Minggu, 17 Januari 2016

POLITIK HUKUM PENERAPAN ASAS KEADILAN DALAM PEMBENTUKAN SUATU PRODUK HUKUM NASIONAL (POSITIF) YANG BAIK

MAKALAH
POLITIK HUKUM
PENERAPAN ASAS KEADILAN DALAM PEMBENTUKAN SUATU PRODUK HUKUM NASIONAL (POSITIF) YANG BAIK


logo iain mataram


OLEH
IJAN SURYADI                                                                                                         NIM: 152.121.020



JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2016


KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempuena, seawat dan serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw,berserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya hinggan hari kiamat.
Makalah yang berjudul Penerapan Asas Keadilan Dalam Pembentukan Suatu Produk Hukum Nasional (Positif) Yang Baik Di Indonesia ini merupakan makalah yang mengkaji tentang penerapan dan perkembangan asas keadilan guna menciptakan hokum yang baik di Indonesia yang diakibatkaln oleh polituk hokum, Dengan demikian maka makalah ini akan mengakaji materi tengang Penerapan Asas Keadilan Dalam Pembentukan Suatu Produk Hukum Nasional (Positif) Yang Baik di Indonesia  yang pembahasan nya akan di bahan pada bab selanjutnya.
Demikianlah  kata pengatar yang bisa kami samapaikan mudah-mudahan makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua. Aimin
                                                                                  Mataram, 2 Januari 2015
                                                                                                  Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................        i
DAFTAR ISI.........................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................        1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Politik Hukum dan Produk Hukum............................................        3
B.     Asas keadilan..............................................................................        6
C.     Penerapan Asas keadilan dalam membentuk produk hukum .....        11
BAB III PENUTUP
A.    kesimpulan ..................................................................................        13
B.     saran ...........................................................................................        14
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam rangka melahirkan suatu produk hukum, terdapat lima asas yang digunakan sebagai acuan. Lima asas tersebut antara lain Asas Falsafah Pancasila, Asas Negara Hukum, Asas Demokrasi (Kerakyatan), Asas Kepentingan Umum,  dan Asas Hirarki Kemajemukan (Pluralisme). Namun pada kenyataannya, banyak produk hukum yang tidak mencerminkan kelima asas tersebut. Apabila produk hukum bertentangan dengan kelima asas tersebut maka tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Produk hukum dikatakan memiliki kualitas baik apabila dapat bermanfaat dan berpihak kepada rakyat. Sejauh ini, banyak produk hokum yang belum mencerminkan Pancasila. Asas Pancasila seolah dilupakan dalam menciptakan produk hukum. Salah satu dari kelima asas yang digunakan sebagai acuan dalam melahirkan produk hukum adalah Asas Negara Hukum.
Di dalam Asas Negara Hukum dapat dibagi menjadi tiga sub asas, yaitu prinsip kepastian hukum, prinsip kesamaan di muka umum, dan prinsip keadilan. Ketiga prinsip tersebut adalah prinsip yang dikehendaki negara hukum. Prinsip- prinsip tersebut harus diperhatikan dalam membuat produk hukum. Hukum itu harus pasti, harus adil, dan tidak diskriminatif.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana penerapan asas keadilan dalam pembentukan suatu produk hukum?


















BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Hukum dan Produk Hukum
Politik hukum adalah bagian dari ilmu hukum yang mengurai atau membahas tentang perbuatan aparat berwenang dalam memilih beberapa alternatif yang sudah tersedia untuk menciptakan produk hukum guna mewujudkan tujuan negara. Berdasarkan definisi politik hukum tersebut, terdapat empat unsur untuk memenuhi syarat politik hukum. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Harus ada perbuatan aparat yang berwenang,
2.      Harus ada alternatif yang disediakan (dalam bentuk hukum) oleh Negara  untuk dipilih,
3.      Harus ada produk hukum baru yang lahir (menciptakan produk hukum), termasuk produk hukum hasil perubahan,
4.      Harus ada tujuan negara yang diwujudkan.[1]
Hukum bukan merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mewujudkan tujuan negara.1 Aparat yang berwenang mencerminkan kekuasaan. Setiap aparat memiliki fungsi yang memberikan kewenangan. Kewenangan melahirkan hak-hak kepada aparatur negara. Di dalam kekuasaan itu sendiri, terdapat fungsi timbal balik antara hukum dan kekuasaan, yaitu kekuasaan memiliki fungsi terhadap hukum, dan hukum juga memiliki fungsi terhadap kekuasaan. Terdapat tiga macam fungsi kekuasaan terhadap hukum , yaitu :[2]
1.      Kekuasaan merupakan sarana membentuk hokum
2.      kekuasaan merupakan alat menegakkan hokum
3.      . kekuasaan sebagai media mengeksekusi putusan hakim
Begitu juga sebaliknya terdapat 3 macam fungsi hukum terhadap kekuasaan, yaitu :
1.      Hukum sebagai media melegalisasi kekuasaan
2.      Hukum berfungsi mengatur dan membatasi kekuasaan
3.      Hukum berfungsi meminta pertanggung jawaban kekuasaan
Hukum dan politik merupakan sub sistem dalam sistem kemasyarakatan. Keduanya  melaksanakan fungsi tertentu untuk menggerakkan system kemasyarakatan secara meyeluruh. Pada pokoknya, hukum berfungsi melakukan social control, dispute settlement, dan social engineering atau innovation, sedangkan fungsi politik meliputi pemeliharaan sistem dan adaptasi (socialization and recruitment), konversi (rule making, rule application, rule adjudication, interest-articulation dan aggregation), dan fungsi kapabilitas (regulative extractif, distributif, dan responsive)5. Meskipun demikian berbeda antara fungsi dan dasar hukum dan politik, keduanya saling melengkapi satu sama lain untuk mewujudkan tujuan negara. Tujuan negara yang dimaksud dalam hal ini adalah keadilan social.
Asas Negara Hukum dapat dibagi menjadi 3 sub asas, yaitu: Asas Kepastian Hukum (Legal Certainty Principle), Asas Kesamaan di Muka Umum (Equality Before The Law Principle), dan Asas Keadilan (Justice Principle). Dengan Asas Kepastian Hukum, diharapkan dalam pembuatan undang-undang atau suatu produk hukum tidak menimbulkan multi-interpretable. Apabila dalam suatu produk hukum terjadi multi-interpretable, dapat ditafsirkan secara berbeda sesuai dengan kepentingan masing-masing. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Sehingga, produk hukum memiliki kepastian hokum adalah suatu keharusan. Perihal kepastian hukum tersebut dapat dimasukkan. dalam Bab I (Ketentuan Umum) yang berisi definisi-definisi, diharapkan undang- undang tersebut menjadi jelas dan pasti.
Asas Kesamaan di Muka Umum (Equality Before The Law Principle) itu mengartiikan bahwa hukum tidak boleh diskriminatif. Tidak boleh terdapat istilah “kebal hukum”. Asas ini menghendaki setiap orang dianggap sama dalam hukum.7 Semua orang dapat diminta pertanggungjawabannya di muka umum. Asas berikutnya adalah Asas Keadilan, di dalam produk hukum haruslah mencerminkan keadilan. Keadilan merupakan realisasi Asas Kesamaan di Muka Umum.[3]

B.  Asas Keadilan
Di dalam pembentukan suatu produk hukum harus menerapkan asas keadilan. Sehingga dapat menghasilkan produk hukum yang adil pula. Berbicara mengenai pembentukan dan hasil produk hukum yang adil, tidak bisa lepas dari definisi atau pengertian tentang keadilan itu sendiri. Definisi tentang keadilan juga dikemukakan oleh beberapa tokoh-tokoh filsuf dunia. Menurut Socrates, adil adalah jika kewajiban sebagai warga negara yaitu menaati hukum negara dapat ditunaikan.9 Lalu Plato mengungkapkan terdapat dua prinsip mengenai keadilan, yaitu adil adalah jika “kepada yang sama diberikan yang sama”, dan “kepada yang tidak sama diberikan yang tidak sama”.[4]
Tokoh lainnya, Ulpian, mengajukan tiga prinsip mengenai keadilan, yaitu Honeste vivere, alterum non laedere, sum quique tribuere (Hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain, dan memberi kepada tiap orang bagiannya).11 Prinsip keadilan yang dikemukakan oleh Ulpian merupakan sebuah tolok ukur tentang apa yang baik, benar dan tepat dalam hidup. Dengan demikian keadilan itu mengikat semua orang baik masyarakat maupun penguasa. Prinsip. yang diajukan Ulpian didukung oleh Agustinus. Namun, Agustinus menambahkan dua prinsip lagi yaiyu, deligere (dihargai dan dicintai) dan delicto proximi (mengasihi sesama).
Menurut Stammler, keadilan ialah usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang adil (Zwangversuch zum Richtigen). Oleh karena itu, menurut Stammler, keadilan ialah usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif kepada cita hukum. Seperti yang telah dikemukakan A. Hamid S. Attamimi (1991: 68) dalam Soeprapto, hukum yang adil (richtigen Recht) ialah hukum positif yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat.
Tokoh berikutnya adalah Thomas Aquinas. Aquinas mengajarkan tiga kategori keadilan. Pertama, iustitia distributiva (keadilan distributif), yang menunjuk pada prinsip “kepada yang sama diberikan sama, kepada yang tidak sama diberikan yang tidak sama pula”, ini disebut kesederajatan geometris. Kedua, iustitia commutative (keadilan komutatif atau tukar-menukar), menunjuk pada keadilan berdasarkan prinsip aritmetis, yaitu penyesuaian yang harus dilakukan apabila terjadi perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum. Ketiga iustitia legalis (keadilan hukum), yang menunjuk pada ketaatan terhadap hokum (Tanya, 2011: 24).14 Menurut Aquinas, menaati hukum bermakna sama dengan bersikap baik dalam segala hal dan dapat diasumsikan bahwa hukum itu berisi tentang kepentingan umum, maka keadilan hukum disebut juga sebagai keadilan umum (iustitia generalis).
Di dalam tulisan yang berjudul “Rhetorica”, Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya; bukan persamaan,[5] melainkan kesebandingan. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. Menurut Kansil , keadilan tidak dipandang sama arti dengan persamarataan. Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Keadilan komutatif lebih menguasai hubungan antar perseorangan, sedangkan keadilan distributif utamanya menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus.
Selain model keadilan berbasis kesamaan, Aristoteles juga mengajukan model keadilan lain, yaitu keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif identik dengan keadilan atas dasar kesamaan proporsional. Sedangkan keadilan korektif (remedial), berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu perjanjian dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berupaya memberi kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan. Jika suatu kejahatan dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan pada si pelaku
kesetaraan. Keadilan korektif merupakan standar umum untuk memperbaiki setiap akibat dari perbuatan, tanpa memandang siapa pelakunya. Prinsip-prinsip itu adalah hukuman harus memperbaiki kejahatan, ganti-rugi harus memperbaiki kerugian dan memulihkan keuntungan yang tidak sah. Konsep Themis, sang dewi keadilan, melandasi keadilan jenis ini. Di mana sang dewi keadilan ditutup kedua matanya. Hal tersebut merupakan cerminan bahwa keadilan bertugas menyeimbangkan prinsip-prinsip tersebut tanpa memandang siapa pelakunya.[6]
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap aspek peyelenggaraan negara. Semua sikap juga tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat abstrak umum universal, tetap, tidak berubah..
Dibandingkan dengan sila–sila yang lain, sila ke lima dari Pancasila yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” ditempatkan di akhir. Hal tersebut dikarenakan keadilan sosial merupakan tujuan dari keempat sila sebelumnya, yaitu menjadi tujuan bangsa kita dengan bernegara. Masing-masing sila dalam Pancasila terkandung sila-sila yang lainnya. Yang dimaksud dengan terkandung di sila lainnya adalah bahwa sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan sosial yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, dan yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

Di dalam kalimat kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, disebutkan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia[7] ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”. Berdasarkan kata-kata “adil dan makmur” tampak jelas tujuan bangsa kita dengan proklamasi kemerdekaan untuk bernegara.[8]
Di dalam kalimat keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juga disebutkan bahwa pembentuk Pemerintah Indonesia adalah “untuk memajukan kesejahteraan umum”. Dengan adanya keadilan sosial sebagai sila kelima, maka bahwa di dalam “negara adil dan makmur” dan “kesejahteraan umum” harus mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ditujukan tidak hanya bagi rakyat Indonesia saja, tetapi juga bagi seluruh umat manusia di seluruh dunia, “…ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.


C.     Penerapan Asas Keadilan dalam Pembentukan Produk Hukum
Prinsip umum yang tersembunyi dalam berbagai penerapan konsep keadilan adalah para individu di hadapan yang lainnya berhak atas kedudukan relatif berupa kesetaraan atau ketidaksetaraan tertentu. Terdapat asas-asas dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk hukum. Asas- asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang aik.  Asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan Peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia dirumuskan dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, sebagai berikut :"
            (1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:
a.       . pengayoman;
b.      kemanusiaan;
c.       kebangsaan;
d.      kekeluargaan
e.       kenusantaraan;
f.       bhinneka tunggal ika;
g.      keadilan
h.      kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;[9]
i.        ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.        keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.[10]
Asas Keadilan sebagaimana disebutkan dalam di atas, bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa terkecuali. Sehingga dalam proses pembentukan Undang-undang diharapakan agar dapat menerapkan asas keadilan. Pertanyaan mengenai apakah hukum itu dapat dikatakan adil atau tidak adil, dan apakah elemen esensial dari keadilan, tidak dapat dijawab secara ilmiah. Yang dapat dijawab adalah bahwa tata aturan tersebut mengatur perilaku manusia, berlaku bagi semua orang, dan semua orang menemukan kegembiraan di dalamnya, maka keadilan sosial adalah kebahagiaan sosial..[11]
Jika keadilan sosial adalah kebahagiaan sosial, maka kebahagiaan social tersebut akan dicapai jika kebutuhan individu sosial dapat terpenuhi. Tata aturan yang adil adalah tata aturan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut.32 Adalah Adil jika suatu peraturan yang dibuat dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan diterapkan pada semua kasus di mana menurut isinya memang aturan tersebut harus diaplikasikan.33 Oleh karena itu, dalam pembuatan suatu produk hukum haruslah diterapkan asas keadilan.[12]
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian tentang keadilan memang sulit untuk dijabarkan secara pasti. Secara umum, keadilan adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban, yang dapat mengakomodir segala kepentingan individu agar masing-masing individu mendapatkan perlindungan kepentingan dan kebahagiaan." Hukum dan keadilan dapat dibedakan karena konsepsi keduanya berbeda. Hukum adalah apa yang benar-benar berlaku, sehingga hukum berkembang sesuai dengan pandangan manusia. Keadilan adalah cita-cita yang didasarkan pada sifat moral manusia, sehingga tidak terbatas hanya pada apa yang terjadi dalam dunia kenyataan. Walaupun berbeda, baik hukum maupun keadilan mempunyai hubungan yang erat, antara lain bahwa keadilan berlaku di dalam hukum, keadilan memberikan ukuran lahir sehingga hukum dapat dipertimbangkan.
Hukum tidak identik dengan keadilan, tetapi di dalam hukum ada kecenderungan untuk menginginkan keadilan, yaitu sikap tidak memihak (equality). Bukti bahwa hukum mengarah pada keadilan adalah bahwa undang- undang memberi ketentuan yang bersifat umum sehingga berlaku sama terhadap semua orang (equality before the law). Dapat disimpulkan bahwa hukum itu bersifat umum, mengikat semua orang, dan bersifat menyamaratakan. Namun, keadilan itu bersifat subyektif, individualistis, dan tidak bersifat menyamaratakan. Asas keadilan sangat penting untuk diterapkan dalam pembentukan suatu produk hukum. Penerapan asas keadilan dalam pembuatan produk hukum nantinya akan berdampak pada penerapan produk hukum itu sendiri. Saat ini masih banyak dari produk hukum yang ada saat ini belum mencerminkan asas keadilan. Sehingga dalam proses pembentukan produk hukum harus benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
B. Saran
Demikianlah makalah ini disusun berdasarkan temayang sudah menjadi topic dalam pembelajaran politik hukum, dengan demikian kirnya setelah membaca dan memehami isi dari makalah ini barang tentu jika ada kesalahan dan kekeliruan maka kami mengarapkan kemaklumanya.














DAFTAR PUSTAKA

Bernard L.Tanya, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama,(Genta Publishing,   Yogyakarta. 2011,)
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,(Balai Pustaka, Jakarta. 1989, )
Hart, H.L.A., Konsep Hukum, Penerbit Nusa Media, ( Ujung Berung,Bandung. 2010,)
Husein, Wahyudin dan Hufron, Hukum, Politik, dan Kepentingan, (Laksbang Pressindo, Yogyakarta. 2008,)
Hart, H.L.A., Konsep Hukum, Penerbit Nusa Media, ( Ujung Berung, Bandung. 2010,)
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Konstitusi  Pers, Jakarta. 2012
Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusa Media, (Ujung   Berung, Bandung, 2010,)
Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. (Penerbit Paradigma,Yogyakarta 2002,)
Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, ( Penerbit Nusa       Media, Ujung Berung, Bandung. 2010,)
Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan I (Jenis, Fungsi, Materi    Muatan), Kanisius, Yogyakarta. 2007,)
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Liberty, Yogyakarta. 2008,)
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Cahaya Atma Pustaka,   Yogyakarta. 2014,)
Notonagoro,  Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Bumi Aksara, Jakarta, 1995)



[1] Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, Hlm. 40
[2] Husein Wahyudin dan Hufron, 2008, Hukum, Politik, dan Kepentingan, Laksbang Pressindo,Yogyakarta, Hlm. 19.

[3] Bernard L.Tanya, 2011, Politik Hukum Agenda Kepentingan Bersama, Genta Publishing,   Yogyakarta, Hlm. 23.

[4] Sudikno Mertokusumo, 2014, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Cahaya Atma Pustaka,   Yogyakarta, Hlm. 13.

[5] Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu Perundang-undangan I (Jenis, Fungsi, Materi    Muatan), Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 263.
[6]C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,    Hlm. 42.

[7] Notonagoro, 1995, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Bumi Aksara, Jakarta, Hlm. 156.
[8] Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Penerbit Paradigma,Yogyakarta, Hlm. 240.

[9] Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Op.Cit., Hlm. 252."
[10] Hart, H.L.A., 2010, Konsep Hukum, Penerbit Nusa Media, Ujung Berung, Bandung, Hlm. 246.
[11] Kelsen, Hans, 2010, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusa Media, Ujung   Berung, Bandung, Hlm. 5-6.
[12] Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi  Pers, Jakarta, Hlm. 17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar