Selasa, 07 April 2015

lembaga amil zakat



KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempuena, seawat dan serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw,berserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya hinggan hari kiyamat.
Makalah yang berjudul pengelolaan zakat ini memcoba mengkaji tentang bagimana sisitem dan tata kelola dari zakat yang ada di indoneia, materi tentang zakat sebenarnya sudah banyak dikaji di mata kuliah lianya di juruana mauamalah fakultas syariah dan ekonomi islam, namun makalah ini agak berbeda dengan yang biasanaya.
Pada mulanya zakat mengkazi tentang rukun dan syarat zakat hingga denga kadar zakat itu dikeluarkan, namun ketika kita mempelajari lembaga perekonomian ummat (LPU) Maka yang dikaji adalah lembaga pengelola zakat dalam hal ini  lembaga amil zakat dan lembaga amil zakat seperti BAZNAS dan BAZDA, kesemua lembaga tersebut dikaji dalam makalah ini.
Makalah ini dibuat berdasarkan satuan acara perkuliahan (SAP) dalam mata kuliah lembaga perekonomian umat, dan sakaligus menjadi salah satu syarat dalam mengikuti perkuliah di lembaga perekonomian umat.
Demikianlah mudah-mudahan makalah ini dapat bermamfaat .

Mataram, 24 maret 2015

penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGATAR............................................................................        i
DAFTAR ISI.........................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah...............................................................        1
B.    Rumusan masalah........................................................................        1
BAB II PEMBAHSAN
A.    Urgensi lembaga pengelola zakat................................................        2
B.    Persyaratan lembaga pengelola zakat..........................................        5
C.    Sekilas tentang sejarah pengelolaan zakat di Indonesia..............        6
D.    Jaringan kerja BAZ/LAZ dengan masjid....................................        10
E.     Organisasi lembaga pengelola zakat............................................        12
F.     Pengumpulan dan Penyaluran zakat............................................ `     14
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................        17
B.    Saran............................................................................................        17
DAFTAR FUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Zakat merupakan salah bentuk ibadah yang tidak bisa terlepas dari ajaran islam, sehingga zakat dijadikan salah satu pasal yang ada didalam rukun islam, secara garis besar zakat bukan saja ibadah yang mendekatkan diri kepada sang halik namun yang paling penting adalah sifatnya yang mulia yaitu saling tolong menolong dalam membantu  mereka yang tidak mampu.
Salah satu pakar ekonomi Ibnu Kaldun dengan begitu pentingnya zakat sehingga ia mengatakan, seorang tidak dianjurkan memakan atau menikmati sebuah hasil kerja sementara orang lain dalam kedaan lapar. Dengan demikian zakat memiliki dua sisi selain untuk mendekatkan diri kepada yang halik namun dilain sisi juga untuk menciptakan kesejahteran sosial lewat zakat.
Dengan begitu pentingnya zakat, sehingga sejak zaman dahulu hingga sekarang zakat merupakan salah satu penyumbang bagi masukan negara, hususnya negara-negara islam didunia. Indonesia sendiri dalam kuruan waktu beberapa tahun, jika dihitung-hitung dana zakat hampir menembus beberapa teriliun setiap tahunnya, namun lagai-lagi yang menjadi kendala adalah perosedur pengelolaannya, bagi manapun dan besar apapun   zakat yang dihasilkan oleh satu negara tidak akan oktimal penyalaluranya tampa adanya lembaga dalam hal ini lembaga amil zakat.
Dengan begitu berpengaruhnya lembaga zakat dalam menyalurkan zakat  maka makalah ini mencoba membahas tentang lembaga amil zakat.
B.     Rumusan masalah
Adapun yang menadi rumusan masalah dalam makalah ini dalah hakikat dari pengelolaan zakat itu sendiri hingga, cara mendisteribusikan zakat itu sendiri oleh masing-masing lemabaga amil zakat yang didirikan oleh pemerintah. 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Lembaga pengelola zakat.
1.      Pengertian lembaga pengelola zakat
Dalam melaksanakan zakat ditatanan kehidupan masyrakat islam di Indonesia, pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT, yang terdapat didalam surat At-Taubah: 60.
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è%         Îûur É>$s%Ìh9$#   tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$#   Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# (   ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB  «!$ # 3  ª!$#ur
íOŠÎ=tæ  ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS.At-Taubah: 60).

Didalam surat At-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah (mustahik zakat), mustahik zakat adalah: orang yang bertugas mengurus zakat (amilina’ alaiha ). Imam Qurtubi mendefinisikan bahwa ‘amil adalah: orang yang ditugaskan (diutus oleh imam atau pemerintah) untuk mengambil, menulis, menghitung dan mencatat zakat yang diambil dari para muzakkiyang kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.[1]

Kemudian didalam keputusan menteri agama republik indonesia nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,pasal 3 mendefinisikan bahwa amil zakat adalah pengelola zakat yang diorganisasikan dalam satu badan dan lembaga.[2]
Dilain sisi berdsarkan definisi yang dikemukan oleh Imam Qurtubi tentang amail, nampaknya fungsi amil menempati posisi yang sangat erat, mengingat kebijakan zakat diarahkan kepada perwujutan keadilan sosial dan perikemanusiaan serta memelihara kemanan dan ketahanan kedilan sosial  disamping merupakan pendorong dan pensetabilan ekonomi umat.[3] 
Dengan demikian ketika Rasulallah SAW. Pernah mempekerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah, untuk mengurus zakat Bani Sulaim. Pernah juga mengutus Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi amil zakat. Dan kegiatan tersebut terus berlanjuta dilakukan oleh para khulafa urosidin.
Sementara itu didalam undang-undang republik indonesia nomor  23  tahun 2011 pasal 1 tentang pengelolaan zakat, mendefinisikan bahwa yang dimaksut dengan Pengelolaan  zakat  adalah  kegiatan  perencanaan, pelaksanaan,  dan  pengoordinasian  dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.[4]
Pengelolaan zakat oleh lembaga zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum yang formal, akan memiliki beberapa kekuatan, antara lain sbb:
a.       Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
b.      Untuk menjaga perasaan rendah diri dari para mustahik.
c.       Untuk mencapai evisien dan evektifitas, serta sasaran yang tepat dalam dalam mengelola dan mengunakan harta sakat .
d.      Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangan menyelanggarakan pemerintahan islam.
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan  Undang-Undang republik indonesia No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, sementara yang terbaru adalah Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dengan keputusan Menteri Agama (KMA) No.581 tahun 1999 dan keputusan direktur jenderal bimbingan masyarakat islam dan urusan haji No.D/291 tahun 2000 tentang pedoman tehnis pengeloaan zakat.[5]
Dalam Bab II pasal 5 undang-undang No. 38 tahun 1999 dikemumakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan.
a.       Meningkatkan peleyanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesui dengan tuntutan agama.
b.      Meningkatkan fungsi dan perenan pernata keagamaan dalam upaya mewujutkan kesejahteraan dan kedilan sosial.
c.       Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.,
Sementara itu dalam Bab I pasal 3 undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat mengemukakan bahwa, pengelolaan zakat bertujuan :
a.       meningkatkan  efektivitas  dan  efisiensi    pelayanan dalam  pengelolaan zakat; dan
b.      meningkatkan  manfaat  zakat  untuk  mewujudkan  kesejahteraan  masyarakat  dan  penanggulangan kemiskinan.
Sementara itu didalam undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, mengemukakan bahwa organisasi pengelolaan zakat itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu Lembaga  Amil  Zakat  yang  selanjutnya  disebut  LAZ  adalah  Lembaga  yang  dibentuk  masyarakat  yang memiliki  tugas  membantu  pengumpulan,pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Dan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang  selanjutnya  disebut BAZNAS  adalah  lembaga  yang  melakukan pengelolaan zakat secara nasional.  LAZ adalah  satuan  organisasi  yang  dibentuk  oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.[6]
B.     Persyaratan lembaga pengelola zakat.
Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya, fiqih zakat menyatakan bahwa seorang yang ditunjuka menjadi seorang amail atau pengelola zakat harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikan.
a.       Beragagama islam.
Zakat adalah salah satu: urusan utama kaum muslimin yang termasuk islam (rukun islam) karna itu sudah menjadi ketentuan yang mutlak, seorang pengelola zakat beragama islam.
b.      Memiliki sifat atau jujur.
Sifat ini sangat penting karna berkaitan dengan kepercayaan amanah, artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat , karna lembaga amil zakat merupakan lembaga yang secara resmi dibuat oleh pemerintah.[7]
c.       Mukallaf
d.      Memiliki kemsmpusn untuk menjalani tugas.
Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga aharus ditunjukkan kemempuan dalam melaksanakan tugasnya, perpaduan anatara amanah dan kemampuan untuk menjelani tugas akan menghasilkan kinerja yang oktomal sehingga pengelolaan dana zakat bisa tepat sasaran.
C.    Organisasi Lembaga Pengelola Zakat
Undang-undang republik indonesia nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan undang-undang nomor 23 tahun 2011, tentang pengelolaan zakat di indonesia terdiri dari dua macam, yaitu badan amil zakat (BAZ) Dan lembaga amil zakat (LAZ) badan amil zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan lembaga amil zakat didirikan oleh masyarakat atau badan amil zakat.
1.    Badan Amil Zakat (BAZ)
a.       Definisi Badan Amil Zakat (BAZ)
Badan amil zakat (BAZ) adalah: badan yang didirikan oleh pemerintag untuk mengelola sehagala harta zakat, sehingga nantinya zakat bisa disalurkan kemasyarakat yang berhak menerimanya.
BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Badan Amil Zakat meliputi BAZ Nasional, BAZ Propinsi, BAZ Kabupaten/Kota, BAZ Kecamatan. 
Badan Amil Zakat terdiri atas ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan wakil pemerintah. Mereka harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain : memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, professional dan berintergritas tinggi. Masa tugas pelaksanaannya selama tiga tahun.
b.      Tanggung jawab, wewenang dan tata kerja BAZ meliputi :
1)      Ketua badan pelaksana BAZ bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun keluar.
2)      Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing BAZ menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar BAZ di semua tingkatan.
3)      Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ bertanggung jawab mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
4)      Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan berkala tepat pada waktunya.
5)      Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan BAZ menyampaikan laporan dengan kepala BAZ melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan tersebut serta menyusun laporan-laporan berkala BAZ.
6)      Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan BAZ wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahannya.
7)      Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi BAZ dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat bekala.
8)      Dalam melaksanakan tugasnya BAZ memberikan laporan tahunan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
c.       Pembentukan dan Tempat Kedudukan Badan Amil Zakat
1)      Tingkat Nasional dibentuk oleh Presiden dan usul Menteri Agama. BAZ   Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara.
2)      Tingkat Propinsi dibentuk oleh Gubernur dan usul Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi. BAZ Propinsi berkedudukan di ibu kota Propinsi,
3)      Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota dan Departemen Agama Kabupaten/Kota. Berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
4)      Tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat atau usul Kantor Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Berkedudukan ibu kota Kecamatan.
d.      Tugas Badan Amil Zakat
Tugas BAZ dari Nasional sampai Kecamatan sebagai berikut :
1)      Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
2)      Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat.
3)      Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
4)      Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, menyusun rencana dan program pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pengembangan pengelolaan zakat. (tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan)
5)      Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi informasi, dan edukasi pengelolaan zakat. (tingkat Nasional dan propinsi)


2.      Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a.       Definisi Lembaga Amil Zakat/ LAZ
Organisasi pengelola zakat selain dari  Badan Amil Zakat (BAZ) adalah  Lembaga Amil Zakat atau LAZ, di dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 pasal 1 Undang-Undang tentang pengelolaan zakat,  mendefinisikan bahwa Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut dengan LAZ merupkan Lembaga  yang  dibentuk  masyarakat  yang memiliki  tugas  membantu  pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Lembaga Amil Zakat juga didefinisikan sebagai intitusi pengelolaan zakat yang sepenunya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah.
Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan laporan kepada  pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 KMA).
b.      Pengukuhan Lembaga Amil Zakat
Pengukuhan LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan. Pemerintah yang dimaksud adalah :
a)      Di pusat dilakukan oleh Menteri Agama.
b)      Di daerah propinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
c)      Di daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
d)     Di daerah Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
c.       Syarat-syarat Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut (pasal 22 KMA) :
a)      Berbadan hukum;
b)      Memiliki data muzaki dan mustahiq;
c)      Memiliki program kerja;
d)     Memiliki pembukuan;
e)      Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.
D.    Jaringan Kerja BAZ/LAZ  Dengan Masjid
Jakupan wilayah kerja BAZ biasanya sangat terbatas, artinya budget amil  akan sangat terkuras bila harus menjaring daerah-daerah pelosok yang basanya justeru menuntut perhatian. sedangakna justifikasi menetapkan hak amil hanya 1/8 atau 12,5% saja dari dana yang terkumpul, alokasi dana ini akan cukup minim untuk biayaya oprasional yang dikembangkan oleh BAZ padahal besar 1/8 ini sangat bergantung kepada besaran hasil pengumpulan dana zakat itu sendiri.
Kemudian dalam pengelolaan dengan menuju kepada jaringan evektifitas kerja BAZ dapat dikendalikan pengoptimalkan jika bias bertumpu kepada jaringan yang mempu mengolah informasi, dengan adanya informasi pemetaan antara garis pemisah muslim yang surflus dan muslim yang defisit dapat menjadi objek untuk mentransfer antar lembaga-lembaga Amil Zakat.  Kepercayaan pemerintah dengan meng Uundang-U undangkan permasalahan sistem pengelolaan zakat sudah cukup untuk menjadi modal ummat untuk bisa mengorganisir sistem peleksanaan zakat, sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang  nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat disebutkan didalam pasal 2 mengenai susunan jaringan dan organisasi BAZ nasional yang berkedudukan di ibu kota Negara, BAZ provinsi yang berkedudukan di ibu kota provinsi, BAZ daerah yang berkedudukan di ibu kota kabupaten, dan terakhir BAZ kecamatan yang berkedudukan di ibu kota kecamatan. Maka jika dikaitkan dengan konsep jaringan masjid chart hirarki organisasi secara sederhana dapat ditelusuri sebagai berikut:[8]

                         seteruktur organisasi



 









Dengan adanya seterukur organisasi yang demikian akan memudahkan pendataan dan disteribusi dalam mengalokasikan dana zakat, dalam kontek ini ada beberapa kemukinan yang akan terjadi jika pengorganisasian seperti ini dilakukan diantaranya sebagai berikut:
a.       Pemerintah Indonesia akan dengan mudah mempetakan kantong-kantong kemiskinan di Indonesia berikut potensi kelompok yang surflus.
b.      Perdayaan guna zakat yang terkumpul dalam dana zakat bias dilakukan dengan lembaga amil terdekat yang berkordinasi dengan masjid sebagai disteribusi peribadatan resmi umat islam.
c.       Karna zakat mengandung sisitem haul, maka data yang diteranseper berikut pendataannya akan mengalami perubahan (up-dating) setiap tahunnya dengan demikian pemetaan akan dapat dilakukan dengan mudah oleh pusat .
E.     Sekilas tentang sejarah  pengelolaan zakat di Indonesia
1.      Pengelolaan zakat di masa penjajahan
Pada mas penjajahan belanda, pelaksanaan ajaran agama islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordonanctie pemerintahan Hindia Belanda nomor 6200 tanggal 28 pebruari 1905, dalam perenturan ini peremrintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan sepenuhnya diserahkan kepada syariat islam.
2.      Pengelolaan zakat diawal kemerdekaan.
Pada awal kemerdekaan pengelolaan zakat juga diatur pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951 barulah kementerian agama mengeluarkan surat edaran nomor: A/VII/17367, tanggal 8 desember 1951 tentang pelaksanaan zakat fitrah, pemerintah agama dalam hal ini hanya mengingata masyarakat agar pengawasan dan pemakaian dapat berlangsung menurut agama islam.
Pada tahun 1964 kementerian agama menyusun rencangan undang-undang (RUU) tentang pelaksanaan zakat dan rencana pemerintah menganti undang-undang (RPPPUU) Tentang pelaksanaan pengmpulan zakat serta membentuk baitul al-mal.
3.      Pengelolaan zakat di masa orede baru
Pada masa ini menteri gama menyusun rancangan undang-undang tentang zakat yang disampaikan kepada dewan perwakilan rakyat gantong royong (DPRGR) dengan surat nomor: MA/095/1967 tanggal 5 juni 1967 tantang zakat. Kemudian  pada tahun 1968 dikeluarkan pereturan menteri agama nomor 5 tahun 1968 tantang pembentukan baitul mal, dan pada tahun 1968 dikeluarkan peraturan menteri agama  (PMA) nomor 4 tahun 1968 pembentukan badan amil zakat (BAZ).
4.      Pengelolaan zakat di era reformasi
Di Era reformasi pemerintah berupaya menyempurnakan sisitem pengelolaan zakat agar potensi zakat bisa dioktimalkan untuk itulah pada tahun 1999 dibuatlah Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat kemudian disusul dengan keputusan menteri agama nomor 581 tahun 1999 tentang peleksanaan Undang-Undang nomor 38 tahun 1999. Dengan demikian semkin tegas penglolaan zakat oleh BAZ.
5.      Pasca kelahira undang-undang nomor 38 tahun 1999
Sebagai konsekwensi dari Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 pemerintah wajib mempelisitasi lembaga pengelola zakat, Yaitu  Lembaga Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sampai dengan tingkat kecamatan, kemudian dalam rangka  pengelolaan zakt pemerintah pada tahun 2001 membentuk badan amil zakat nasional dengen keputusan presidan, dan selin itu juga membentuk badan amil zakt di Daerah, kemudian tepatnya pada tahun 2011 dibuatlah kembali atau undang-undang tentang pengelolaan zakat yang semula ditur dalam Undang-Undang nomer 38 tahun 1999 digantikan undang-undang yang terbaru yaitu Undang-Undang nomor 23 tahun 2011. Yang berlaku hingga saat ini.

F.     Pengumpulan dan penyaluran zakat.
1.      Pengumpulan zakat.
Pengumpulan zakat oleh lembaga amil zakat (LAZ) dan badan amil zakat baik yang sekala nasional yang letaknya di ibu kota negera (BAZNAS) sampai dengan  yang besekala kedaerahan (BAZDA), harus benar-benar dilaksanakan, sebagai lembaga atau badan  yang sudah memiliki aturan yang tersendiri menmbuat Lembaga Amil Zakat harus berkeraja dengen oktimal serta memperhatika etika dalam mengumpulkan zakat, pengumpulan zakat yang dilakukan oleh lembaga harus didukung oleh beberapa hal seperti mencatat dan membukukan segala harta zakat.
Didalam undang-undang yang lama yaitu Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi yang mengelola zakat terdiri dari dua zenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada pasal 7, selanjutnya pada bab tentang sanksi (Bab VIII) dikemukakan pula bahwa  setiap pengelola zakat yang karna kelalaian mencatat dengan tidak benar tentang zakat infaq,sadakah,wasiat,waris, sebagai mana yang dikemukakan dalam pasal 8,pasal 12, dan pasal 11 undang undang tersebuthukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan denda sebayak-banyaknya Rp.30.000.000 (tiga puluh bjuta rupiyah), sanksi ini tentu dimaksutkan agar BAZ dan LAZ yang ada dinegara kita menjadi pengelola yang kuat, amanah,dan dipercaya sehingga dengan demikian masyarakat semikin percaya dengan lembaga amil zakat. [9]

2.      Penyaluran zakat

Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga zakat, harus segera disalurkan kepada mustahik sesui dengan sekala proritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat yang akan disalurakn oleh lembaga amil zakat harus diberikan kepada orang yang secara sah diberikan dan sudah termauk kedalam keriteria yeng telah di terangkan didalam Al-Quran QS.At-Tubah ayat: 60

* $yJ¯RÎ) àM»s%y ¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#u r tû,Î#ÏJ»yèø9 $#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9x sßJø9$#ur öNåkæ5qè=è%
 Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3
ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ       
Artinya :  Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647]. (QS.At-Tubah ayat:60)[10]

Pemberian zakat kepada pakir miskin, sekalipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang sangat siknifikan, akan tetapi dalam tehnis oprerasional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak memiliki penghasil dalam hal ini pemberian zakat bias dua bentuk , apakah zakat yang sifatnya konsumtif maupun zakat yang diberikan adalah produktif, dengan demikian akan memberikan dua efek yang berbeda jika jaka jakat yang diberikan bersifat produktif maka akan memiliki dua kemungkinan, yaitu didak diberikan zakat berupa kebutuhan makanan pokok karna dengan zakat yang produktif akan memberika penghasilan tersendiri dan hasilnya mampu bertahan lama.
Dengan demikian satu tugas utama dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat dalam mendistribusikan zakat, adalah: menyusun sekala prioritas berdasarkan program-program yang disusun berdasarkan data yang akurat. Karna  pada saat ini lembaga amil zakat sudah bias ditemukan di berbagai tempat maka perlu adanya spefikasi terhadap lembaga tersebut misalakan adanya lembaga amil yang husus menangani zakat produktif dan zakat lainya.
Kemudian didalm Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indonesia dalam pasal 26 menjelaskan bahwa: Pendistribusian  zakat,  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  25  dilakukan  berdasarkan  skala  prioritas  dengan memperhatikan  prinsip  pemerataan,  keadilan,  dan kewilayahan. [11]
Dengan demikian sakala perioritas dengan memperhatikan tiga perinsip dalam mendisteribusikan zakat oleh Lembaga Amil Zakat dan Badan Amil Zakat baik yang bersekala nasional (BAZNAS) maupun yang bersekala kedaerahan (BAZDA). diantara sekala perisnip perioritas tersebut adalah:
a.       Pemerataan
Jadi zakat yang disalarurkan oleh Lembaga Amil Zakat/ LAZ atau badan amil zakat BAS harus diperhatikan pemerataan, pemerataan maskustnya adalah zakat yang disalurkan harus benar-benar diberikan kepada orang yang  berhak menerimanya seprti yang dijelaskan didalam al-qur’an suarat At-Tubah : 60. ada tujuh orang yang berhak menerimanya diantaranya adalah sbb;[12]
1)      Fakir dan miskin
2)      Kelompok amil
3)      Kelompok muallaf
4)      Kelompok budak
5)      Kelompok gaharim (berhutang)
6)      Orang yang dalam jalan allah (fi’sabilillah)
7)      Ibnu sabil
b.      Keadilan.
Perisip yang kedua adalah: keadilan dalam mendisteribusikan zakat kedailam menjadi perioritas yang utama yang harus diperhatikan oleh lembaga amil zakat (LAZ ) dan badan amil zakat (BAZ) dengen memberikan zakat kepada mustahik zakat berdasarkan jumlah dan kadar tertentu .
c.       Kewilayahan
Perinsip yang selanjutnya adalah: kewilayahan, kewilayaah maksutnya adalah zakat dalam pendisteribusikan harus berdasarkan wilayah  tertentu, artinya setiap badan amil zakat daerah (BAZDA)  harus nemperioritas kan para mustaik zakat di daerah setempat.


 












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Setelah mempelajari materi diatas maka kita biasa menarik kesimpulan bahwa, zakat memiliki multi tujuan bukan saja tujunya hanya sebagai ritual yang semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun dilain sisi dampak dan  tujuan secara partikal sepereti untuk memperdayakan kaum yang lemah mustadafun/fin  sangat diutamakan.
Semnatar itu zakat juga sudah menjadi devisa sauatu Negara yang sejak pada zaman rasullah digalakkan hingga saat ini, Indonesia yang mayoritas penduduknya umat islam tidak menuntuk kemungkinan potensi dibidang zakat dapat diperhitungkan, sehingga dengan begitu begitu besarnya potensi dalam hal zakat pemerintah Indonesia mulai menyusun dan mengatur tentang harta zakat yang dikeluarkan oleh mustahik.
Dalam kurun beberapa tahun hingga dikeluarkan undang-undang yang terbaru yaitu undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, undang-undang ini dibuat sebagai rujukan dalam tata kelola di dunia zakat, sementara itu lembaga amil zakat baik yang bersekala nasional dan hingga kecamatan sudah ada di setiap  daerah di Indonesia, dengan demikian dengan adanya undang-undang dan lembaga yang kehusu menangani masalah zakat, nantinya akan memberikan dampak dan konteribusi dalam sistem pengelolaan zakat di indoneia.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang mengakaji tentang pengelolaan zakat di indoneia, dengan adanya mkalah ini yang mencoba mengkaji meski sedikian, namun pengetahuna tentang sisitem pengelolaan zakat setidak nya dapat dipahami. Demikianlah  makalah ini, dibuat mudahan-mudahan dapat bermamfaat.

DAFTAR FUSTAKA

Arif Mufraini,akuntansi dan menejmen zakat, (Jakarta, kencana prenada media group,cetakan kepertama,2006)
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya,( Bandung: Diponegoro, 2000)
Didin Hafidhuddin dkk,the power of zakat setudinperbandingan pengelolaan zakat di asia tenggaga, ( Malang, UIN-malang Press.cetakan pertama, 2008)
Fakhruddin,fiqih dan menejmen zakat di indonesia, (Yogyakarta, Sukses Offset,cetakan kepertama, 2008)
K.H. Didin Harifuddin, zakat dalam perekonomian moderen, ( jakarta, Gema Insani, cetakan ketiga, 2004)
Keputusan Menteri Agama republik indonesia nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 38 tahun 1999 tantang pengelolaan zakat.
M.Zaidi Abdad,lembaga perekonomian ummat di dunia islam, ( Bandung , Angkasa Bendung, cetakan pertama 2003)
Undang –Undang  republik indonesia nomor  23  tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
Undang –Undang  republik indonesia nomor  38  tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
Teungku Muhammad  Hasbi  Ash Shiddieqy,pedoman zakat,(Semarang, PT Pustaka Rizki Putra, cetakan kedua,1999)


[1] K.H. Didin Harifuddin, zakat dalam perekonomian moderen, ( jakarta, Gema Insani, cetakan ketiga, 2004) hlm.124
[2] Keputusan Menteri Agama republik indonesia nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 38 tahun 1999 tantang pengelolaan zakat.
[3] M.Zaidi Abdad,lembaga perekonomian ummat di dunia islam, ( Bandung , Angkasa Bendung, cetakan pertama 2003) hlm.35
[4] Undang –Undang  republik indonesia nomor  23  tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
[5] Fakhruddin,fiqih dan menejmen zakat di indonesia, (Yogyakarta, Sukses Offset,cetakan kepertama, 2008) hlm.341
[6]Ibid. 127
[7] Arif Mufraini,akuntansi dan menejmen zakat, (Jakarta, kencana prenada media group,cetakan kepertama,2006) hlm186.
[8] Ibid,140
[9] Didin Hafidhuddin dkk,the power of zakat setudinperbandingan pengelolaan zakat di asia tenggaga, ( Malang, UIN-malang Press.cetakan pertama, 2008) hlm.93
[10] [647]  yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

[11] Selengkapnya lihat Undang-Undang tentang  pengelolaan nomor 38 tahun 1999 dan yang terbaru  nomor 23 tahun 20011.
[12] Teungku Muhammad  Hasbi  Ash Shiddieqy,pedoman zakat,(Semarang, PT Pustaka Rizki Putra, cetakan kedua,1999) hlm.163-203