MAKALAH
HUKUM JAMINAN
PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN
OLEH KELOMPOK
IJAN SURYADI
NIM: 152.121.020
ISMI AMELIATUN SOLEHAH
NIM: 152.121.019
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempuena ,selawat dan
serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW,berserta keluarga dan para
sahabatnya dan pengikutnya hinggan hari kiamat.
Alhamdulilah makalah ini bisa diselesikan pada waktu yang
singkat, makalah ini dibuat dan disusun
berdasarkan SAP satuan acara perkuliahan yang ada di mata kuliah hukum
jaminan, dan semenatar itu makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memnuhi persyaratan untuk mengikuti salah satu prodi yang ada di mauamalah
yaitu hokum jaminan. Dan adapaun makalah ini mencoba menjelaskan secara rinci
masalah yang dikaji yaitu pendaptaran hak tanggungan atau perosedur pendaftaran
hak tanggungan.
Penjalasan tentang pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan
akan dijelakan pada halamn dan bab berikutnya, semenatara itu adapun kesalahan
baik kesalahan dari segi kata dan seteruktur penulisan maka kami selaku
penulis, meminta maaf dan mudah-mudahan makalah ini bisa bermamfaat bagi kita
untuk memperkuat keilmuan kita husunya di bidang ilmu hukum.
Mataram,
23 juni 2015
Penyusun.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ............................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kewajiban pendaftaran hak tanggungan........................... 3
B. Objek Yang
Didaftarakan................................................. 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 35
B. Saran.................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Salah satu
yang harus dikaji ketika kita memepalajari hokum jaminan adalah hak tanggungan,
hak tanggungan adalah pelimpahak haka
atas benda kepada orang dengan modal kepercayaan. Namun dalam hal ini ketika
kita berbicara dengan hak tanggungan hal
yang paling kurosial yang harus perlu dikaji adalah pendaftaran hak tanggungan,
pendaftaran hak tanggungan meruapakan suaru peruses atau cara yang harus
dilakukan oleh orang yang melakukan tanggungan guna memberikan pelindunagan dan
mengatisipasi msalah yang akan dating dikemudian hari.
Pendafatarn
hak tanggungan harus dilakukan oleh mereka yang berkepentingan dan pendaftaran
tersebut harus didafatarkan kepada kantaor pertanahan atau pejabat yang
berwenang dalam hal ini adalah PPAT. Yaitu pejabat pembuat akata tanah, dan
peruses ini harus dilakukan secapat mungkin setelah adanya atau timbulanya hak
tanggungan. Dengan begitu perlunya pendaftaran hak tanggungan menajadikan
pemabahasan yang sangat perlu untuk dikaji, dengan demikian makalah ini mencoba
untuk mengkaji tentang pendaftaran hak tanggungan.
B.
Rumusan msalah.
Adapun rumusan
masalah yang menjadi focus kajian dalam makalah ini adalah sbb: bagaimana
ketentuan dalam pendafataran hak tenggungan yang diatur didalam atauran baik
KUH Perdata dan atauran lainya, dan apa saja yang menajdi objek pendaftaran hak
tanggungan ..?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kewajiban pendaftaran hak tanggungan
Kewajiban
pendaftaran hak tanggungan dapat di temukan rumusannya dalam pasal 13
undang-undang hak tanggungan, yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 13
1.
Pemberi hak tanggyngan wajib di daftarkan pada kantor
pertanahan
2.
Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan akta pemberian hak tanggungan sebagaimana di maksud dalam pasal
10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan akta pemberian hak tanggungan yang
bersangkutan dan warkat lainyang di perlukan kepada kantor pertanahan.
3.
Pendaftaran hak tanggunga sebagaimana yang di maksud pada
ayat (1) di lakukan oleh kantor pertanahan yang membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah
hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan
tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan
4.
Tanggal buku tanag Hak Tanggungan sebagaimana di maksud
pada ayat (3) adalah tanggal hari ke tujuh setelah penerimaan secara lengkap
surat-surat yang di perlukan bagi
pendaftarannya dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang
bersangkutan diberi tertanggal hari kerja berikutnya
5.
Hak Tanggungan
lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana di maksud pada
ayat (4)
Dari rumusan
pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan
tersebut dapat di ketahui bahwa Hak
Tanggungan lahir pada saat pendaftaran Hak Tangungan pada buku tanah hak
atas tanah yang di bebankan dengan Hak Tanggungan.
Sehubungan
dengan pendaftaran Hak Tanggungan atas tanah ini, yang merupakan salah satu
bentuk pendaftaran tanah, perlu diketahui bahwa sebelum berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria, sistem pendaftaran tanah yang di berlakukan adalah
registrationof deed. Dengan registration of deed di maksudkan bahwa yang di
daftarkan adalah akta yang memuat perbuatan hukum yang melahirkan hak atas
tanah (hak kebendaan atas tanah, termasuk di dalamnya eigendom Hak Milik
sebagaimana di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Sistem
registration of deed ini di atur dalam ketentuan Overschrijvings Ordonantie
1834, yang merupakan ketentuan yang berlaku sehubungan dengan pendaftaran benda
tidak bergerak yang di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketentuan
Pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memberikan aturan mengenai
pendaftaran benda bergerak, termasuk pendaftaran hipotek yang di syaratkan,
tidak pernah berlaku dan di berlakukan sama sekali sampai dengan ketentuan
tersebut di cabut dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria.
Semua akta
pembebanan hak, dalam hal ini hipotek atas benda tidak bergerak tidak dibuat
oleh notaris melainkan oleh pejabat yang di sebut dengan Overschrijvings
ambtenaar. Selanjutnya pendaftaran atas pembebanan hak, yaitu hipotek atas
benda tidak bergerak tersebut juga dilakukan oleh Overschrijvings ambtenaar.
Selanjutnya pendaftaran atas pembebanan hak, yaitu hipotek atas benda bergerak
tersebut juga dilakukan oleh Overschrijvings ambtenaar tersebut, yang di bubuhi
nomor pendaftaran sesuai dengan urutan pendaftaran dalam register akta yang
diselenggarakan oleh Overschrijvings ambtenaar tersebut. Dengan demikian
berarti kegiatan pembuatan akta oleh oleh Overschrijvings ambtenaar tersebut
dilaksanakan pada hari sama dengan kegiatan pendaftaran akta tersebut oleh
Overschrijvings ambtenaar. Kepada pihak yang memperoleh hipotek atas hak atas
tanah tersebut Grosse Akta yang berfungsi sebagai bukti pembebanan haknya
tersebut, yaitu hipoteknya. Ini berarti setiap kali diadakan pembebanan hak
dalam bentuk hipotek wajib dibuatkan akta sebagai buktinya.
Sehubungan
dengan kegiatan tersebut, maka dalam akta-akta tersebut termuat semua data
yuridis yang diperlukan sehubungan dengan hak atas tanah tersebut. Artinya
untuk memperoleh data yuridis yang lengkap harus dilakukan title search terhadap seluruh akta-akta yang pernah dibuat
sehubungan dengan akta tersebut. Cacat hukum pada suatu akta dapat menyebabkan
tidak sahnya perbuatan hukum yang dilakukan kemudian.
Sistem
pendaftaran tanah yang demikian jelas menyulitkan, dan memakan waktu yang lama
dan banyak manakala seseorang bermaksud untuk mencari tahu keuntentikan dari
suatu akta yang sah untuk memperoleh Hak Milik atas benda tidak bergerak,
termasuk ada tidaknya beban-beban yang diletakkan diatasnya.
Untuk
keperluan tersebut, maka Robert Ricard Torrens menciptakan suatu sistem
pendaftaran tanah, yang selanjutnya di sebut dengan registration of titles ini,
setiap penciptaan hak baru, peralihan hak, termasuk pembebanannya terus dapat
dibuktikan dengan suatu akta. Akan tetapi akta tersebut tidaklah didaftar,
melainkan haknya yang dilahirkan dari akta tersebut yang didaftar. Dengan
demikian berarti akta hanyalah dipergunakan sebagai sumber data untuk
memperoleh kejelasan mengenai terjadinya suatu ha, peralihan hak atau
pembebanan hak. Setiap orang yang memerlukan data yuridis yang lengkap atas
suatu hak atas tanah, tidak perlu lagi mempelajari seluruh akta yang berhubungan
dengan hak atas tanah tersebut, melainkan cukup jika dipelajari urutan
pemberian hak, perubahan pemegang hak, dan pembebanan yang dicatat dalam
register yang disediakan untuk itu. Register tersebut dalam sistem yang dianut
Undang-Undang Pokok Agraria, yang dilaksanakan lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan selanjutnya
Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
menggantikan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tersebut, adalah yang di
sebut dengan Buku Tanah. Demikianlah rumusan ketentuan pasal 19 Undang-Undang
Pokok Agraria yang menyatakan bahwa:
Pasal 19
1.
Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah
2.
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a.
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b.
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut
c.
Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat
3.
Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat
keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta
kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan mentri Agraria.
4.
Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan
ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembiayaan biaya-biaya
tersebut.
Kepada pemilik
hak, atau yang memperoleh hak lebih lanjut melalui pembebanan atas hak tersebut
diberikan sertifikat yang merupakan certificate
of title yang merupakan salinan dari register tersebut. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961, bukti dari keberadaan hak atas tanah
tersebut, termasuk pembebanannya diwujudkan dalam bentuk sertifikat Hak atas
Tanah, yang terdiri dari Salinan Buku Tanah, dan Surat Ukur atau Gambar
Situasi.
Dengan
demikian berarti sistem pendaftaran tanah dapat dibedakan ke dalam :
1.
Registration of deed, yang dilakukan dalam bentuk
pendaftaran aktanya, yang berisikan perbuatan hukum yang menerbitkan hak atas
tanah atau pembebanannya. Setiap kali terjadi perubahan, maka akan dibuatkan
akta perubahan, yang merupakan bukti satu-satunya dari terjadinya perubahan
tersebut. Cacat dalam salah satu proses peralihan atau pembebanan, akan
mengakibatkan akta-akta yang dibuat
setelahnya menjadi tidak berkekuatan hukum sama sekali. Jadi dalam hal ini yang
terjadi adalah stelsel positif
2.
Registration of title, yang mendaftarkan titel hak yang
di peroleh. Akta yang dibuat untuk menciptakan hak atau pembebanannya hanya
dipergunakan sebagai rujukan pendaftaran haknya tersebut. Sehubungan dengan
registration of title ini, dalam sistem torres, sertifikat Hak Atas Tanah yang
di keluarkan merupakan alat bukti sempurna bagi adanya pembebanan hak atas
tanah tersebut, serta tidak dapat di ganggu gugat oleh siapapun juga, kecuali
jika terbukti telah terjadi pemalsuan, ini berarti di anut stelsel positif
dalam registration of tiltle ini, juga dikenal stelsel negatif. Jika dalam
stelsel positf, pemegang sertifikat Hak Atas Tanah dilindungi, dalam stelsel
negatif, masih dimungkinkan proses pembuktian lain,selain dengan sertifikat Hak
Atas Tanah.
Jika diperhatikan
ketentuan pasal 19 ayat (2) HURUF C Undang-Undang Pokok Agraria tersebut,secara
umum dapat dikatakan bahwa pendaftaran dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
alat bukti yang kuat. Hal ini menunjukkan pada kita semua bahwa dalam
Undang-Undang Pokok Agraria, yang di anut dalam sistem pendaftaran yang disebut
dengan registration of title stelsel negatif yang mengandung unsur positif.
Di dalam
pembebanan tanah dengan Hak Tanggungan, terhitung mulai tanggal 9 April 1996
telah diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanag Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah. Dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Hak
Tanggungan, maka termasuk sistem pendaftaran telah mengalami perubahan.
Proses
pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan yaitu:
1.
Tahap pemberian Hak Tanggungan, yaitu dengan dibutnya
Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang
piutang yang dijamin.
2.
Tahap pendaftaran di Kantor Pertahanan, yang merupakan
saat lahirnya Hak Tanggungan tersebut
Pengertian
pendaftaran adalah pencatatan adanya pembebasan penghapusan,
peralihan,pemecahan, penggabungan,hak,sita, ganti nama, dan lain-lain dalam
kegiatan pendaftran tanah, pada daftar-daftar di Kantor Pertanahan. Apabila
tanah tersebut sudah terdaftar (bersertifikat), walaupun perbuatan hukumnya
dimungkinkan sebelum tanah hak itu terdaftar, tetapi dalam proses pendaftaran
yang berkaitan dengan perbuatan hukum tadi (misalnya jual beli dan menjaminkan)
harus didahului dengan proses pendaftaran haknya terlebih dahulu (konversi)
Terhadap tanah
negara tidak dapat dilakukan perbuatan hukum, seperti menjual atau mengagunkan,
sebelum jelas bahwa tanah itu secara formal berubah menjadi tanah hak melalui
permohonan hak dan menjadi tanah hak yang terdaftar.
Sesuai dengan
pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, menetapkan bahwa pemberian Hak
Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Dari kalusul tersebut
terdapat kalimat “ Pemberian Hak Tanggungan” yang menurut pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 merupakan pelaksanaan “ janji untuk memberikan
hak Tanggungan “ adapun yang dimaksud dengan Pemberian Hak Tanggungan (pasal 10
ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996). Dengan demikian, pasal tersebut mengajarkan
kepada kita bahwa Hak Tanggungan sudah diberikan, walupun belum lahir, kalau
hak tanggungan sudah diberikan walaupun belum lahir, kalau Hak Tanggungan sudah
dibuat dan ditandatangani, dan dengan itu lahirlah kewajiban untuk mendaftarkan
pemberian Hak Tanggunga itu. Perbuatan pemberian Hak Tanggungan telah
dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggunagannya (APHT) ini sesuai dengan
ketentuan pasal 10 ayat (3), (4) dan (5) UU No. 4 tahun 1996 yang mengaitkan
lahirnya Hak Tanggungan dengan Pendaftaran. Dengan memberikan Hak Tanggungan
saja. Artinya dengan hanya menandatangani APHT-nya saja tidak lahir Hak
Tanggungan dan karenanya perlu ditindaklanjuti dengan pendaftaran.
Peristiwa
lahirnya Hak Tanggungan merupakan peristiwa yang penting sekali sehubungan
dengan munculnya hak tagih preferen dari kreditor. Menentukan tingkat atau
kedudukan kreditor terhadap sesama kreditor preferen. Dan menentukan posisi
kreditor dalam hal ada sita jaminan (consevatoir beslag) atas benda jaminan.
B. OBJEK YANG DI DAFTARKAN
Dalam rangka
mengatur lebih lanjut mengenai pendaftaran Hak Tanggungan, Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Mentri
Agama Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan (selanjutnya di
sebut PMA Nomor 5 Tahun 1996). Pasal 1 PMA tersebut menyatakan bahwa untuk
pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa Hak Atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun yang sudah
terdaftar atas nam pemberi Hak Tanggungan. PPAT yang membuat akta pemberian Hak
tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 hari kerja penandatangan akta tersebut
menyerahkan berkas kepada Kantor Pertanahan dengan berkas yang diperlukan.[1]
Disamping itu
pasal tersebut juga memberi kemudahan, apabila di daerah tersebut letak kantor
PPAT jauh dari Kantor Pertanahan dan menurut pendapat PPAT yang berdangkutan
akan memerlukan biaya yang mahal, berkas tersebut dapat dikiraimkan dengan Pos
tercatat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta
Pemberian hak Tanggungan atau menyampaikan melalui Penerima Hak[2]
Tanggungan yang bersedia menyerahkan kepada Kantor Pertanahan tanpa membebankan
biaya penyampaian berkas tersebut pada pemberi Hak Tanggungan. Selanjutnya di
atur pula bahwa PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta tersebut
menyerahkan kepada kantor Pertanahan dengan berkas yang diperlukan, untuk
pendaftaran.[3]
1.
Pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa hak atas
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar, tetapi belum
atas nama pemberi hak tanggungan karena peralihan hak melalui pewarisan atau
pemindahan hak.[4]
2.
Pendaftaran hak tanggungan yang objeknya berupa sebagian
atau hasil pemecahan hak atas tanah induk yang uk yang sudah terdaftar dalam
suatu real estate, kawasan industri atau Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Dan
diperroleh pemberi hak tanggungan karena pemindahan hak.
3.
Pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa hak atas
tanah bekas milik adat yang belum terdaftar.
Di dalam Hak
Tanggungan, yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah tanah hak, meskipun
tanah hak itu menurut penjelasan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
tentang perbankan, tanah hak itu belum terdaftar, menurut Undang-Undang hak
tanggungan, ditetapkan dua unsur mutlak sebagai persyaratan yang harus dipenuhi
agar suatu tanah dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu :
1.
Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku, wajib
didaftarkan dalam daftar-daftar umum di Kantor Pertanahan.
2.
Hak tersebut menurut sifatnya harus dipindahkantangankan,
sehingga bila perlu dapat segera direalisasikan untuk membayar utang yang
dijaminkan pelunasannya.[5]
Berkaitan
dengan objek tanah yang dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan,Pasal 4
Undang-Undang Hak Tanggungan telah menyebutkannya, yaitu Hak Miliki, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, sedangkan Hak Pakai adalah hak pakai yang diberikan
kepada perseorangan dan badan hukum perdata. Menurut Undang-Undang Nomor 16
tahun 1965 tentang Rumah Susun, Hak Pakai dimaksud dapat dibebankan dengan Hak
Tanggungan.[6]
Hak Pakai Atas
Tanah Negara yang wajib didaftarkan tetapi karena siftanya tidak dapat
dipindahtangankan, bukan merupakan objek Hak Tanggungan. Termasuk hak ini
adalah hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai atas nama badan keagamaan dan
sosial, hak pakai atas nama perwakilan negara asing, yang jangka berlakunya
tidak ditentukan jangka waktunya dan di berikan selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tersebut. Dalam Undang-Undang Hak Tangggunag dibuka pula
kemungkinan hak pakai atas tanah milik sebagai objek Hak Tanggungan, jika kedua
persyaratan di atas dipenuhi.
Sertifikat hak
atas tanah yang telah dibubuhi catatan Undang-Undang Hak Tanggungan, sesuai
dengan Pasal 14 Undanng-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dikembalikan kepada pemegang
hak atas tanah, kecuali diperjanjikan lain.
3.
Pemohon pendaftaran[7]
Di dalam
penjelasan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dikatakan lebih
lanjut bahwa yang namanya mendaftrarkan Hak Tanggungan adalah dengan
“mengirimkan akta dan warkah” ke kantor pendaftran.
Pasal 13 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 4 Tahub 1996, memberikan pemahaman bahwa kewajiban
pendaftaran ditujukan kepada PPAT dan
pendaftarannya dilakukan di Kantor Pertanahan, tanpa menyebut kemungkinan pihak
yang berkepentingan untuk mendaftarkan sendiri. Apakah dengan begitu kreditor
penerima Hak Tanggungan sekarang tidak boleh mendaftarkan sendiri APHT –nya
“tindakan pendaftaran” merupakan tindakan biasa, yang tidak membutuhkan suatu
keahlian tertentu dari kreditor (yang pada umumnya adalah bank) karna umumnya
bank sudah tahu dan mempunyai pengalaman mengenai laka-liku pendaftaran,
sehingga dengan mudah dapat berhubungan dengan kantor pertanahan.[8]
Sudah dapat
diduga, bahwa nantinya, kalau ada yang mau mengurus sendiri , yang minta berkas
APHT untuk di daftarkan sendiri tentunya adalah bank, yang sudah tahu cara-cara
pendaftaran. Karena pendaftaran tidak memerlukan suatu keahlian khusus dan bank
tahu bahkan seta punya kepentingan untuk mendaftarkan, maka kiranya tidak ada
keberatan, bahwa kreditor sebagai pihak yang berkepentingan, diperbolehkan
untuk mengurus pendaftaran Hak Tanggungan sendiri. Memang dalam penjelasan atas
pasal 13 ayat (2) di sebutkan, bahwa PPAT wajib melaksanakan ketentuan pada
ayat (1) ini karena jabatannya dan
pelanggaran akan dikenakan sanksi, yang akan ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan PPAT. Akan tetapi, kiranya
oenafsiran seperti itu hanya berlakukalau yang berkepentingan tidak meminta
untuk mengurusnya sendiri. PPAT berwenang untuk melakukan pengurusan
pendaftaran berdasarkan penjelasan atas pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4
tahun 1996, yang menyatakan bahwa PPAT wajib melaksanakan pendaftaran Hak
Tanggungan karena jabatannya (ek officio) kewajiban pendaftaran seperti
diuraikan di atas adalah merupakan pelaksanaan prinsip publisitas dari Hak
Tanggungan.[9]
4.
Pemeriksaan tanah yang dibebankan hak tanggungan.
Pentingnya
pendaftaran hak tanggungan berkaitan dengan hal-hal sebagi berikut.[10]
a.
Masalah pemilihan tanah yang dijaminkan.
b.
Masalah kebenaran tanda bukti hak atas tanah.
c.
Masalah yang berkaitan berkaitan dengan latar fisik
tanah.
d.
Masalah kewenangan memberikan hak tanggungan.
e.
Masalah kedudukan kreditur yang preferent.
f.
Masalah kemudahan eksekusi atau penjualan tanah objek
jaminan kredit.
Tanah yang
dijaminkan adalah tanah yang sudah bersertifikat (dengan syarat-syart tertentu
) atau belum. Dari segi pendaftaran tanah untuk yang sudah bersitifikat tidak
ada masalah, yang penting, pihak kreditur atau notaries serta PPAT mengecek
sertifikat tanahnya dari segi kebenaran yang menyangkut dua hal, yaitu sebagai
berikut.[11]
a.
Kebenaran data yaitu, nama yang pemegang hak, nomor hak
dan desa letak tanah,luas tanah,petah tanah,dan letak dalam peta pendaftaran
tanah, dan sebagi catatan laihirnya.
Pengecekan ini selain dari buku tanah, sebaliknya dari warkah-warkah pendukung
terbitnya sertifikat itu, pengecekan warkah sangat penting, karna buku tanah dan
sertifikat dibuat berdasarkan warkah-warkah pendudukanya dan dicatat didalam
berbagai daftar.
b.
Kebenaran atau keaslian fisik sertifikat. Ini untuk
menghindari kemungkinan adanya sertifikat yang dipalsukan. Dengan
memperlihatkan fisik sertifikat tanda bukti hak atas tanah yang akan dijaminkan
ke kantor pertanahan, dapat doperiksa antara lian.[12]
1)
Siapa dan bagimana bentuk tanda tangan kepala kantor
pertanahan pada tanggal sertifikat diterbitkan.
2)
Bentuk cap dan tulisan pada waktu itu.
3)
Bagimana format belangkonya
4)
Penulis dan pengambaran potografinya termasuk tata letak
tulisanya.
5)
Gembar dan berbagi kode yang berlaku.
Dalam
melakukan pengecekan tersebut sudah barang tentu tidak dapat dilakukan melalui telpon.[13]
Berdasarkan
bukti tanda hak tadi , berlaku pula kreditur mengadakan pengecekan fisiknya
tanahnya, selain kebenaran letak, tanah ini perlu diteliti dari segi pengucapan
fisik, perubahan pengucapan dan kepastian batas-batas dilapangan. Dengan adanya
pendudukan secara liar di tanah yang sudah bersertifikat misalnya akan
mempersulit pelaksanaan eksekusi bila diperlukan di belakang hari.
5.
Pengiriman berkas pendaftaran.
Selain ada
ketentuan tang mewajibkan pendaftaran, juga ada
batas waktu untuk pelaksanaan pengiriman berkas pendaftaran tersebut.
Dalam pasal 13 ayat (2) disebutkan:paling
lambat 7 (tujuh) hari sekrja setelah petandatanganan akta pemberikan hak
tanggungan sebagai dimaksut dalam pasal 10 (2),PPAT wajib mengirimkan akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan
dan wakrkah lain yang diperlukan kepada kantor pertanahan.[14][15]
Kata ‘‘paling lambat ‘’ mempunyai arti, bahwa
pengiriman APHT dan warkah untuk
pendaptaran harus sudah terjadi sebelum atau pada hari ke 7 hari kerja. Hal itu
berarti , pengiriman APHT dan warkah sebelum
dalam jangka waktu 7 hari dibenarkan. Karena tanggang waktu 7 (tujuh) hari
menurut ketentuan ketentuan di atas dihitung dari sejak APHT ditandatangani
. kesimpulan kita adalah,ketentuan batas waktu itu boleh diberikan tanpa
memandang,apakah berkas-berkas atau warkah yg diperlukan utk pendaptaran sdh diterima
lengkap oleh PPAT, atau belum, atau dengan perkataan lain, demi keamanan
PPAT,APHT baru ditandatangani, kalau
semua berkas/warkah yang diperlukan untuk pendaftaran telah lengkap.[16]
Kelengkapan
(warkah) APHT untuk pendaftaran di kantor pertanahan ternyata tlah diatur lebih lanjut dan rinci dalam peraturan menteri Negara
Agraria /kepada Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 1996. Dalamnya
ketentuan ini terdapat kejanggalan yakni untuk penk daftaran Hak tanggungan, harus dilampirkan salinan
akta Pemberian H ak Tanggungan yg
sudah diparaf oleh PPAT yg
bersangkutan, utk disahkan sebagai salinan olh kepala kantor pertanahan untuk
pembuatan sertipikat Hak tanggungan.syarat tersebut mengingatkan
kepada pasal 7 peraturan menteri Negara aggraria /kepada Badan pertanahan
Nasional Nomor 5 tahun 1996,yg mengatakan bahwa salinan dari akta yg dimaksud
dlm pasal 4 ayat (2) (maksudnya salinan akta pembebanan hipotik) yang dibuat
oleh kepala kantor pendaftaran tanah dijahit menjadi satu oleh
pejabat tersebut dengan sertipikat hypotheek/C redietverband yang
bersangkutan dan diberi kepada kreditur yang berhak.
Jadi
prinsipnya ,salinan akta pembebasan di buat oleh kepala kantor pendaptaran
Tanah atau sekarang kantor pertanahan. D alam
praktiknya kantor pertanaahan minta satu tembusan APHT (dahulu akta hipotik) ,
yang kemudian diakui sebagai salinan yang di buat dan dikeluarkan oleh kantor
pertanahan, guna memenuhi kewajiban pasal 7 peraturan Menteri Negara Agraria
Nomor 15 tahun 1961 di ataas. Kejanggalan yang dijumpai adalah ketika pihak
pertanahan meminta tembusan APHT, yang kemudian diakui sebagai salinan, yang di
buat dan dikeluarkan oleh pihaknya pertanahan sendiri. Tetapi PPAT harus
membubuhkan parafnya pada tembusan
APHT -nya. PPAT yang merupakan pejabat
umum ( openbaar ambtenaar)
kenapa diharuskan membubuhkan parafnya. Ini mencerminkan bahwa PPAT bertindak sebagai sebagai pegawai
bawahan yang bisa harus membubuhkan parafnya pada surat yang akan ditandatangani
oleh atasanya. Pelanggaran atas ketantuan pasal 13 ayat(2) Undang- undang nomor 4 tahun 1996 HT diatur dalam pasal 23 Undang-Undang nomor 4
tahun 1996.
6.
Batas Waktu Pengiriman APHT Dan Warkah-Nya .
Pada bagian
ini yang perlu diperharikan adalah: bahwa batas waktu 7(tujuh) hari adalah:
batas waktu untuk mengirimkan APHT dan warkahnya mengeni kapan ia diterima oleh
kantor pertanahan bukan menjadi masalah karna bukti pengiriman kepada atau oleh
kantor pertanahan memiliki peranan yang sangat menentukan. Sebaiknya pengiriman
dilakukan melalui ekpedia atau surat tercatat.
Selain itu
pelaksanaan kuasa mebebankan ditetapkan batas waktunya yaitu 1 (satu) bulan
untuk tanah yang sudah bersertifikat dan 3 (tiga) bulan yang berlum
bersertifikat.
Dari uraian
diatas dapat dikatakan bahwa pelangarana tasa batas waktu 7 (tujuh) hari untuk pendaftaran memang bisa
dibangkitkan jatuhnya sanksi atas diri PPAT yang bersangkutan, tapi aktanya
sendiri tetap sah dan tetap didaftarkan. Oleh karna itu bertambahnya lama waktu
yang mengakibatkan ketelambatan merupakan resiko terhadap masuknya sita atas persil
jaminan menjadi lebih besar adalah urusan lain.
7.
Pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan.
Pendaftaran
hak tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan cara membuat buku tanah
hak tanggungan,dan selanjutnya mencatat hak tanggungan yang bersangkutan dalam
buku tanah hak atas tanah yang bersangkutan. Yang terdapat dikantor pertanahan,
selanjutnya menyalin catatan tersebut
dalam sertifikat hak tas tanah yang bersangkutan.
Pendaftaran
hak tanggungan tidak bisa ditangguhkan atau diabaikan. Karna salah satu asas
hak tanggungan yaitu asas publitas yang pelaksanaanya diwajibkan dalam bentuk
‘’pendaftaran’’ dikantor pertanahan, buku tanah hak tanggungan baru dibuat pada
saat ada pembebanan hak tanggungan , berarti belum ada atau dapat dilakukan
pembuatan buku tanah hak tanggungan.
Walapun dalam
undang-undang nomor 4 tahun 1996 tidak disebut tentang selain akta pembarian
hak tanggungan yang dibuat oleh kepala kantor pertanahan, tetapi sesui dengan
ketentuan pasal 1 ayat (1) tersebut dalam perakteknya masih tetap dilaksanakan
seperti sedia kala, yaitu yang dijepit menjadi salah satu sertifikat hak
tanggungan yaitu tembusan akta pemberian hak tanggungan yang diserahkan oleh
PPAT yaitu diakui sebagi salinan yang dibuat oleh kantor pertanahan yang
bersangkutan.
8.
Tanggalbuku tanah hak tanggungan dan lahirnya hak
tanggungan.
Setelah APHT
dan warkah yang diperlukan diterima oleh kantor pertanahan dan dibuat buku tanah hak tanggungan. Buku
tersebut harus diberikan tanggal
pemberian tanggal buku tanah haktanggungan ini memiliki arti penting karna ia
memiliki pengaruh yang mementukan atas kedudukan kreditur pemegang hat
tanggungan terdapat semua kreditur yang sama (pasal 1123 dan 1133 KUH Perdata)
menentukan kedudukan kreditur dengan sama kreditur preferan (pasal 5 ayat (2)
undang-undang nomor 4 tahun 1996) dan kedudukan kreditur kalau dibitur jatuh
pailit. Hal itu disebabkan karna kedudukan kreditur terhadap sesame kreditur
yang lain bergantung dari kedudukan kreditur sebagi pemegang hak tanggungan
(untuk menetapkan ia adalah prefaren terhadap yang lain dan atau kreditur
seperatis dalam kepailitan), dan kedudukan kreditur sebagi kreditur prefaren
terdapat sesame kreditor prefaren yang lain, bergantung dari pada hak
tanggunganya lahir. Dan untuk kesamaannya itu tanggal buku hak tanggungan
adalah tanggal yang menentukan baik untuk lahir
hak tanggungan , kedudukan kreditur sebagai kreditur prefaren maupun
untuk menentukan peringkatanya terhadap sama kreditur preefgaren.
Dalam
pendaftaran, hari tanggal buku ha adalah
hari ketujuh setelah surat-surat yang diperlukan untuk mendaftarakan
diterima lengkap oleh kantor pertanahan (pasal 13 ayat (4) undang-undang nomor
4 tahun 1996). Perlu diperhatikan, bahwa di sini tidak dikatakan “paling
lambat” hari ketujuh. Jadi, sekalipun surat – surat sudah diterima dengan
lengkap oleh kantor pertanahan dan petugasnya tetap saja tidak bisa lebih maju
daripada hari yang ketujuh.
Jika
mencermati ketentuan pasal 13 ayat (4) U ndang-undang
Nomor 4 Tahun 1996, timbul suatu pertanyaan,
yakni bahwa walaupun pemberi hak tanggungan dan penerima hak tanggungan dan
mendatangani akta di depan dan oleh PPAT serta telah ditandatangani oleh para
saksi namun berdasarkan ketentuan tersebut belum dapat dikatakan telah lahir
suatu akta pembebanan Hak Tanggung, karena H ak
Tanggungan baru lahir pada saat pendaftaran, yaitu hari ketujuh setelah
permohonan pendaftaran (dengan syarat surat-suratnya lengkap).Kemudian yang
menentukan akhirnya Hak tanggungan adalah pejabat kantor Pertahanan,yang notabene adalah bukan pihak dalam APHT.Di
masa yang lalu, sebelum berlakunya Undang-U ndang
Nomor 4 Tahun 1994, dengan ditandatanganinya akta hipotik oleh pemberi dan
penerima hipotik, dapat dikatakan bahwa hipotik telah lahir.
Tentu terpikir
oleh kita semua, apa sebenarnya maksud “ketentuan waktu” seperti itu .Dalam
penjelasan Atas Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 T ahun 1996 mengatakan, bahwa untuk
mencegah, agar pembuatan Buku Tanah Hak Tanggungan yang berlarut-larut,
sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi jaminan
kepastian hokum,ditetapkan satu tanggal yang pasti sebagai tanggal Buku Tanah Hak T anggungan.
Kalau memang kita mau melindungi kepentingan para pihak, dan mencegah
berlarut-larutnya pembuatan Buku Tanah Hak Tanggungan, mestinya ditentukan beberapa
hari paling lambat harus dibuat Buku Tanah Hak Tanggungan, buku dengan
menentukanya sekian hari sesudah berkas diterima (hari ketujuh). Paling tidak
atas dasar itu bisa ditafsirkan, bahwa pendaftaran dapat dilakukan lebih awal,
tetapi tidak melewati hari ketujuh.
Selain itu,
lahirnya Hak Tanggungan tanggungan tergantung dari objek Hak Tanggungan, yakni
:
1.
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak –hak Atas Tanah
yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan : tanggal penerima
berkasnya PPAT, yang ditanyakan pada lembar kedua surat pengantar PPAT yang
dimaksud dalam uraian 184D, yang memuat tanda tangan petugas kantor pertanahan
dan disampaikan kembali kepada PPAT yang bersangkutan ;
2.
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan hak –hak atas
tanah yang sudah didaftar tetapi belum dicatat atas nama pemberi Hak
Tanggungan: tanggal pencatatan peralihan haknya pada Buku Tanah dan sertipikat
haknya atas nama pemberi Hak Tanggungan.
3.
Hak atas tanah yang memerlukan pemisahan atau pemecahan
hak atas tanah induk yang sudah didaftar dan pendaftaran haknya atas nama
pemberi hak tanggugan terlebih dahulu : tanggal selesainya pemisahan atau
pemecahan hak tersebut dan dibuatnya Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat
haknya atas nama pemberi Hak tanggugan
4.
Hak Milik bekas hak milik adat yang belum didaftar :
tanggal dibuatnya Buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik yang
bersangkutan atas nama pembari Hak Tanggungan.
setelah dibuat
Buku Tanah –nya ,adanya Hak Tanggungan tersebut dicatat dalam Buku Tanah dan
menyalinnya dalam sertifikat hak atas tanah atau hak milik Atas Satuan Rumah
susun yang dijadikan jaminan. Dengan demikian selesailah acara pendaftaran Hak
Tanggungan yang bersangkutan.
Sertifikat hak atas tanah dan Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun yang telah dibubuhi salinan catatan adanya Hak
Tanggungan tersebut, diserahkan kepada pemegang haknya, kecuali jika
diperjanjikan yang menyebutkan sertifikat itu dipegang oleh pihak kreditor
pemenang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 14 ayat (4) Undang
–Undang Nomor 4 Tahun 1996.
Perlu
diperhatikan di sini adalah jangkauan asas droit
de suit, hak privilege, dan
hak preferent diperoleh pada saat
didaftarkanya pemberian Hak Tanggungan itu dalam Buku Tanah di kantor
pertanahan, bukan pada saat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh
pejabat pembuatan Akta Tanah.
9.
Masalah Pendaftaran dan Sita
Dalam hal pendaftaran Hak Tanggungan sudah diajukan ,
tetapi misalnya pada hari ketiga terdapat pemberitahuan dan permohonan
pencatatan sita jaminan.Bagaimanakah nasib pemberitahuan Hak Tanggungan yang
bersangkutan?
Dalam hal yang demikian, pemberian Hak
tanggungan sudah terlaksana pada saat penandatanangan APHT di hadapan PPAT yang
bersangkutan.kalau pada saat itu belum ada sita jaminan atas persil objek Hak
Tanggungan, maka pemberi Hak Tanggungan memang masih dapat memberikan Hak
Tanggungan , sehingga sehingga pemberian Hak tanggungan yang bersangkutan
adalah sah. Tindakan ini dapat dibenarkan,karena pertama, pemberian hak
Tanggungan adalah tindakan membebani. Kedua,tindakan”membe-rikan” dan
“menerima”Hak Tanggungan dalam APHT belum melahirkan apa-apa, karena pembebanan
baru tindakan “pendaptaran” oleh petugas Badan pertanahan Nasional. Apalagi
kewenangan untuk mengambil tindakan hokum “pembebanan” atas persil
jaminan,barudisyaratkan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan .
Permasalahan lainya adalah bagaimana jika
pemberian Hak Tanggungan memiliki
wewenang untuk membebasi tetapi belum di daftarkan,ternyata ada sita yang
dilaporkan dan didaftarkan di BPN. Apakah pendaftaran masih bisa dilakukan ?
dalam hal ini pemberian hak tanggungannya sah, tetapi pada saat mau didaftarkan
sudah ada sita.Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pendaftaran memerlukan
waktu 7 hari sesudah APHT dan warkah
–nya diterima lengkap oleh pihak BPN sedang untuk mendaftarkan sita tidak ada
batas waktu.
Dengan memperhatikan pasal 199 HIR
yang menyatakan bahwa terhitung dari hasil proses verbal penyitaan barang itu
dimaklumakan kepada umum, pihak yang
disita barangnya tidak boleh lagi memindahkan barangnya kepada orang
lain, memberatkan (membebani) atau menyewakan barang tetap yang disita.
Perjanjian yang berlawanan denga larangan itu tidak dapat dipakai untuk melawan orang yang menjalankan sita itu.
Selanjutnya, pihak manakah yang
harus dilindungi dalam kasus yang demikian, jika hendak melindungi kreditur
maka penandatanganan APHT harus diberikan suatu akibat hokum, atau paling
tidak, perlu dipertimbangkan, apakah mngkin dalam peristiwa seperti itu
dinggap, bahwa pemohonan pencatatan dana pendaftaran hak tanggungan kemungkinan
pemohonan mendaptarkan ada dibelakang ‘’pemohon’’ pendaftaran hak tanggungan,
meskipun hal itu belum didaftarkan, namun demikian dalam peristiwa tersebut
maskipun terdapat pemohonan pencatatan sita terhadap hak tanggungan yang belum
terdaftar, adalah bukan kesalahan kreditor penerima hak tanggungan.
Namun demikian, dari uraian di
atas, jiak kita melihat pasal 13 ayat (4) undang-undang nomor 4 tahun 1996
perinsip pembebanan memberikan pemahaman kepada kita, bahwa demi memberikan
keduaukan yang kuat dan kepastian hukum dan hak-hak para pihak , kiranya harus
mau memahami maksut dari tindakan ‘’pembebanan’’.
Dalam hal munculnya pemohonan sita
jaminan pada saat pemohonan pendaftaran hak tanggungan, dalam hal ini
diberlakukan pasal 510 RV yang menyatakan bahwa, dalam hal ini telah
terdaftar janji eks pasal 1178 ayat (2)
KUH perdata, maka pemohonan eksekusi
dalam waktu sepuluh hari sesudah pengunguman sebagi yang disebutkan dalam
pasal 507, wajib memberitahukan sita yang diletakan oleh kepada kreditor yang
telah membuat janji seperti itu, ditempat kediaman yang telah dipelihara dalam
daptar hipotek.
Ketentuan ini berarti bahwa kalau
ada sita atas persil yang sudah dibebani hipotik, maka nantinya penyita kalo ia
hendak melaksanakan eksekusi atas persil tersebut , ia dalam waktu 10 hari
harus memberitahu niatnya kepada kreditur pemegang hipotek, yang menjanjikan
pratese eksekusi eks pasal 1178 ayat (2) KUH perdata, dan sesudah itu
berlakulah ketentuan pasal 511 RV yang menyatakan bahwa kreditur harus
mengambil sikap, apakah ia akan melaksanakan kewenangan berdasarkan pasal 1178
ayat (2) KUH perdata (parete eksekusi) atau tidak. Kalau ia hendak melaksanakan
hak nya, maka ia harus memberitahukanya kepada penyita. Sudah tentu kreditur
baru bisa melaksanakan haknya eks pasal 1178 ayat (2) diatas, kalau pada saat
itu tagihanya sudah matang untuk ditagih namun yang demikian itu jarang menjadi
kendala karna dalam peraktinya. Hamper semua akredit dalam perjanjian bahwa
kreditnya akan menjadi mateng untuk ditagih, kalau ada sita persil yang
dibagikan sebagai jaminan kepada kreditur.
Jika diperhatikan bahwa ketentuan
pasal 510 RV merupakan ketuntuan yang melindungi kepentingan keditur. Hal ini
berarti juga bahwa perlindungan yang
demikian bisa diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan. Memegang dalam
pasal RV tersebut dengan tegas disebut tentang janji eks pasal 1178 ayat (2)
KUH Perdata. Namun pada intinya janji eks pasal 1178 ayat (2) tersebut adalah
sama dengan isi pasal 6 undang-undang nomor 4 tahun 1996. Yang sekarang sudah
diberikan oleh undang-undang sendiri kepada kreditor pemegang hak tanggungan yang
pertama.
Hal lain yang perlu disesuikan
adalah, jangka waktu 10 hari itu. Berhubung dengan adanya ketentuan pasal 13
ayat (4) undang-undang nomor 4 tahun 1996. Mestinya kalau ada pensatatan sita
pada saat APHT sudah dimasukan. Tetapi belum terdaftar (baru lahir pada hari
ke-7), maka pencatatan sita seharusnya oleh kantor pertanahan pada hari yang
sama dengan pendaftaran hak tanggingan, tetapi dianggap tercatat belakang
pendaftaran hak tanggungan. Sehingga jangka waktu 10 hari harus dihitung sejak
hari pencatatan tersebut.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpun.
Kewajiban pendaftaran hak tanggungan dapat di temukan
rumusannya dalam pasal 13 undang-undang hak tanggungan, yang menyatakan sebagai
berikut:Pasal 13,Pemberi hak tanggyngan wajib di daftarkan pada kantor pertanahan.Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan akta pemberian hak tanggungan sebagaimana di maksud dalam pasal
10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan akta pemberian hak tanggungan yang
bersangkutan dan warkat lainyang di perlukan kepada kantor pertanahan.
Pendaftaran hak tanggunga sebagaimana yang di maksud pada
ayat (1) di lakukan oleh kantor pertanahan yang membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah
hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan
tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.Tanggal buku tanag Hak Tanggungan sebagaimana di maksud
pada ayat (3) adalah tanggal hari ke tujuh setelah penerimaan secara lengkap
surat-surat yang di perlukan bagi pendaftarannya
dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan
diberi tertanggal hari kerja berikutnya.
B. Saran
Demikian lah makalah ini mengkaji
masalah diatas mudah-mudahan dapat bermamfaat amin.
DAFTAR
PUSTAKA
J.Satrio,hokum jaminan hak-hak jaminan kebendaan,(Bandung,Citra
Aditya Bakti,1996).
Pasal 1181 KUH perdata dan pasal 5 ayat (2) UU
Nomor 4 tahun 1996
Sofwan
Masjchoen, Sri Soedewi,hokum perdata,hak
jaminan atas tana,(Yogyakata: Liberty,1981).
Djiko
Walijatun,pendaftaran hak tanggungan,(Jakarta:
informediatama selaras,Okteber 1996)
Muljadi
dkk,hokum tanggungan,(Jakarta:
pernada media 2005).
Effendi
Perangin,peraktek penggunaan tanah
sebagai jaminankrediat ,(Jakarta: rajawali pres:2001)
Republic
Indonesia, peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Djoko
Walijatun,pendaftaran hak tanggungan,(Jakarta:
inpormediatama selaras,1996)
Muljadi
kartini dkk,hokum harta kekayaan,hak
tanggungan, (Jakarta:kencana,2006)
Rahmadi
usman,pasal-pasal hak tanggungan atas
tanah,(iakrta :djmbatan,1998)
Lembaga
kajian hokum bisnis,fakultas hokum USU
medan persiapan pelaksanaan hak tanggungan di lingkungan perbankan (bandung:
citra aditian bakti 1996)
C.S.T
Cansil,pokok-pokok hak tanggungan atas
tanah,(Jakarta: pustaka sinar harapan,1997)
[1]
J.Satrio,hokum jaminan hak-hak jaminan
kebendaan,(Bandung,Citra Aditya Bakti,1996). Hlm.300
[2] Pasal 1181 KUH perdata dan pasal 5 ayat (2)
UU Nomor 4 tahun 1996
[3]
Sofwan Masjchoen, Sri Soedewi,hokum
perdata,hak jaminan atas tana,(Yogyakata: Liberty,1981).hlm.42
[4]
Djiko Walijatun,pendaftaran hak
tanggungan,(Jakarta: informediatama selaras,Okteber 1996), hlm 57
[5]
Adrian Sutedi,hokum hak tanggungan,(Jakarta,
Sinar Grafika, 2012) hlm.173
[6]
Sri Soedewi Masjchum,himpunan karya
tentang hokum jaminan,(Yogyakata: liberty,1982)
[7]
Muljadi dkk,hokum tanggungan,(Jakarta: pernada media 2005).hlm.124
[8]
Effendi Perangin,peraktek penggunaan
tanah sebagai jaminankrediat ,(Jakarta: rajawali pres:2001) hlm.167
[9]
Republic Indonesia, peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
[10]
Djoko Walijatun,pendaftaran hak
tanggungan,(Jakarta: inpormediatama selaras,1996) hlm.201
[11]
Muljadi kartini dkk,hokum harta
kekayaan,hak tanggungan, (Jakarta:kencana,2006) hlm.78
[12]
J.satrio,hokum jaminan hak jaminan
kebendaan pidusia,(Bandung: citra adiatia bakti, 2005) hlm.129
[13]
Rahmadi usman,hokum jaminan keperdataan,(Jakarta,sinar
grafika offcet,2009) hlm.145
[14]
Rahmadi usman,pasal-pasal hak tanggungan
atas tanah,(iakrta :djmbatan,1998) hlm: 89
[15]
Lembaga kajian hokum bisnis,fakultas
hokum USU medan persiapan pelaksanaan hak tanggungan di lingkungan perbankan (bandung:
citra aditian bakti 1996) hlm.109
[16]
C.S.T Cansil,pokok-pokok hak tanggungan
atas tanah,(Jakarta: pustaka sinar harapan,1997) hlm.201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar