Kamis, 05 November 2015

pendaftaran hak tanggungan

MAKALAH
HUKUM JAMINAN
PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN


OLEH KELOMPOK
IJAN SURYADI                                                                                                           NIM: 152.121.020  
ISMI AMELIATUN SOLEHAH                                                                                   NIM: 152.121.019


JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2015


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempuena ,selawat dan serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW,berserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya hinggan hari kiamat.
Alhamdulilah makalah ini bisa diselesikan pada waktu yang singkat, makalah ini dibuat dan disusun  berdasarkan SAP satuan acara perkuliahan yang ada di mata kuliah hukum jaminan, dan semenatar itu makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memnuhi persyaratan untuk mengikuti salah satu prodi yang ada di mauamalah yaitu hokum jaminan. Dan adapaun makalah ini mencoba menjelaskan secara rinci masalah yang dikaji yaitu pendaptaran hak tanggungan atau perosedur pendaftaran hak tanggungan.
Penjalasan tentang pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan akan dijelakan pada halamn dan bab berikutnya, semenatara itu adapun kesalahan baik kesalahan dari segi kata dan seteruktur penulisan maka kami selaku penulis, meminta maaf dan mudah-mudahan makalah ini bisa bermamfaat bagi kita untuk memperkuat keilmuan kita husunya di bidang ilmu hukum. 

                                                                      Mataram, 23 juni 2015
                                                                                  Penyusun.
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ...............................................................     i
DAFTAR ISI................................................................................     ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................     1         
B.     Rumusan Masalah..............................................................     2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Kewajiban pendaftaran hak tanggungan...........................     3
B.     Objek Yang Didaftarakan.................................................     12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................     35
B.     Saran..................................................................................     35
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang.
Salah satu yang harus dikaji ketika kita memepalajari hokum jaminan adalah hak tanggungan, hak tanggungan adalah  pelimpahak haka atas benda kepada orang dengan modal kepercayaan. Namun dalam hal ini ketika kita  berbicara dengan hak tanggungan hal yang paling kurosial yang harus perlu dikaji adalah pendaftaran hak tanggungan, pendaftaran hak tanggungan meruapakan suaru peruses atau cara yang harus dilakukan oleh orang yang melakukan tanggungan guna memberikan pelindunagan dan mengatisipasi msalah yang akan dating dikemudian hari.
Pendafatarn hak tanggungan harus dilakukan oleh mereka yang berkepentingan dan pendaftaran tersebut harus didafatarkan kepada kantaor pertanahan atau pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah PPAT. Yaitu pejabat pembuat akata tanah, dan peruses ini harus dilakukan secapat mungkin setelah adanya atau timbulanya hak tanggungan. Dengan begitu perlunya pendaftaran hak tanggungan menajadikan pemabahasan yang sangat perlu untuk dikaji, dengan demikian makalah ini mencoba untuk mengkaji tentang pendaftaran hak tanggungan.

B.     Rumusan msalah.
Adapun rumusan masalah yang menjadi focus kajian dalam makalah ini adalah sbb: bagaimana ketentuan dalam pendafataran hak tenggungan yang diatur didalam atauran baik KUH Perdata dan atauran lainya, dan apa saja yang menajdi objek pendaftaran hak tanggungan ..?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kewajiban pendaftaran hak tanggungan
Kewajiban pendaftaran hak tanggungan dapat di temukan rumusannya dalam pasal 13 undang-undang hak tanggungan, yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 13
1.      Pemberi hak tanggyngan wajib di daftarkan pada kantor pertanahan
2.      Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta pemberian hak tanggungan sebagaimana di maksud dalam pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan dan warkat lainyang di perlukan kepada kantor pertanahan.
3.      Pendaftaran hak tanggunga sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) di lakukan oleh kantor pertanahan yang membuatkan buku tanah Hak  Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan
4.      Tanggal buku tanag Hak Tanggungan sebagaimana di maksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ke tujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat  yang di perlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tertanggal hari kerja berikutnya
5.      Hak  Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana di maksud pada ayat (4)
Dari rumusan pasal 13 Undang-Undang Hak  Tanggungan tersebut dapat di ketahui bahwa Hak  Tanggungan lahir pada saat pendaftaran Hak Tangungan pada buku tanah hak atas tanah yang di bebankan dengan Hak  Tanggungan.
Sehubungan dengan pendaftaran Hak Tanggungan atas tanah ini, yang merupakan salah satu bentuk pendaftaran tanah, perlu diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, sistem pendaftaran tanah yang di berlakukan adalah registrationof deed. Dengan registration of deed di maksudkan bahwa yang di daftarkan adalah akta yang memuat perbuatan hukum yang melahirkan hak atas tanah (hak kebendaan atas tanah, termasuk di dalamnya eigendom Hak Milik sebagaimana di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Sistem registration of deed ini di atur dalam ketentuan Overschrijvings Ordonantie 1834, yang merupakan ketentuan yang berlaku sehubungan dengan pendaftaran benda tidak bergerak yang di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketentuan Pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memberikan aturan mengenai pendaftaran benda bergerak, termasuk pendaftaran hipotek yang di syaratkan, tidak pernah berlaku dan di berlakukan sama sekali sampai dengan ketentuan tersebut di cabut dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria.
Semua akta pembebanan hak, dalam hal ini hipotek atas benda tidak bergerak tidak dibuat oleh notaris melainkan oleh pejabat yang di sebut dengan Overschrijvings ambtenaar. Selanjutnya pendaftaran atas pembebanan hak, yaitu hipotek atas benda tidak bergerak tersebut juga dilakukan oleh Overschrijvings ambtenaar. Selanjutnya pendaftaran atas pembebanan hak, yaitu hipotek atas benda bergerak tersebut juga dilakukan oleh Overschrijvings ambtenaar tersebut, yang di bubuhi nomor pendaftaran sesuai dengan urutan pendaftaran dalam register akta yang diselenggarakan oleh Overschrijvings ambtenaar tersebut. Dengan demikian berarti kegiatan pembuatan akta oleh oleh Overschrijvings ambtenaar tersebut dilaksanakan pada hari sama dengan kegiatan pendaftaran akta tersebut oleh Overschrijvings ambtenaar. Kepada pihak yang memperoleh hipotek atas hak atas tanah tersebut Grosse Akta yang berfungsi sebagai bukti pembebanan haknya tersebut, yaitu hipoteknya. Ini berarti setiap kali diadakan pembebanan hak dalam bentuk hipotek wajib dibuatkan akta sebagai buktinya.
Sehubungan dengan kegiatan tersebut, maka dalam akta-akta tersebut termuat semua data yuridis yang diperlukan sehubungan dengan hak atas tanah tersebut. Artinya untuk memperoleh data yuridis yang lengkap harus dilakukan title search  terhadap seluruh akta-akta yang pernah dibuat sehubungan dengan akta tersebut. Cacat hukum pada suatu akta dapat menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dilakukan kemudian.
Sistem pendaftaran tanah yang demikian jelas menyulitkan, dan memakan waktu yang lama dan banyak manakala seseorang bermaksud untuk mencari tahu keuntentikan dari suatu akta yang sah untuk memperoleh Hak Milik atas benda tidak bergerak, termasuk ada tidaknya beban-beban yang diletakkan diatasnya.
Untuk keperluan tersebut, maka Robert Ricard Torrens menciptakan suatu sistem pendaftaran tanah, yang selanjutnya di sebut dengan registration of titles ini, setiap penciptaan hak baru, peralihan hak, termasuk pembebanannya terus dapat dibuktikan dengan suatu akta. Akan tetapi akta tersebut tidaklah didaftar, melainkan haknya yang dilahirkan dari akta tersebut yang didaftar. Dengan demikian berarti akta hanyalah dipergunakan sebagai sumber data untuk memperoleh kejelasan mengenai terjadinya suatu ha, peralihan hak atau pembebanan hak. Setiap orang yang memerlukan data yuridis yang lengkap atas suatu hak atas tanah, tidak perlu lagi mempelajari seluruh akta yang berhubungan dengan hak atas tanah tersebut, melainkan cukup jika dipelajari urutan pemberian hak, perubahan pemegang hak, dan pembebanan yang dicatat dalam register yang disediakan untuk itu. Register tersebut dalam sistem yang dianut Undang-Undang Pokok Agraria, yang dilaksanakan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan selanjutnya Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tersebut, adalah yang di sebut dengan Buku Tanah. Demikianlah rumusan ketentuan pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan bahwa:
Pasal 19
1.      Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah
2.      Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a.       Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b.      Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c.       Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
3.      Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan mentri Agraria.
4.      Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembiayaan biaya-biaya tersebut.
Kepada pemilik hak, atau yang memperoleh hak lebih lanjut melalui pembebanan atas hak tersebut diberikan sertifikat yang merupakan certificate  of title yang merupakan salinan dari register tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961, bukti dari keberadaan hak atas tanah tersebut, termasuk pembebanannya diwujudkan dalam bentuk sertifikat Hak atas Tanah, yang terdiri dari Salinan Buku Tanah, dan Surat Ukur atau Gambar Situasi.
Dengan demikian berarti sistem pendaftaran tanah dapat dibedakan ke dalam :
1.      Registration of deed, yang dilakukan dalam bentuk pendaftaran aktanya, yang berisikan perbuatan hukum yang menerbitkan hak atas tanah atau pembebanannya. Setiap kali terjadi perubahan, maka akan dibuatkan akta perubahan, yang merupakan bukti satu-satunya dari terjadinya perubahan tersebut. Cacat dalam salah satu proses peralihan atau pembebanan, akan mengakibatkan akta-akta  yang dibuat setelahnya menjadi tidak berkekuatan hukum sama sekali. Jadi dalam hal ini yang terjadi adalah stelsel positif
2.      Registration of title, yang mendaftarkan titel hak yang di peroleh. Akta yang dibuat untuk menciptakan hak atau pembebanannya hanya dipergunakan sebagai rujukan pendaftaran haknya tersebut. Sehubungan dengan registration of title ini, dalam sistem torres, sertifikat Hak Atas Tanah yang di keluarkan merupakan alat bukti sempurna bagi adanya pembebanan hak atas tanah tersebut, serta tidak dapat di ganggu gugat oleh siapapun juga, kecuali jika terbukti telah terjadi pemalsuan, ini berarti di anut stelsel positif dalam registration of tiltle ini, juga dikenal stelsel negatif. Jika dalam stelsel positf, pemegang sertifikat Hak Atas Tanah dilindungi, dalam stelsel negatif, masih dimungkinkan proses pembuktian lain,selain dengan sertifikat Hak Atas Tanah.
Jika diperhatikan ketentuan pasal 19 ayat (2) HURUF C Undang-Undang Pokok Agraria tersebut,secara umum dapat dikatakan bahwa pendaftaran dilakukan dengan tujuan untuk memberikan alat bukti yang kuat. Hal ini menunjukkan pada kita semua bahwa dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang di anut dalam sistem pendaftaran yang disebut dengan registration of title stelsel negatif yang mengandung unsur positif.
Di dalam pembebanan tanah dengan Hak Tanggungan, terhitung mulai tanggal 9 April 1996 telah diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanag Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Tanggungan, maka termasuk sistem pendaftaran telah mengalami perubahan.
Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan yaitu:
1.      Tahap pemberian Hak Tanggungan, yaitu dengan dibutnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin.
2.      Tahap pendaftaran di Kantor Pertahanan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan tersebut
Pengertian pendaftaran adalah pencatatan adanya pembebasan penghapusan, peralihan,pemecahan, penggabungan,hak,sita, ganti nama, dan lain-lain dalam kegiatan pendaftran tanah, pada daftar-daftar di Kantor Pertanahan. Apabila tanah tersebut sudah terdaftar (bersertifikat), walaupun perbuatan hukumnya dimungkinkan sebelum tanah hak itu terdaftar, tetapi dalam proses pendaftaran yang berkaitan dengan perbuatan hukum tadi (misalnya jual beli dan menjaminkan) harus didahului dengan proses pendaftaran haknya terlebih dahulu (konversi)
Terhadap tanah negara tidak dapat dilakukan perbuatan hukum, seperti menjual atau mengagunkan, sebelum jelas bahwa tanah itu secara formal berubah menjadi tanah hak melalui permohonan hak dan menjadi tanah hak yang terdaftar.
Sesuai dengan pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, menetapkan bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Dari kalusul tersebut terdapat kalimat “ Pemberian Hak Tanggungan” yang menurut pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 merupakan pelaksanaan “ janji untuk memberikan hak Tanggungan “ adapun yang dimaksud dengan Pemberian Hak Tanggungan (pasal 10 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996). Dengan demikian, pasal tersebut mengajarkan kepada kita bahwa Hak Tanggungan sudah diberikan, walupun belum lahir, kalau hak tanggungan sudah diberikan walaupun belum lahir, kalau Hak Tanggungan sudah dibuat dan ditandatangani, dan dengan itu lahirlah kewajiban untuk mendaftarkan pemberian Hak Tanggunga itu. Perbuatan pemberian Hak Tanggungan telah dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggunagannya (APHT) ini sesuai dengan ketentuan pasal 10 ayat (3), (4) dan (5) UU No. 4 tahun 1996 yang mengaitkan lahirnya Hak Tanggungan dengan Pendaftaran. Dengan memberikan Hak Tanggungan saja. Artinya dengan hanya menandatangani APHT-nya saja tidak lahir Hak Tanggungan dan karenanya perlu ditindaklanjuti dengan pendaftaran.
Peristiwa lahirnya Hak Tanggungan merupakan peristiwa yang penting sekali sehubungan dengan munculnya hak tagih preferen dari kreditor. Menentukan tingkat atau kedudukan kreditor terhadap sesama kreditor preferen. Dan menentukan posisi kreditor dalam hal ada sita jaminan (consevatoir beslag) atas benda jaminan.


B.     OBJEK YANG DI DAFTARKAN
Dalam rangka mengatur lebih lanjut mengenai pendaftaran Hak Tanggungan, Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Mentri Agama Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan (selanjutnya di sebut PMA Nomor 5 Tahun 1996). Pasal 1 PMA tersebut menyatakan bahwa untuk pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa Hak Atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun  yang sudah terdaftar atas nam pemberi Hak Tanggungan. PPAT yang membuat akta pemberian Hak tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 hari kerja penandatangan akta tersebut menyerahkan berkas kepada Kantor Pertanahan dengan berkas yang diperlukan.[1]
Disamping itu pasal tersebut juga memberi kemudahan, apabila di daerah tersebut letak kantor PPAT jauh dari Kantor Pertanahan dan menurut pendapat PPAT yang berdangkutan akan memerlukan biaya yang mahal, berkas tersebut dapat dikiraimkan dengan Pos tercatat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian hak Tanggungan atau menyampaikan melalui Penerima Hak[2] Tanggungan yang bersedia menyerahkan kepada Kantor Pertanahan tanpa membebankan biaya penyampaian berkas tersebut pada pemberi Hak Tanggungan. Selanjutnya di atur pula bahwa PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta tersebut menyerahkan kepada kantor Pertanahan dengan berkas yang diperlukan, untuk pendaftaran.[3]
1.      Pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar, tetapi belum atas nama pemberi hak tanggungan karena peralihan hak melalui pewarisan atau pemindahan hak.[4]
2.      Pendaftaran hak tanggungan yang objeknya berupa sebagian atau hasil pemecahan hak atas tanah induk yang uk yang sudah terdaftar dalam suatu real estate, kawasan industri atau Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Dan diperroleh pemberi hak tanggungan karena pemindahan hak.
3.      Pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa hak atas tanah bekas milik adat yang belum terdaftar.
Di dalam Hak Tanggungan, yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah tanah hak, meskipun tanah hak itu menurut penjelasan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, tanah hak itu belum terdaftar, menurut Undang-Undang hak tanggungan, ditetapkan dua unsur mutlak sebagai persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu tanah dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu :
1.      Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku, wajib didaftarkan dalam daftar-daftar umum di Kantor Pertanahan.
2.      Hak tersebut menurut sifatnya harus dipindahkantangankan, sehingga bila perlu dapat segera direalisasikan untuk membayar utang yang dijaminkan pelunasannya.[5]
Berkaitan dengan objek tanah yang dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan,Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan telah menyebutkannya, yaitu Hak Miliki, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, sedangkan Hak Pakai adalah hak pakai yang diberikan kepada perseorangan dan badan hukum perdata. Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 1965 tentang Rumah Susun, Hak Pakai dimaksud dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan.[6]
Hak Pakai Atas Tanah Negara yang wajib didaftarkan tetapi karena siftanya tidak dapat dipindahtangankan, bukan merupakan objek Hak Tanggungan. Termasuk hak ini adalah hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai atas nama badan keagamaan dan sosial, hak pakai atas nama perwakilan negara asing, yang jangka berlakunya tidak ditentukan jangka waktunya dan di berikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut. Dalam Undang-Undang Hak Tangggunag dibuka pula kemungkinan hak pakai atas tanah milik sebagai objek Hak Tanggungan, jika kedua persyaratan di atas dipenuhi.
Sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan Undang-Undang Hak Tanggungan, sesuai dengan Pasal 14 Undanng-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah, kecuali diperjanjikan lain.
3.      Pemohon pendaftaran[7]
Di dalam penjelasan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dikatakan lebih lanjut bahwa yang namanya mendaftrarkan Hak Tanggungan adalah dengan “mengirimkan akta dan warkah” ke kantor pendaftran.
Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahub 1996, memberikan pemahaman bahwa kewajiban pendaftaran ditujukan kepada PPAT  dan pendaftarannya dilakukan di Kantor Pertanahan, tanpa menyebut kemungkinan pihak yang berkepentingan untuk mendaftarkan sendiri. Apakah dengan begitu kreditor penerima Hak Tanggungan sekarang tidak boleh mendaftarkan sendiri APHT –nya “tindakan pendaftaran” merupakan tindakan biasa, yang tidak membutuhkan suatu keahlian tertentu dari kreditor (yang pada umumnya adalah bank) karna umumnya bank sudah tahu dan mempunyai pengalaman mengenai laka-liku pendaftaran, sehingga dengan mudah dapat berhubungan dengan kantor pertanahan.[8]
Sudah dapat diduga, bahwa nantinya, kalau ada yang mau mengurus sendiri , yang minta berkas APHT untuk di daftarkan sendiri tentunya adalah bank, yang sudah tahu cara-cara pendaftaran. Karena pendaftaran tidak memerlukan suatu keahlian khusus dan bank tahu bahkan seta punya kepentingan untuk mendaftarkan, maka kiranya tidak ada keberatan, bahwa kreditor sebagai pihak yang berkepentingan, diperbolehkan untuk mengurus pendaftaran Hak Tanggungan sendiri. Memang dalam penjelasan atas pasal 13 ayat (2) di sebutkan, bahwa PPAT wajib melaksanakan ketentuan pada ayat (1) ini karena  jabatannya dan pelanggaran akan dikenakan sanksi, yang akan ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan PPAT. Akan tetapi, kiranya oenafsiran seperti itu hanya berlakukalau yang berkepentingan tidak meminta untuk mengurusnya sendiri. PPAT berwenang untuk melakukan pengurusan pendaftaran berdasarkan penjelasan atas pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, yang menyatakan bahwa PPAT wajib melaksanakan pendaftaran Hak Tanggungan karena jabatannya (ek officio) kewajiban pendaftaran seperti diuraikan di atas adalah merupakan pelaksanaan prinsip publisitas dari Hak Tanggungan.[9]


4.      Pemeriksaan tanah yang dibebankan hak tanggungan.
Pentingnya pendaftaran hak tanggungan berkaitan dengan hal-hal  sebagi berikut.[10]
a.       Masalah pemilihan tanah yang dijaminkan.
b.      Masalah kebenaran tanda bukti hak atas tanah.
c.       Masalah yang berkaitan berkaitan dengan latar fisik tanah.
d.      Masalah kewenangan memberikan  hak tanggungan.
e.       Masalah kedudukan kreditur yang preferent.
f.       Masalah kemudahan eksekusi atau penjualan tanah objek jaminan kredit.
Tanah yang dijaminkan adalah tanah yang sudah bersertifikat (dengan syarat-syart tertentu ) atau belum. Dari segi pendaftaran tanah untuk yang sudah bersitifikat tidak ada masalah, yang penting, pihak kreditur atau notaries serta PPAT mengecek sertifikat tanahnya dari segi kebenaran yang menyangkut dua hal, yaitu sebagai berikut.[11]
a.       Kebenaran data yaitu, nama yang pemegang hak, nomor hak dan desa letak tanah,luas tanah,petah tanah,dan letak dalam peta pendaftaran tanah,  dan sebagi catatan laihirnya. Pengecekan ini selain dari buku tanah, sebaliknya dari warkah-warkah pendukung terbitnya sertifikat itu, pengecekan warkah sangat penting, karna buku tanah dan sertifikat dibuat berdasarkan warkah-warkah pendudukanya dan dicatat didalam berbagai daftar.
b.      Kebenaran atau keaslian fisik sertifikat. Ini untuk menghindari kemungkinan adanya sertifikat yang dipalsukan. Dengan memperlihatkan fisik sertifikat tanda bukti hak atas tanah yang akan dijaminkan ke kantor pertanahan, dapat doperiksa antara lian.[12]
1)      Siapa dan bagimana bentuk tanda tangan kepala kantor pertanahan pada tanggal sertifikat diterbitkan.
2)      Bentuk cap dan tulisan pada waktu itu.
3)      Bagimana format belangkonya
4)      Penulis dan pengambaran potografinya termasuk tata letak tulisanya.
5)      Gembar dan berbagi kode yang berlaku.
Dalam melakukan pengecekan tersebut sudah barang tentu tidak dapat dilakukan  melalui telpon.[13]
Berdasarkan bukti tanda hak tadi , berlaku pula kreditur mengadakan pengecekan fisiknya tanahnya, selain kebenaran letak, tanah ini perlu diteliti dari segi pengucapan fisik, perubahan pengucapan dan kepastian batas-batas dilapangan. Dengan adanya pendudukan secara liar di tanah yang sudah bersertifikat misalnya akan mempersulit pelaksanaan eksekusi bila diperlukan di belakang hari.
5.      Pengiriman berkas pendaftaran.
Selain ada ketentuan tang mewajibkan pendaftaran, juga ada  batas waktu untuk pelaksanaan pengiriman berkas pendaftaran tersebut. Dalam pasal 13 ayat (2) disebutkan:paling lambat 7 (tujuh) hari sekrja setelah petandatanganan akta pemberikan hak tanggungan sebagai dimaksut dalam pasal 10 (2),PPAT wajib mengirimkan akta   pemberian hak tanggungan yang bersangkutan dan wakrkah lain yang diperlukan kepada kantor pertanahan.[14][15]
 Kata ‘‘paling lambat ‘’ mempunyai arti, bahwa pengiriman APHT dan warkah untuk pendaptaran harus sudah terjadi sebelum atau pada hari ke 7 hari kerja. Hal itu berarti , pengiriman             APHT dan  warkah     sebelum dalam jangka waktu 7 hari dibenarkan. Karena tanggang waktu 7 (tujuh) hari menurut ketentuan ketentuan di atas dihitung dari sejak            APHT ditandatangani . kesimpulan kita adalah,ketentuan batas waktu itu boleh diberikan tanpa memandang,apakah berkas-berkas atau  warkah  yg diperlukan utk pendaptaran sdh diterima lengkap oleh PPAT, atau belum, atau dengan perkataan lain, demi keamanan PPAT,APHT      baru ditandatangani, kalau semua berkas/warkah yang diperlukan untuk pendaftaran telah lengkap.[16]
Kelengkapan (warkah) APHT untuk pendaftaran di kantor pertanahan ternyata tlah diatur  lebih lanjut dan rinci dalam peraturan menteri   Negara Agraria /kepada Badan Pertanahan Nasional Nomor 5      Tahun 1996. Dalamnya ketentuan ini terdapat kejanggalan yakni untuk penk daftaran        Hak tanggungan, harus dilampirkan salinan akta Pemberian H          ak Tanggungan yg sudah diparaf oleh      PPAT yg bersangkutan, utk disahkan sebagai salinan olh kepala kantor pertanahan untuk pembuatan sertipikat  Hak  tanggungan.syarat tersebut mengingatkan kepada pasal 7 peraturan menteri Negara aggraria /kepada Badan pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1996,yg mengatakan bahwa salinan dari akta yg dimaksud dlm pasal 4 ayat (2) (maksudnya salinan akta pembebanan hipotik) yang dibuat oleh kepala  kantor  pendaftaran tanah dijahit menjadi satu oleh pejabat tersebut dengan sertipikat  hypotheek/C         redietverband  yang bersangkutan dan diberi kepada kreditur yang berhak.
Jadi prinsipnya ,salinan akta pembebasan di buat oleh kepala kantor pendaptaran Tanah atau sekarang kantor pertanahan. D       alam praktiknya kantor pertanaahan minta satu tembusan APHT (dahulu akta hipotik) , yang kemudian diakui sebagai salinan yang di buat dan dikeluarkan oleh kantor pertanahan, guna memenuhi kewajiban pasal 7 peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 15 tahun 1961 di ataas. Kejanggalan yang dijumpai adalah ketika pihak pertanahan meminta tembusan            APHT, yang kemudian diakui sebagai salinan, yang di buat dan dikeluarkan oleh pihaknya pertanahan sendiri. Tetapi PPAT harus membubuhkan parafnya      pada tembusan APHT -nya. PPAT yang merupakan pejabat umum ( openbaar  ambtenaar) kenapa diharuskan membubuhkan parafnya. Ini mencerminkan bahwa      PPAT bertindak sebagai sebagai pegawai bawahan yang bisa harus membubuhkan parafnya pada surat yang akan ditandatangani oleh atasanya. Pelanggaran atas ketantuan pasal 13 ayat(2)     Undang- undang nomor 4 tahun 1996 HT  diatur dalam pasal 23 Undang-Undang nomor 4 tahun 1996.
6.      Batas Waktu Pengiriman APHT Dan Warkah-Nya .
Pada bagian ini yang perlu diperharikan adalah: bahwa batas waktu 7(tujuh) hari adalah: batas waktu untuk mengirimkan APHT dan warkahnya mengeni kapan ia diterima oleh kantor pertanahan bukan menjadi masalah karna bukti pengiriman kepada atau oleh kantor pertanahan memiliki peranan yang sangat menentukan. Sebaiknya pengiriman dilakukan melalui ekpedia atau surat tercatat.
Selain itu pelaksanaan kuasa mebebankan ditetapkan batas waktunya yaitu 1 (satu) bulan untuk tanah yang sudah bersertifikat dan 3 (tiga) bulan yang berlum bersertifikat.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa pelangarana tasa batas waktu  7 (tujuh) hari untuk pendaftaran memang bisa dibangkitkan jatuhnya sanksi atas diri PPAT yang bersangkutan, tapi aktanya sendiri tetap sah dan tetap didaftarkan. Oleh karna itu bertambahnya lama waktu yang mengakibatkan ketelambatan merupakan resiko terhadap masuknya sita atas persil jaminan menjadi lebih besar adalah urusan lain.
7.      Pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan.
Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan cara membuat buku tanah hak tanggungan,dan selanjutnya mencatat hak tanggungan yang bersangkutan dalam buku tanah hak atas tanah yang bersangkutan. Yang terdapat dikantor pertanahan, selanjutnya  menyalin catatan tersebut dalam sertifikat hak tas tanah yang bersangkutan.
Pendaftaran hak tanggungan tidak bisa ditangguhkan atau diabaikan. Karna salah satu asas hak tanggungan yaitu asas publitas yang pelaksanaanya diwajibkan dalam bentuk ‘’pendaftaran’’ dikantor pertanahan, buku tanah hak tanggungan baru dibuat pada saat ada pembebanan hak tanggungan , berarti belum ada atau dapat dilakukan pembuatan buku tanah hak tanggungan.
Walapun dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tidak disebut tentang selain akta pembarian hak tanggungan yang dibuat oleh kepala kantor pertanahan, tetapi sesui dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) tersebut dalam perakteknya masih tetap dilaksanakan seperti sedia kala, yaitu yang dijepit menjadi salah satu sertifikat hak tanggungan yaitu tembusan akta pemberian hak tanggungan yang diserahkan oleh PPAT yaitu diakui sebagi salinan yang dibuat oleh kantor pertanahan yang bersangkutan.
8.      Tanggalbuku tanah hak tanggungan dan lahirnya hak tanggungan.
Setelah APHT dan warkah yang diperlukan diterima oleh kantor pertanahan  dan dibuat buku tanah hak tanggungan. Buku tersebut harus  diberikan tanggal pemberian tanggal buku tanah haktanggungan ini memiliki arti penting karna ia memiliki pengaruh yang mementukan atas kedudukan kreditur pemegang hat tanggungan terdapat semua kreditur yang sama (pasal 1123 dan 1133 KUH Perdata) menentukan kedudukan kreditur dengan sama kreditur preferan (pasal 5 ayat (2) undang-undang nomor 4 tahun 1996) dan kedudukan kreditur kalau dibitur jatuh pailit. Hal itu disebabkan karna kedudukan kreditur terhadap sesame kreditur yang lain bergantung dari kedudukan kreditur sebagi pemegang hak tanggungan (untuk menetapkan ia adalah prefaren terhadap yang lain dan atau kreditur seperatis dalam kepailitan), dan kedudukan kreditur sebagi kreditur prefaren terdapat sesame kreditor prefaren yang lain, bergantung dari pada hak tanggunganya lahir. Dan untuk kesamaannya itu tanggal buku hak tanggungan adalah tanggal yang menentukan baik untuk lahir  hak tanggungan , kedudukan kreditur sebagai kreditur prefaren maupun untuk menentukan peringkatanya terhadap sama kreditur preefgaren.
Dalam pendaftaran, hari tanggal buku ha adalah  hari ketujuh setelah surat-surat yang diperlukan untuk mendaftarakan diterima lengkap oleh kantor pertanahan (pasal 13 ayat (4) undang-undang nomor 4 tahun 1996). Perlu diperhatikan, bahwa di sini tidak dikatakan “paling lambat” hari ketujuh. Jadi, sekalipun surat – surat sudah diterima dengan lengkap oleh kantor pertanahan dan petugasnya tetap saja tidak bisa lebih maju daripada hari yang ketujuh.
Jika mencermati ketentuan pasal 13 ayat (4) U ndang-undang  Nomor 4 Tahun 1996, timbul suatu pertanyaan, yakni bahwa walaupun pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan dan mendatangani akta di depan dan oleh PPAT serta telah ditandatangani oleh para saksi namun berdasarkan ketentuan tersebut belum dapat dikatakan telah lahir suatu akta pembebanan Hak Tanggung, karena H        ak Tanggungan baru lahir pada saat pendaftaran, yaitu hari ketujuh setelah permohonan pendaftaran (dengan syarat surat-suratnya lengkap).Kemudian yang menentukan akhirnya Hak tanggungan adalah pejabat kantor Pertahanan,yang notabene adalah bukan pihak dalam APHT.Di masa yang lalu, sebelum berlakunya Undang-U        ndang Nomor 4 Tahun 1994, dengan ditandatanganinya akta hipotik oleh pemberi dan penerima hipotik, dapat dikatakan bahwa hipotik telah lahir.
Tentu terpikir oleh kita semua, apa sebenarnya maksud “ketentuan waktu” seperti itu .Dalam penjelasan Atas Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 T          ahun 1996 mengatakan, bahwa untuk mencegah, agar pembuatan Buku Tanah Hak Tanggungan yang berlarut-larut, sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi jaminan kepastian hokum,ditetapkan satu tanggal yang pasti sebagai tanggal Buku Tanah           Hak  T anggungan. Kalau memang kita mau melindungi kepentingan para pihak, dan mencegah berlarut-larutnya pembuatan Buku Tanah Hak Tanggungan, mestinya ditentukan beberapa hari paling lambat harus dibuat Buku Tanah Hak Tanggungan, buku dengan menentukanya sekian hari sesudah berkas diterima (hari ketujuh). Paling tidak atas dasar itu bisa ditafsirkan, bahwa pendaftaran dapat dilakukan lebih awal, tetapi tidak melewati hari ketujuh.
Selain itu, lahirnya Hak Tanggungan tanggungan tergantung dari objek Hak Tanggungan, yakni :                                 
1.      Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak –hak Atas Tanah yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan : tanggal penerima berkasnya PPAT, yang ditanyakan pada lembar kedua surat pengantar PPAT yang dimaksud dalam uraian 184D, yang memuat tanda tangan petugas kantor pertanahan dan disampaikan kembali kepada PPAT yang bersangkutan ;
2.      Hak  Milik  Atas Satuan Rumah Susun dan hak –hak atas tanah yang sudah didaftar tetapi belum dicatat atas nama pemberi Hak Tanggungan: tanggal pencatatan peralihan haknya pada Buku Tanah dan sertipikat haknya atas nama pemberi Hak Tanggungan.
3.      Hak atas tanah yang memerlukan pemisahan atau pemecahan hak atas tanah induk yang sudah didaftar dan pendaftaran haknya atas nama pemberi hak tanggugan terlebih dahulu : tanggal selesainya pemisahan atau pemecahan hak tersebut dan dibuatnya Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat haknya atas nama pemberi Hak tanggugan  
4.      Hak Milik bekas hak milik adat yang belum didaftar : tanggal dibuatnya Buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik yang bersangkutan atas nama pembari Hak Tanggungan.
setelah   dibuat Buku Tanah –nya ,adanya Hak Tanggungan tersebut dicatat dalam Buku Tanah dan menyalinnya dalam sertifikat hak atas tanah atau hak milik Atas Satuan Rumah susun yang dijadikan jaminan. Dengan demikian selesailah acara pendaftaran Hak Tanggungan yang bersangkutan.
    Sertifikat hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang telah dibubuhi salinan catatan adanya Hak Tanggungan tersebut, diserahkan kepada pemegang haknya, kecuali jika diperjanjikan yang menyebutkan sertifikat itu dipegang oleh pihak kreditor pemenang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 14 ayat (4) Undang –Undang Nomor 4 Tahun 1996.
   Perlu diperhatikan di sini adalah jangkauan asas droit de suit, hak privilege, dan hak preferent diperoleh pada saat didaftarkanya pemberian Hak Tanggungan itu dalam Buku Tanah di kantor pertanahan, bukan pada saat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh pejabat pembuatan Akta Tanah.
9.      Masalah Pendaftaran dan Sita
     Dalam hal pendaftaran Hak Tanggungan sudah diajukan , tetapi misalnya pada hari ketiga terdapat pemberitahuan dan permohonan pencatatan sita jaminan.Bagaimanakah nasib pemberitahuan Hak Tanggungan yang bersangkutan?
    Dalam hal yang demikian, pemberian Hak tanggungan sudah terlaksana pada saat penandatanangan APHT di hadapan PPAT yang bersangkutan.kalau pada saat itu belum ada sita jaminan atas persil objek Hak Tanggungan, maka pemberi Hak Tanggungan memang masih dapat memberikan Hak Tanggungan , sehingga sehingga pemberian Hak tanggungan yang bersangkutan adalah sah. Tindakan ini dapat dibenarkan,karena pertama, pemberian hak Tanggungan adalah tindakan membebani. Kedua,tindakan”membe-rikan” dan “menerima”Hak Tanggungan dalam APHT belum melahirkan apa-apa, karena pembebanan baru tindakan “pendaptaran” oleh petugas Badan pertanahan Nasional. Apalagi kewenangan untuk mengambil tindakan hokum “pembebanan” atas persil jaminan,barudisyaratkan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan .
      Permasalahan lainya adalah bagaimana jika pemberian Hak Tanggungan  memiliki wewenang untuk membebasi tetapi belum di daftarkan,ternyata ada sita yang dilaporkan dan didaftarkan di BPN. Apakah pendaftaran masih bisa dilakukan ? dalam hal ini pemberian hak tanggungannya sah, tetapi pada saat mau didaftarkan sudah ada sita.Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pendaftaran memerlukan waktu 7 hari sesudah APHT dan warkah –nya diterima lengkap oleh pihak BPN sedang untuk mendaftarkan sita tidak ada batas waktu.
             Dengan memperhatikan pasal 199 HIR yang menyatakan bahwa terhitung dari hasil proses verbal penyitaan barang itu dimaklumakan kepada umum, pihak yang  disita barangnya tidak boleh lagi memindahkan barangnya kepada orang lain, memberatkan (membebani) atau menyewakan barang tetap yang disita. Perjanjian yang berlawanan denga larangan itu tidak dapat dipakai  untuk melawan orang yang   menjalankan sita itu.
             Selanjutnya, pihak manakah yang harus dilindungi dalam kasus yang demikian, jika hendak melindungi kreditur maka penandatanganan APHT harus diberikan suatu akibat hokum, atau paling tidak, perlu dipertimbangkan, apakah mngkin dalam peristiwa seperti itu dinggap, bahwa pemohonan pencatatan dana pendaftaran hak tanggungan kemungkinan pemohonan mendaptarkan ada dibelakang ‘’pemohon’’ pendaftaran hak tanggungan, meskipun hal itu belum didaftarkan, namun demikian dalam peristiwa tersebut maskipun terdapat pemohonan pencatatan sita terhadap hak tanggungan yang belum terdaftar, adalah bukan kesalahan kreditor penerima hak tanggungan.
             Namun demikian, dari uraian di atas, jiak kita melihat pasal 13 ayat (4) undang-undang nomor 4 tahun 1996 perinsip pembebanan memberikan pemahaman kepada kita, bahwa demi memberikan keduaukan yang kuat dan kepastian hukum dan hak-hak para pihak , kiranya harus mau memahami maksut dari tindakan ‘’pembebanan’’.
             Dalam hal munculnya pemohonan sita jaminan pada saat pemohonan pendaftaran hak tanggungan, dalam hal ini diberlakukan pasal 510 RV yang menyatakan bahwa, dalam hal ini telah terdaftar  janji eks pasal 1178 ayat (2) KUH perdata, maka pemohonan eksekusi  dalam waktu sepuluh hari sesudah pengunguman sebagi yang disebutkan dalam pasal 507, wajib memberitahukan sita yang diletakan oleh kepada kreditor yang telah membuat janji seperti itu, ditempat kediaman yang telah dipelihara dalam daptar hipotek.
                Ketentuan ini berarti bahwa kalau ada sita atas persil yang sudah dibebani hipotik, maka nantinya penyita kalo ia hendak melaksanakan eksekusi atas persil tersebut , ia dalam waktu 10 hari harus memberitahu niatnya kepada kreditur pemegang hipotek, yang menjanjikan pratese eksekusi eks pasal 1178 ayat (2) KUH perdata, dan sesudah itu berlakulah ketentuan pasal 511 RV yang menyatakan bahwa kreditur harus mengambil sikap, apakah ia akan melaksanakan kewenangan berdasarkan pasal 1178 ayat (2) KUH perdata (parete eksekusi) atau tidak. Kalau ia hendak melaksanakan hak nya, maka ia harus memberitahukanya kepada penyita. Sudah tentu kreditur baru bisa melaksanakan haknya eks pasal 1178 ayat (2) diatas, kalau pada saat itu tagihanya sudah matang untuk ditagih namun yang demikian itu jarang menjadi kendala karna dalam peraktinya. Hamper semua akredit dalam perjanjian bahwa kreditnya akan menjadi mateng untuk ditagih, kalau ada sita persil yang dibagikan sebagai jaminan kepada kreditur.
             Jika diperhatikan bahwa ketentuan pasal 510 RV merupakan ketuntuan yang melindungi kepentingan keditur. Hal ini berarti juga bahwa perlindungan  yang demikian bisa diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan. Memegang dalam pasal RV tersebut dengan tegas disebut tentang janji eks pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata. Namun pada intinya janji eks pasal 1178 ayat (2) tersebut adalah sama dengan isi pasal 6 undang-undang nomor 4 tahun 1996. Yang sekarang sudah diberikan oleh undang-undang sendiri kepada kreditor pemegang hak tanggungan yang pertama.
             Hal lain yang perlu disesuikan adalah, jangka waktu 10 hari itu. Berhubung dengan adanya ketentuan pasal 13 ayat (4) undang-undang nomor 4 tahun 1996. Mestinya kalau ada pensatatan sita pada saat APHT sudah dimasukan. Tetapi belum terdaftar (baru lahir pada hari ke-7), maka pencatatan sita seharusnya oleh kantor pertanahan pada hari yang sama dengan pendaftaran hak tanggingan, tetapi dianggap tercatat belakang pendaftaran hak tanggungan. Sehingga jangka waktu 10 hari harus dihitung sejak hari pencatatan tersebut.     










 BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpun.
 Kewajiban pendaftaran hak tanggungan dapat di temukan rumusannya dalam pasal 13 undang-undang hak tanggungan, yang menyatakan sebagai berikut:Pasal 13,Pemberi hak tanggyngan wajib di daftarkan pada kantor pertanahan.Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta pemberian hak tanggungan sebagaimana di maksud dalam pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan dan warkat lainyang di perlukan kepada kantor pertanahan. Pendaftaran hak tanggunga sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) di lakukan oleh kantor pertanahan yang membuatkan buku tanah Hak  Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.Tanggal buku tanag Hak Tanggungan sebagaimana di maksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ke tujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat  yang di perlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tertanggal hari kerja berikutnya.
B.     Saran
Demikian lah makalah ini mengkaji masalah diatas mudah-mudahan dapat bermamfaat amin.
                                                                                   
DAFTAR PUSTAKA
J.Satrio,hokum jaminan hak-hak jaminan kebendaan,(Bandung,Citra Aditya Bakti,1996).
 Pasal 1181 KUH perdata dan pasal 5 ayat (2) UU Nomor 4 tahun 1996
Sofwan Masjchoen, Sri Soedewi,hokum perdata,hak jaminan atas tana,(Yogyakata: Liberty,1981).
Djiko Walijatun,pendaftaran hak tanggungan,(Jakarta: informediatama selaras,Okteber 1996)
Muljadi dkk,hokum tanggungan,(Jakarta: pernada media 2005).
Effendi Perangin,peraktek penggunaan tanah sebagai jaminankrediat ,(Jakarta: rajawali pres:2001)
Republic Indonesia, peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Djoko Walijatun,pendaftaran hak tanggungan,(Jakarta: inpormediatama selaras,1996)
Muljadi kartini dkk,hokum harta kekayaan,hak tanggungan, (Jakarta:kencana,2006)
Rahmadi usman,pasal-pasal hak tanggungan atas tanah,(iakrta :djmbatan,1998)
Lembaga kajian hokum bisnis,fakultas hokum USU medan persiapan pelaksanaan hak tanggungan di lingkungan perbankan (bandung: citra aditian bakti 1996)
C.S.T Cansil,pokok-pokok hak tanggungan atas tanah,(Jakarta: pustaka sinar harapan,1997)



[1] J.Satrio,hokum jaminan hak-hak jaminan kebendaan,(Bandung,Citra Aditya Bakti,1996). Hlm.300
[2]   Pasal 1181 KUH perdata dan pasal 5 ayat (2) UU Nomor 4 tahun 1996
[3] Sofwan Masjchoen, Sri Soedewi,hokum perdata,hak jaminan atas tana,(Yogyakata: Liberty,1981).hlm.42
[4] Djiko Walijatun,pendaftaran hak tanggungan,(Jakarta: informediatama selaras,Okteber 1996), hlm 57
[5] Adrian Sutedi,hokum hak tanggungan,(Jakarta, Sinar Grafika, 2012) hlm.173
[6] Sri Soedewi Masjchum,himpunan karya tentang hokum jaminan,(Yogyakata: liberty,1982)
[7]  Muljadi dkk,hokum tanggungan,(Jakarta: pernada media 2005).hlm.124
[8] Effendi Perangin,peraktek penggunaan tanah sebagai jaminankrediat ,(Jakarta: rajawali pres:2001) hlm.167
[9] Republic Indonesia, peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
[10] Djoko Walijatun,pendaftaran hak tanggungan,(Jakarta: inpormediatama selaras,1996) hlm.201
[11] Muljadi kartini dkk,hokum harta kekayaan,hak tanggungan, (Jakarta:kencana,2006) hlm.78
[12] J.satrio,hokum jaminan hak jaminan kebendaan pidusia,(Bandung: citra adiatia bakti, 2005) hlm.129
[13] Rahmadi usman,hokum jaminan keperdataan,(Jakarta,sinar grafika offcet,2009) hlm.145
[14] Rahmadi usman,pasal-pasal hak tanggungan atas tanah,(iakrta :djmbatan,1998) hlm: 89
[15] Lembaga kajian hokum bisnis,fakultas hokum USU medan persiapan pelaksanaan hak tanggungan di lingkungan perbankan (bandung: citra aditian bakti 1996) hlm.109
[16] C.S.T Cansil,pokok-pokok hak tanggungan atas tanah,(Jakarta: pustaka sinar harapan,1997) hlm.201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar