maskipun kadang masih dianggap belum sepenuhnya sesuai.sebagai
mana dalam mengupayakan mengombinasikan ketentuan hukum msayarakat dalam hukum
perkawinan di indonesia yang berbeda deengan dalam hukum perkawinan di
indonesia dapat dijelsakan sbb:
1.
Hukum perkawinan yang berlaku bagi orang indonesia asli adalah hukum agama dan yang
telah diterima oleh hukum adat,dan berlaku pula hukum adat.
2.
Hukum yang berlaku bagi indonesia asli yang beragama keristen
adalah huwelijks ordonatie cristen indonesia.
3.
Hukum indonesi bagi orang timur asiang china dan warganegara indonesia
keturunan cina adalah ketentuan sebagai mana yaang sebagai mana yang dimaksut
dalam KUHPer .
4.
Hukum perkawinan berlaku bagi
orang eropa warga negara indonesia keturunan eropa dan yang disamakan
dengan mereka adalah kitab KUHPer.
Kemudian
dasar ini bersumber pada undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan
(‘’UUP’’) pasal 2 ayat 1 UUP menyebutkan bahwa ‘’perkawinan adalah
sah,apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu’’.
Ini
menjelaskan bahwa berlakunya perkawinan disetiap daerah sususnya di indonesia
itu sedah sesuai dengan undang-undang no 1 tahun 1974.sebab sudah sesui dengan
agama dan adat setempat.
B.
Syarat-syarat perkawinan
Didalam
undang-undang no,1 tahun 1974 perkawinan
di indonesi BAB II SYARAT-SATAEAT PERKAWINAN
meliputi sbb:
1.
Pasal 6
1)
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2)
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapi umumr
21.harus mendapat ijin dari orang tua.
3)
Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka ijin dimaksut ayat
(2)pasal ini cukup diperbolehkan dari orang tua atau yang masih hidup atau dari
orang tua yang mampu mengatakan kehendak.
4)
Dalam hal keddua orang tua meninggal atau dalam kadaan tidak mampu
mengatakan kehendak maka ijin diperoleh dari wali orang yang memelihara atu
keluarga yang memiliki hubanuang darah dalam garis keturunan yang lurus keatas
selama mereka masih hidupdalam keadaan menyatakan kehendak.
5)
Dalam hal ada perbedaaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam (2),(3) dan (4).pasal ini salah seorang atau lebih diantara mereka tidak
menyatakan pendapatnya,maka pengadilan daerah hukum tempat tinggal yang akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapatmemberikan izin
terlebih dahulu mendengar orang tersebut dalam ayat (2),(3) dan (4).
6)
Ketentuan tersebut ayat(1) sampai (5)pasal ini berlaku sepanjang
hukum saing-masing agama dan kepercayaan itu dari yang bersngkutan tidak
menentukan lain.
2.
Pasal 7
1)
Perkawinan yang dizinkan jika pihak peria sudah mencapai umur 19
tahun dan wanita mencapai 16 tahun.
2)
Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) dapan meminta dispensasi
kepada pemerintah atau pejabat lain oleh kedua orang tua belah pihak.
3)
Ketentuan-ketentuan mengenai kedaan slah seorang atau tersebut
dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) undang-undang ini berlaku juga dalam keadaan hal
meminta dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi maksut dalam
pasal 6ayat (6).
Berdsarkan BW Maka syarat-sayarat perkawinan
itu tebagi atas dua bagaian diantaranya syarat material dan formil .
1.
Syarat materil
Syarat
materil ini umum yang berlaku untuk seluruh perkawinan yang terdiri dari sbb:
a.
Kata sepakat (pasal 28 KUHPer)
‘’asas perkawinan menghendaki adanya
persetujuan bebas dari calon suami dan calon isteri.
b.
Asas yang dianut monogami mutlak (pasal 27 KUHPer)
‘’pada waktu yang sama seorang laki-laki
hanya boleh terikata perkawinan dengan satu orang perempuan,dan seorang
perempuan hanya boleh terikat dengan satu orang laki saja.
c.
Berdasarkan usian (pasal 29 KUHPer)
‘’laki-laki yang belum mencapai umur
18 tahun dan perempuan yang belum mencapai 15 tahun tidak diperkenankan
mengadakan perkawinan ,namun jika alasan-alasan penting dengan memberikan
dipensasi.
d.
Tunggu waktu 300 hari (pasal 34 KUHPer)
‘’dalam hal ini seorang wanita tidak
boleh melakukan perkawinan baru kecualai telah lampau jangka waktu tiga ratuis
tahun hari sejak pembubaran perkawinan terakhir.
2.
Syarat-sayarat formil
Syarat-sayarat formil mengandung
tata cara perkawinan ,misalnya sebelum perkawinan dilangsungkan maka kedua
belah pihak harus memebrtitahu atau melapor kepada penc atatan sipil .sedangkan syarat lainya larangan untuk
kawain dengan keluarga dekat yang sedarah ,sedangkan menurut KUHPer adalah
syarat materil .sbb
a. Syarat materil absolut
1)
Asas monogami
2)
Persetujuan calon mempelai
3)
Usia peria 18 tahun 15 wanita
4)
Masa tunggu 300 tahun
b. Syarat material
relatif
1)
Dialarang kawin dengan keluaraga sedarah
2)
Dilarang kawin dengan orang yang sudah berjina
3)
Laranagn memeprbaharui
perkawinan setelah adanya perceraiyan jika belum lewat 1 tahun.
4)
Syarat perkawinan monogami
C.
Dalam asa monogami ,
yang dianut dalam UU perkawian tampak jelas dalam pasal 3 ayat 1 UUP yang mengatakan bahwa pada asanya dalam satu
perkawinan seorang peria hanya boleh memiliki seorang isteri dan dan begitupula
dengan lelaki .asas monogami merupakan asas yang ada di dalam perkawinan yang
menjelaskan bahwa seorang laki-laki dan perempuan hanya bisa kawin satu kali
saja berdasarkan pasal diatas.
Namun ayat 2 ketentuan tersebut membuka peluang bagi seorang suami
untuk berpoligami,pasal 3 ayat (2) UUP menentukan bahwa pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila
dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan .pormalitas untuk beristeri lebih
dari satu diatur dalam pasal 4 dan 5 UUP yaitu harus dengan mengajukan
pemohonan kepada pengadilan daerah tempat tinggal, izin untuk berpoligami akan
diberikan oleh pengadilan apabila:
Adapun syart-syart berpoligami atau
beristeri lebih dari seorang dalam UUP bab VIII menjelaakn bahwa.
1.
Pasal 40
Apabila saeorang suami bermaksut
untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajikan pemohonan secara
tertulis kepada pengadilan.
Pasal 41
Pengadilan
kemudia memeriksa mengenai :
a)
Ada atu tudak alasan memungkinkan seorang suami kawin lagi .adalah:
o Bahwa isteri
tidak bisa dapat menjalankan kewajiban sebagi isteri.
o Bahwa isteri
mndapat cacat badan penyakit yang tdiak dapat disembuhkan .
o Bahwa isteri
tidak dapat melahirkan keturumnan.
b)
Adany atau tidaknya persetujuan dari isteri,baik persetujuan lisan
mapun tulisan apabila persetujuan itu berebntuk lisan ,maka persetujuan itu
harus diucapak di muka pengadilan.
c)
Ada atu tidak kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup
isteri-istri dan anak-anak memperlihatkan.
o Surat
keterangan mengenai penghasilan suami yang di tandatangani oleh bendahara
tempatkerja.
o Surat
keterangan pajak pengasilan
o Suarat
keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan
d)
Ada atau tidak adany ajaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadp
isteri-isteri dan anak-anak ereaka dengan pernyataan atau jajnji dari suami
yang dibuat dlam bentuk yang ditetapkan untuk itu.
2.
Pasal 42
1)
Dalam melakukan pernikahan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan 41
pengadilan harus memangil dan mendengar
isteri yang bersangkutan.
D.
Pencegahan dan pembatalan perkawinan
1.
Pencegahan perkawinan
Didalam perkawinan adakalanya terdapat pencegahan terhadap hal itu ini terjadi
beberapa kesalahan dan ketidak cocokan yang ada pada kedua belah pihak baik
dari laki-laki maupun perempuan namun didalam undang-undang perkawinan di
indonesia dalam bab II pencegahan perkawinan ada beberapa pasal diantaranya
sbb:
a.
Pasal 13
o Perkawinan
dapat dijegah,apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
b.
Pasal 14
1)
Yang dapat menjegah perkawinan adalah para keluarga dalam geris
keturunan lurus ketas dan kebawah,saudara,wali nikah,wali pengampu dari salah
satu calaon mempelai dan pihak-pihak yang berkepntingan.
2)
Mereka yang tersebut dalam pasal (1) pasal ini juga berhak mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah salah satu dari calon mempelai berada
dibawah pengampuan,sehingga dalam perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan
kesengsaraan dari calon mempelai yang lainya,yang memeiliki hubuungan dengan
orang-orang seperti tersebut dalam psal (1).
e.
Pasal 15
1)
Barang saiapa yang masih terkait dalam salah satu dari kedua belah
pihak dan atas dasar masih adanya suatu perkawinan dapat mencegah perkawinan
yang baru dan tidak mengurai ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4
undang-undang ini.
f.
Pasal 16
1.
Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya
perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam pasal 7 ayat (1) pasal 8,pasal 9,pasal
10 daan pasal 12 undang-undang ini dipenuhi.
2.
Menegnai pejabat yang ditunjuk sebagai mana disebut dalam psal ayat
(1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
g.
Pasal 17
1.
Pencegahan perkawinan diajukan kepada pengadilan di daerah hukum
diaman diadakanya perkawinan dengan memberitahukan kepala pegawai pencatatan
perkawinan.
2.
Kepada calaon mempelai diberitahu mengenai pemohonan pencegah
perkawinan dimasut dalam ayat (2) pasal ini oleh pegawai pencatatan perkawinan,
h.
Pasal 17
o Pencegahan
perkawinan dapat diisebut dengan putusan pengadilan atau dengan atau dengan
menarik kembali pemohonan pencegahan kepada pengadilan oleh yang menjegah.
2.
Batalany perkawinan
Kemudina didalma pasal undang-undang ttg perkawinan yang
menjealsakna batalnya perkawinan ada beberapa pasal yaitu pada bab IV
diantaranya sbb;
o
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi
syarat untuk melangsungkan perkawinan.
o
Pasal 23
Yang dapat
menjatuhkan pembatalan perkawinan yaitu :
a.
Para keluarga dari garis keturunan lurus ketas dan kebawah.
b.
Suami atau isteri
c.
Pejabat yanag berwenang selama perkawinan belum diputuskan.
o
Pasal 2
3)
Perkawinan adalah sah,apabila dialakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Ada pertentangan :namun takala ada terjadi pertantangan maka
diambilkan hukum yang lebih menonjol kepada hukumyang berlaku di wilayah
setempat ,misalnya di papua wanita yang bisa menenun maka bisa melakukan
perkawinan,mreka sah melakukan perkawinan namun tidak dicatat dan apabila
bergugat maka di pengadilan tidak di uruskan.
Berbeda agama bagimana dengan pernikahan maka tidak akan dicatatkan
di catatan sipil ,atu bila perlu melakukan pindah agama dulu baru melakukan
perkawinan,adapun tentang poligami lebih mengadipsi ttg hukum agama sihngga
lelaki yang melakukan poligame harus mendaptakan 4 seorang isteri maksimmal.
Poligami sebenarnya memiliki dua pengrtian diantaranya sbb:
·
Isteri satu suami lebih dari satu (ini juga disebut dengan poli
andri namun tidak diatur dalam undang-undang sehingga dalam hal ini lebih
menonjol dikatakn sebagai poli andri ).
·
Suami satu isteri lebih dari satu (berlaku dalam uup yg lebih
mengadopsi hukum isalm )