KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini. Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW atas perjuangan beliau kita dapat menikmati pencerahan iman dan
islam dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai “Berpikir Deduktif dan Induktif” dalam rangka memenuhi tugas
Filsafat Ilmu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Mataram, 20 November
2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................ i
KATA
PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR
ISI......................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................... 2
A.
Definisi kerakteristik berpikir deduktif....................................... 2
B.
Macam corak berpikir deduktif................................................... 3
C.
Definisi kerakteristik berpikir induktif ....................................... 7
D.
Macam corak berpikir induktif.................................................... 8
BAB
III PENUTUP.............................................................................. 15
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada topik antologi ilmu telah dijelaskan bahwa pada dasarnya hakikat ilmu adalah
objek bahasannya yang empiris terdapat dalam kegiatan sehari-hari, dapat
diamati (dopotret, dividco) yang karnanya lingkup ilmu pengetahuan adalah
ahl-hal yang dapat diukur (meansurabel), dan
dapat diamati (obaervable). Objek
emperis dari ilmu adalah mengandung
gejala yang memiliki keserupaan yang satu dengan yang lain, karna pula dapat di
identifikasi kecenderngan yang diamati. Melalui metode penelaran yang cermat,
maka dapatlah disusun teori yang tingkat kebenaran (logika) nya yang memiliki
probabilitas kebenaran yang tinggi, sejauh tidak terdapat bukti baru yang
membentuk.
Uraian berikut akan dipaparkan pola berpikir induktif dan deduktif dengan
menempatkan asumsi-asumsi dasar objek emperis dalam ilmu pengetahuan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Definisi
kerakteristik berpikir induktif dan deduktif.
2. Macam corak
berpikir deduktif dan induktif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif
kehususnya berpikir tradisional bermula dari Zaman Yunani Kuno sekitar abad
ketiga SM. Deduktif ini merupakan
peroses berpikir, baik secara langsung ataupun tidak secara langsung
berdasarkan atas pertanyaan umum yang sudah lebih dahulu diketahui. Pernyataan
yang berisi sesuatu yang sudah diketahui disebut anteseden (premis) yang
merupakan pernyataan yang berisi pengetahuan yang ditarik dari pernyataan dasar
atau disebut konsekuen (kesimpulan).[1]
1. Deduktif
berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan
kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang
umum, lawannya induktif (W.J.S.Poerwadarminta, 2006).
2. Deduktif
adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan (S.Suriasumantri, 2005).
Metode
berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus.
Contoh:
1) Setiap manusia
yang ada didunia pasti suatu ketika akan mati.
2) Ahmad adalah
manusia
3) Karna ahmad
adalah manusia maka suatu saat pasti akan mati.[2]
Adapun
berbagai macam corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme
hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternatif, entimem, dan
sebagainya.
a. Silogisme
Kategorial
Silogisme
adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi
(pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi
yang merupakan proposisi yang ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut
dengan premis. Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif
yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga)
proposisi kategorial, yang disusun menjadi tiga term yang muncul dalam
rangkaian pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul dalam dua
pernyataan, misalnya:
1) Semua karyawan
adalah PNS.
2) Semua PNS
adalah peserta Jamsostek.
3) Jadi, semua karyawan
adalah peserta Jamsostek.
Dalam
rangkaian diatas terdapat tiga proposisi: (1) + (2) + (3). Dalam contoh ini
rangkaian kategorial hanya terdapat dalam tiga term, dan tiap term muncul dalam
dua proposisi. Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh
silogisme itu. Sedangkan subyek dari konklusinya disebut term minor dari
silogisme. Sementara term yang muncul dalam kedua premis namun tidak muncul
dalam kesimpulan disebut premis tengah.
b. Silogisme
Hipotesis
Silogisme
hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif
yang mengandung hipotesa. Silogisme hipotesis bertolak dari suatu pendirian,
bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak
terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh
sebab itu rumus proposisi mayor silogisme ini adalah:[3]
Jika P, maka Q
Contoh
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka
Jazira akan pergi kursus.
Premis
Minor : Hujan turun
Konklusi
: Sebab itu Jazira tidak akan pergi kursus
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan
pergi kursus.
Premis
Minor : Hujan tidak
turun
Konklusi
: Sebab itu Jazira akan pergi kursus
Walaupun
premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap bersifat
kategorial. Premis mayor sebenarnya mengandung dua pernyataan kategorial, yang
dalam contoh hujan tidak turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya
disebut anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam
silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan mempengaruhi
kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan pada
akibatnya’.
c. Silogisme
Alternatif
Jenis
silogisme alternatif biasa juga disebut dengan silogisme disjungtif, karena
proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang
mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya
adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu
alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung pada premis minornya, jika
premis minornya menerima satu alternatif maka alternatif lainnya akan ditolak;
dan jika premis minornya menolak satu alternatif maka alternatif lainnya akan
diterima dalam konklusi.[4]
Contoh :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor
: Zian ada di sekolah
Konklusi
: Sebab itu, Zian tidak ada
dirumah
Secara praktis
kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau menemukan
sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai dengan pola silogisme
alternatif diatas.
d. Entimem
Silogisme
sebagai suatau cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artificial.
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua
proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan,proposisi itu tetap
dianggap ada dalam pikiran dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk
semacam ini dinamakan entimem (dari enthymeme enthymema,yunani. Kata itu
berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’). Entimen
adalah penalaran deduktif secara langsung. Misalnya sebuah silogisme asli akan
dinyatakan oleh seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian sebagai
berikut:[5]
Premis mayorp : Siapa
saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain kawakan.
Premis minor :Rudy
Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi :
Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Bila pengasuh
ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya tulisan sehari-hari
mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu kaku.
Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan
berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena
terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.”
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yang
disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
B. Pengertian Berpikir
Induktif
Filsuf pada
zaman keemasan Yunani, Aristoteles menyatakan bahwa peruses peningkatan dari
hal-hal yang bersifat individu kepada yang bersifat universal, disebut sebagai
pola penelaran induksi.[6]
Induktif
adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum (W.J.S. Poerwadarminta, 2006).
Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (Suriasumantri,2005).
Metode
berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari
penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah
corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam
penalaran induktif. Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas
bermacam-macam variasi yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi
induktif, kausal, dan sebagainya.[7]
1. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah
semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan
pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe
kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai
mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah
abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
2. Hipotesis dan
teori
a. Hipotesis
Secara bahasa
hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya dan thesisartinya pernyataan atau
pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu
diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam
kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis merupakan
satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Ciri Hipotesis Yang Baik. Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Hipotesis
harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat
pertanyaan.
2) Hipotesis
berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel
penelitian.
3) Hipotesis
harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4) Hipotesis
harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik
menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana
prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.[8]
5) Hipotesis
harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
pengertian.
b.
Teori
Teori adalah
serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan
yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
c. Hubungan
antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini
merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas
suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis
menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan
tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Oleh karena itu, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat
untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau
dipelajari dalampenelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori
tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
d. Analogi
Analogi dalam
bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa mengukur,
membandingkan). Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu
gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang
mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu
teknik dalam proses penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebut
juga sebagai analogi induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju
fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada
fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
Macam-macam
analogi
a) Analogi
Induktif
Analogi
induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua
fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama
terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang
sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima
berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang
diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena
berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika
berlatih setiap hari.
b) Analogi
Deklaratif
Analogi
deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang
belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini
sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima
apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Misalnya, untuk penyelenggacraan negara
yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya.
Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan
sinergitas antara akal dan hati.
c) Hubungan
Kausal
Hubungan
kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa
sebab yang sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke
akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah
sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
1)
Hubungan sebab-akibat. Yaitu dimulai dengan mengemukakan
fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada
pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab
merupakan gagasan penjelas.
2)
Hubungan sebab-akibat, Yaitu hubungan yang dimulai dengan
fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari
sebabnya.
3)
Hubungan sebab-akibat, Yaitu dimulai dari suatu sebab
yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab
yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian
beberapa akibat.
d) Induktif dalam
metode eksposisi,
Eksposisi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana
isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian
dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini
berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi
atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif adalah
cara berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus ke umum yang mulai bergerak
dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang telah terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berpikir deduktif
adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Sedangkan berpikir induktif merupakan cara
berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual.
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Rahmat dan Conny Semiawan dkk, Filsafat
Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana, 2011.
Mundiri,
Logika. Jakarta: PT Raja Grapindo
perdada, 1999.
Muhammad
Adib, Filsafat Ilmu. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Susanto,
Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumu Aksara, 2014.
Sudarto,
Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar