Senin, 02 November 2015

hukumpelindungan konsumen terhadap jual beli secara online

KATA PENGANTAR
            الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, والصلاة والسلام على رسول الله, وعلى اله و أصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الد ين ,أمابعد    

Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempurna, selawat dan serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, berserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya hinggan hari kiamat.
Akhirnya karya ini bisa diselesaikan dengan tepat waktu, karya ini disusun berdasarkan sub materi yang berkaitan dengan hukum pelinduang konsumen, dan ini juga dibuat sebagai sarat dan setandriasi dalam mengikuti mata kuliah hukum pelinduangn konsumen, ternsaksi secara online meruapakna salah satu kajian dalam hukum pelinduangn konsumen, karan jika kita lihat secara detail perktik ini, maka kita bisa melihat pelangaran-pelangaran yang dilakukan oleh pelaku usaha karna ternsaksi mengkaji demikan untuk melihat pelindungan konsumen seperti apa.
Sementara itu apabila ada kesalahan dan kekeliruan  dalam sitiamatika dalam karya ini maka saya selaku penulis meminta maaf dan mudah-mudahan ini menjadi bermampaat bagi kita sebumua.
                                                                                    Mataram, 12 Mei 2015                                                                                   
                                                                                                Penulias
                                                DAFTAR ISI

HALAM SAMPUL
KATA PENGENTAR..........................................................................        i
DAFTAR ISI.........................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................        1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Gambaran umum pelinduang konsumen terhadap transaksi secara online
B.     Definisi ternsaksi secara online...................................................        7
C.     Pernedaan ternsaksi secara online dan langsung........................        9
D.    Kaitannya ternsaksi online dangan perjanjiaan...........................        12
BAB III PENUTUP
A.    kesimpulan...................................................................................        19
B.     saran............................................................................................        19








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Pada zaman sekarang seiring pesatnya perubahan diberbagai bidang menciptakan corak dan sistem yang semakin maju, salah satunya adalah ternsaksi mengunakan teknologi yang kita kenal dengan online, ternsaksi online ini pada zaman sekarng sudah marak terjadi dan sudah menjadi satu andalan masyarakat masa kini dalam melakukan tarnsaksi, karna didalam ternsaksi online kita dimanjakan dengn segala pasilitas yang ada salah satunya adalah kemudahan yang ditawarkan.
     Trnsaksi secara online juga sudah menawarkan segala kemudahan yang ada didalamnya termasuk situs-situs yang sudah beraneka ragam yang bisa dikunjungi oleh setiap konsumen yang akan membeli barang, namun dari segalanya kemudahan yang ditawarkan tentunya akan memiliki kelemahan dan kekurangan yang akan merugikan konsumen, sehingga dalam ternsaksi secara online sangat rentan dengan kecurangn dan penipuan.
                 Begitu rentanya kecurangan dan penipuan yang ada menciptakan pelinduang terhadap konsumen sangatlah tipis, sehingga dengen demikian masalah ini sangat perlu sekali untuk dikaji, dengen demikian saya tertarik untuk membuat karya ilmiyah yang menyangkut tentang  aspek pelinduangan konsuemn terhadap ternsaksi secara online.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dikaji dalam karya ilimayah ini yang akan dikaji pada halaman berikutnya adalah sbb:
1.      Apa gambaran umum pelinduang konsumen terhadap transaksi secara online..?
2.      Apa definisi ternsaksi secara online…..?
3.       Bagimana pernedaan ternsaksi secara online dan langsung..?
4.      Bagaimana kaitannya ternsaksi online dangan perjanjiaan..?














BAB II
PEMBAHASAN
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP TRANSAKSI SECARA ONLINE

A.    Gambaran Umum Tentang Pelinduangn Konsumen
Perlindungan hukum terhadap konsumen menyangkut dalam banyak aspek kehidupan terutama dalam aspek kegiatan bisnis. Dalam undang-undang pelindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 pasal 1 menyebutkan bahwa konsumen adalah: setiap   orang   pemakai   barang   dan/atau   jasa   yang   tersedia   dalam masyarakat,   baik   bagi   kepentingan   diri   sendiri,   keluarga,   orang   lain   maupun   makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dengan demikian, berdasarkan pengertian tersebut, konsumen adalah orang yang membeli suatu produk hanya untuk digunakan olehnya (pemakai akhir), bukan untuk dijual kembali. Namun masalah perlindungan konsumen pada kenyataannya perlu diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar kualitas dari barang yang bersangkutan tetap terjamin dan tidak merugikan konsumen. sehingga didalam undang-undang telah diatur tentang pengawasan terhadap barang yang dikonsumsi oleh setiap konsumen. didalam undang-undang tentang makanan juga dijelaskan tentang pengawasan yang terjantum didalam pasal 9 undang-undang tentang pangan nomor 18 tahun 2012 .[1]
Selanjutnya berbicara tentang teransaksi pihak kedua yang harus dipahami adalah pelaku usaha didalam undang-undang pelindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 pasal 1 menjelaskan bahwa pelaku usaha adalah adalah   setiap   orang   perseorangan   atau   badan   usaha,   baik   yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun   bersama­sama   melalui   perjanjian   menyelenggarakan   kegiatan   usaha   dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam kaitannya dengan hubungan perniagaan antara konsumen dengan pelaku usaha akan terkait dengan obyek perjanjian. Obyek perjanjian tersebut bisa merupakan suatu barang ataupun jasa yang diperjanjikan. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,dapat dihabiskan maupun  tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun  1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1butir 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Perlindungan terhadap konsumen yang akan kami bahas adalah transaksi online yang sering kali menimbulkan masalah dikemuadian salah satu yang banyak masalah yang timbul adalah   penipuan dan penyelewengan didalamnya serta kurangnya perlindungan yang melindungi konsumen dalam aspek ekonomi tersebut.
Sesuai dengan pasal 2 Undang-undang dasar Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terdapat 5 (lima) prinsip umum perlindungan  konsumen.
a.       Prinsip manfaat, yaitu segala upaya perlindungan konsumen harus  memberi manfaat bagi konsumen dan pelaku usaha; artinya dalam setiap transaksi apapun dan melewati apapun harus mengedapankan mamfaat demi kebaikan kedua belah pihak baik pembeli dan penjual.
b.      Prinsip keadilan, yaitu konsumen dan pelaku usaha hendaknya mendapat haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil, begitu pula dalam setiap teransaksi harus dibarengi dengan kedialan yang memadai baik kedilan bagi konumen dan pelaku usaha. 
c.       Prinsip Keseimbangan, yaitu perlindungan konsumen diharapkan dapat memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah;
d.      Prinsip keamanan dan keselamatan konsumen, yaitu memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam menggunakan suatuproduk barang/ jasa;
e.       Prinsip kepastian hukum, yaitu pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Kesemua perinsip tersebut harus diikutsertakan didalam melakukan trensaksi terlebih terensaksi melewati teknologi atau online, karna Konsumen sangat sulit untuk meminta pertanggungjawaban produsen dari barang yang telah menimbulkan kerugian pada konsumen sehingga setiap konsumen ketika melakukan ternsaksi harus cermat dan pinter yang paling utama adalah kehati-hatian, kehati-hatian merupakan modal yang paling utama  yang harus diperhatikan dalam terensaksi online iersebut karna seperti yang kita lihat dengan melakukan ternsaksi melewati online semua menjadi mudah dan yang jauh menjadi dekat namun kesemua keuntungan terseabut tentaunya bayak masalah yang timbul.
Selanjutnya dalam perlindungan konsumen, hubungan hukum antaran produsen dan konsumen dapat terjadi melalui perjanjian yang langsung melibatkan kedua belah pihak. Pada umumnya transaksi semacam ini hanya dilakukan untuk barang-barang buatan rumah tangga yang diproduksi dalam jumlah yang tidak begitu besar. Melalui hukum perjanjian, konsumen dapat dilindungi dari perilaku produsen. Apabila produsen tidak memenuhi kewajiban yang  telah diperjanjikan, maka konsumen berhak untuk mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi.

B.     Definisi Ternsaksi Secara On Line
Pada saat ini banyak sekali bermunculan perjanjian yang bentuk dan isinya beraneka ragam, termasuk perjanian secara elektronik, sebagai akibat pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini.  Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UndangUndang Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).[2]
 Disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas.  Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
Dalam perjanjian secara elektronik ini terlihat adanya pergeseranmakna dari kesepakatan sebagai keinginan atau kehendak para pihak yang membuat perjanjian,  sehingga muncul berbagai macam perjanjian baku/kontrak standar yaitu kontrak yang dibuat atas kehendak salah satu pihak saja.  Salah satu perjanjian/kontrak seperti ini adalah perjanjian secara elektronik/kontrak elektronik (digital contract), dimana dalam kontrak elektronik ini, bentuk dan  isi kontraknya merupakan keinginan dari penjual/pelaku usaha saja secara sepihak, sementara itu pembeli/konsumen hanya dapat mengikuti dan melakukan isi kontrak tersebut, walaupun pembeli dapat juga tidak menyetujui isi perjanjian tersebut, berarti tidak terjadi hubungan hukum antara penjual dengan pembeli.  Oleh karena itu dikenal adagium take it or leave it.
Kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang, dibuat,ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini dapat pula oleh penjual), untuk ditutup secara digital oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen/pembeli).
Kontrak/perjanjian secara elektronik sebagai salah satu perjanjian baku dilakukan secara jarak jauh bahkan sampai melintasi batas negara, dan biasanya para pihak dalam perjanjian elektronik tidak saling bertatap muka atau tidak pernah bertemu.
Perjanjian elektronik menurut Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), diartikan sebagai dokumen elektronik yang memuat transaksi dan/atau perdagangan elektronik, sedangkan perdagangan secara elektronik diartikan sebagai perdagangan barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Salah satu perjanjian yang akan dibahas adalah perjanjian jual beli,sebagaimana termuat dalam Pasal 1457 BW yang berbunyi: Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan
C.    Perbedaan Ternsaksi Secara Langsung Dengan Online
Untuk membedakan kedua bentuk teransaksi ini baik terensaksi secara langsung dan online tentunya memiliki bayak pernedaan, pada dasarnya perjanjian antara produsen dan konsumen, prestasi yang harus dipenuhi dapat diukur baik jumlah, berat, jenis, dan sebagainya.
1.      Ternasaksi Secara Langsung
Pada mulanya, transaksi perdagangan dilakukan secara langsung antara produsen dan konsumen, di mana produsen menyerahkan barang yang diproduksinya langsung kepada konsumen yang langsung membayar harga barang. Namun transaksi semacam itu saat ini sudah jarang sekali dilakukan terutama di perkotaan.  padahal jika kita bandingkan ternsaksi semacam ini lebih menguntungkan mulai dari akibat hukum sampai dengan kebebasan dalam melakukan perjanjian,
Diantara kelebihan yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam memebeli barang sacara langsung adalah sbb:
a.       Bebas memilih barang tampa ada  unsur penipuan.
Artinya apa bahwa ketika seorang melakukan tarnsaksi secara langsung seorang pembeli bebas memilih dan melihat barang yang diinginkan bahkan untuk barang-barang tertentu bisa dicoba, sehingga tingkat kepuasan sangat tinggi serta unsure penipuan terhadap barang juga semikin kecil.
b.      Kepastian akan barang untuk didapatkan terjamin.
Keuntungan yang kedua adalah barang yang kita inginkan juga pasti kita dapatkan, sehingga adanya barang maka adanya pembelian terhadap barang itu sendiri, hal ini berbeda dengan jual beli secara on line yang tingkat penipuanya sangat tinggi, dimana kadang penjual sengaja meminta bayaran duluan kemudian barang baru bisa dikirim, inilah yang kadang sarat dengan unsure penipuan.
c.       Bisa langsung memggugat pelaku usaha apabila melakukan kesalahan.
Inilah kelebihan yang selanjutnya dimana seorang yang meras dirugikan terhgadap suatubarang berhak untuk menuntut secara hukum bahwa telah terjadi penipuan dan lain sebaginya
2.      Ternsaksi Secara On Line
Saat trensaksi melewati online sedang marak terjadi media dengan  dengan situs yang beraneka ragam, kondisi seperti ini disebabkan oleh trend perdagangan di mana barang-barang diproduksi secara masal dan melibatkan rantai perdagangan yang panjang, sehingga konsumen tidak lagi dapat berhubungan langsungdengan produsen Dengan tidak adanya hubungan kontraktual langsung antara produsen dan konsumen, maka apabila produsen tidak memenuhi kewajibannya, konsumen tidak lagi dapat menggugat produsen atas dasar wanprestasi. Konsumen hanya dapat menggugat produsen atas dasar perbuatan melawan hukum.
Kemudian jika mengacu kepada kekurangan yang dimiliki ternyata ternsaksi melewati on line riskan dengan kecurangan dan penipuan yang berbagi bentuk.
Selanjutnya, sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, maka pemerintah Republik Indonesia harus melakukan  tindakan-tindakan yang dapat melindungi konsumen di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa setiap anggota masyarakat adalah konsumen.
Dengan demikian perlindungan terhadap konsumen dapat diwujudkan melalui pembentukan peraturan perundang-undangan ataupun melalui keputusan-keputusan tata usaha negara; yang termasuk dalam ruang lingkup hukum publik. Selain itu pemerintah dapat mengembangkan pendidikan bagi konsumen dan penetapan suatu insentif untuk mendorong perilaku yang diharapkan oleh pemerintah; dalam hal ini yang menyangkut perlindungan terhadap konsumen.
Perjanjian jual beli yang terjadi antara penjual dengan pembeli terkadang dibuat dalam bentuk perjanjian standar atau klausula baku yang isinya ditetapkan secara sepihak oleh penjual. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, telah ditegaskan bahwa penjual dilarang membuat atau mencantumkan klausulabaku pada setiap perjanjian yang :
1.      Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2.      Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
3.      menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen;
D.    Transaksi On Line Kaitanya Dengan Perjanjiaan
Persoalan mengenai transaksi jual beli tidak terlepas dari perjanjian,karena setiap proses jual beli pasti akan diawali dengan sebuah kesepakatan,yang mana kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 Burgerlijk Wetboek (BW), disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih. Perjanjian dapat dilakukan oleh para pihak sesuai kehendaknya masing-masing baik dari segi bentuk, macam maupun isinya, hal ini merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.[3]  Namun demikian sebebas apapun seseorang membuat perjanjian tetap harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian seperti termuat dalam ketentuan pasal 1320 BW, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan
ketertiban umum. Pasal 1320 BW mengatur bahwa syarat sahnya perjanjian terdiri dari:
a)      Kesepakatan para pihak[4]
b)      Kecakapan para pihak dalam perjanjian
c)      Suatu hal tertentu
d)     Suatu sebab yang halal[5]
      Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang.  Menurut Pasal 1330 BW juncto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan seseorang dikatakan dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya.  Sementara itu seseorang dikatakan sehat mentalnya berarti orang tersebut tidak berada dibawah pengampuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 junto Pasal 433 BW. Orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau  curatornya.  Sedangkan orang yang tidak dilarang oleh undang-undang maksudnya orang tersebut tidak dalam keadaan pailit sesuai isi Pasal 1330 BW junto Undang-Undang Kepailitan. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 BW, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan.  Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.
Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.
Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya.  Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya hanya merupakan kehendak dari salah satu pihak saja. Perjanjian seperti itu dikenal dengan sebutan Perjanjian Baku. Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam asas yang dapat diterapkan antara lain :
1)      Asas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.
2)      Asas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian.
3)      Asas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku
4)      Asas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.
5)      Asas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masingmasing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
6)      Asas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.
7)      Asas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
8)      Asas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga.harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
9)      Asas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus  mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 BW yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan  selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam.perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.  [6]
Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian. Sebagai wujud dari asas kebebasan berkontrak, pada saat ini banyak sekali bermunculan perjanjian yang bentuk dan isinya beraneka ragam,termasuk perjanjian secara elektronik, sebagai akibat pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini.
Selanjutnya, dalam kontrak jual beli para pelaku yang terkait didalamnya yaitu penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda.  hak seorang pembeli yang diatur didalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 4 tentang pelindungan konsumen menjelaskan hak konumen yang harus diberikan oleh pelaku usaha dianatara hak terseabut yang bisa dilanggar dalam julan beli secara online adalah sbb:
1.      hak untuk mendapatkan informasi.
Didalam jual beli secara online yang paling rentan dengan kekurangan adalah informasi yang kurang jelas dari penjual, sehingga produk yang dibeli kadang tidak sesui dengan apa yang tawarkan, ini meruupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha.
padahal seorang konumen harus mendapatkan informasu yang jelas terhadap suatu produk apabila benda yang ditrnsasikan cacat maka  perjanjian bisa dibatlakan, begitupula kekeliruan baik keliluar terhadap benda maupun subjek maka didalm hukum perjajian maka perjanjian tersebut bisa dibatalakan.[7]
Pada transaksi jual beli secara elektronik, seorang penjual atau pelaku usaha yang menawarkan suatu produk melalui media elektronik wajib menyediakan informasi secara lengkap da benar berkaitan dengan syaratsyarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan.  Ketentuan termaksud telah ditegaskan dalam Pasal 9  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga tidak ada alasan bagi pelaku usaha dalam hal ini penjual untuk tidak beritikad baik dalam menawarkan serta menjual produk-produknya itu.
2.      Hak Untuk Mendapat Uapaya Hukum Yang Patut.
kemudian inilah yang menjadi masalah yang sangat besar, dari kekurangan ternsaksi melewati online ketika seorang konsumen dirugikan maka dimana mereka mengadukan sementara ternsaksi secara online tidak secara langsung, sehingga sulit untuk mencari pelaku usaha yang memasarkan barng tersebut, sehingga ini menjadi masalah yang sangat serius dan pelangaran hak konsumen yang sangat memperihatinkan.
Dengan demikian hak dan kewajiban penjual dan pembeli sebagai para pihak dalam perjanjian jual beli harus dilaksanakan dengan benar dan lancar,apabila para pihak memperhatikan dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.  Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diatas, berlaku juga dalam transaksi jual beli secara elektronik, walaupun antara penjual dan pembeli tidak bertemu langsung, namun tetap ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli ini harus tetap ditaati. 











BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Setelah mengkaji dan membaca isi dari karya ini maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa, elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. 
Ternsaksi tersebut sekalipun memiliki kemudahan namun kekurangan juga sangat diperhitungkan karna tidak jarang mereka yang melakukan ternsaksi tersebut tidak puas karna adanya kesalah salah satu pihak, sehingga setiap ternsaksi tersebut husunya seorang konsuemn harus cermat dan hati-hati dalam melakukan ternsaksi tersebut, sehingga bisa terhindar dari kecurangan dan penipuan.
B.     saran
Kemudian adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah: apabila dalam karya ini terdapat kesalahan dan kekliruan maka saya selaku penyusun meminta maaf dan mudah-mudahan karna ilmiyah ini dapat menjadikan salah satu media untuk meningkatkan keilmuan kita husunya dibidang hukum.



DAFTAR PUSATKA

Ahmad Miru,hukum pelindungan konsumen,(jakrta,PT Raja Grapindo persada, 2004)
Gunawan Widjaja Dkk,Hapusnya perikatan.(Jakarta,PT Raja Grapindo Persada, 2003)
J.Satrio,hukum perikatan perikatan pada umunya,(bandung,Alumni,1999)
Subekti, Tjitrosudibio,kitab undang-undang hukum perdata,(jakrta,PT Frainya Parmita,2004)
Suharnoko,hukum perjanjian teori dan analisi kasus,(Jakrta,Prenadamedia Group,2008)
Uandang-Undang  nomor 18 tahun 2012 tentang pangan.
UndangUndang Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).




[1] uandang-undang  nomor 18 tahun 2012 tentang pangan.
[2] UndangUndang Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
[3] Subekti, Tjitrosudibio,kitab undang-undang hukum perdata,(jakrta,PT Frainya Parmita,2004)
[4] J.Satrio,hukum perikatan perikatan pada umunya,(bandung,Alumni,1999) hlm.33
[5] suharnoko,hukum perjanjian teori dan analisi kasus,(Jakrta,Prenadamedia Group,2008) hlm.27
[6] Gunawan Widjaja Dkk,Hapusnya perikatan.(Jakarta,PT Raja Grapindo Persada, 2003) hlm.13
[7] Ahmad Miru,hukum pelindungan konsumen,(jakrta,PT Raja Grapindo persada, 2004) hlm.39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar