DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.......................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................... 1
B. Rumusan masalah..................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sifat hak benda........................................................ 5
B. Asas-asas umum hak
kebendaan.............................. 6
C. Kedudukan berkuasa
(bezit).................................... 17
D. Hak milik (eigendom)............................................... 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum perdata yaang memepelajari tentang kebendaan mulai dari depinisi dampai
dengan asas hak kebendaan memang sangat banyak yang dipermasalahkan sebeb
menyangkut dengan hak kebendaan yang dumiliki oleh seorang yang mengasai nya
sehingga hukum kebendaan diperlukan untuk dipelajari sebagai salah satu
pemahaman dalam dunia hukum yang menggali sengketa atau permasalahan apa saja
yang tersjadi seputar hukum benda dengan demikian makalah ini mengga hukum
benda mulai dari pengertian hukum benda sampai hak eigendom.
B. Rumusal masalah
Adapun yang menjadi titik pembahasan dari makalah ini adalah menyangkut
mulai dengan apa itu sifat benda,asas umum hak kebandaan,kedudukan berkuasa
(bezit) sampai dengan hak milik (eigendom).
BAB II
PEMBAHASAN
HAK KEBENDAAN
A. Pengertian hak
kebendaan
Menurut prof.Subekti suatu hak kebendaan (zekalijk recht).adalah
suatu hak yang memebrikan kekuasaan lansung atas suatu benda yang dapat
dipertahankan oleh setiap orang. Sedangkan menurut prof. L.J van Apeldoorn
hak-hak kebendaan adalah:hak-hak harta benda yang memebrikan kekuasaan langsung
atas suatu benda .kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat suatu hubungan
yang langsung antara orang yang berhak dan benda tersebut.
Sedangkan menurut Prof.Sri Soedewi Masjchoen Safwan.hak kebendaan (zekalijk
recht).adalah hak mutlak atas suatu beda dimana hak itu memberikan
kekuasaan langsung atas dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hak-hak kebendaan adalah:suatu hak mutlak yang
memebrikan keuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan setiap
orang dan memmiliki sifat-sifat yang melekat.[1]
B. Sifat dan Karakter Hak
Kebendaan.
Pada dasarnya ciri-ciri atau sifat suatu hak kebendaan itu adalah:sebabagai
berikut:
1. Merupakan hak mutlak.
Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak,yaitu dapat dipertahankan siapapun
juga.
2. Mempunyai zaak gevolg
atau droit de suite
Hak kebendaan mempunyai zaak gevolg (hak yang mengikuti) artinya:hak itu
terus mengikuti bendanya dimana pun juga (dalam tangan siapapun juga) barang
itu berada .hak itu terus saja orang yang mempunyainya.
3. Mempunyai sistem.
Sisitem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu
terjadi,tingkatanya adalah: lebih tinggi dari kejadian demikian, misalnya,
seorang pemilik tanah menghipotikkan tanahnya,kemudian tananh itu diberikan
kepada orang lain dengan hak memungut hasil,maka dalam hal ini.hak hipotik
memiliki hak yang lebih tinggi dari pada hak memungut hasil yang baru terjadi
kemudian.[2]
4. Memberikan kuasaan
langsung terhadap benda.
5. Dapat dipertahankan
terhadap setiap orang.
6. Memiliki sifat’’melekat’’mengikuti
benda bila dipindah tangankan.
7. Hak yang lebih tau
selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.
Namu didalam BW Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II
BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut
:
1. Hak kebendaan bersifat
mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus
menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi
(relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada
dalam suatu perjanjian saja.
2. Hak kebendaan
berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa
berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum perorangan
berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah
selesai dilakukan.
3. Hak kebendaan terbatas
pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku,
tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang lainnya, sedangkan dalam
hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek
perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan itu bersifat
tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Perbedaan hak kebendaan dalam buku II KUHper diatur macam-macam hak
kebendaan ,akan tetapi dalam macam-macam hak kebendaan dalam buku II KUHper
harus diingat berlakunya Undang-Undang no.5 tahun 1960 ttg undang-undang pokok
agraria ,dengan demikian hak-hak kebendaan yang diatur buku II KUHper (yang
sudah disesuikan dengan berlakunya UUPA No.5/1960) dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu sbb:
a. Hak kebendaan yang
bersifat memebri kenikmatan (zekalijek genotsreecht) hak ini meliputi.
1) Hak benda yang
meameaberikan kenimatan atas benda itu sendiri misalnya:hak eigendom,hak
bezit.
2) Hak menda yang
memebrikan kenikmatan atas benda orang lain misalnya,hak opstal.hak erfpracht,hak
memungut hasil,hak pakai dan hak mendiami.
b. Hak menda yang memberi
jaminan (zekalijk zakereidsecht).misalnya
hak gadai (pand) hipotilk.disampih itu ada pula hak yang diatur dalam
buku II KUHper tetapi bukan merupakan hak kebendaan.yaitu privilage, dan
hak retentie namun hak tersebut dapat digolongkan pula hak kebendaan.
C.
Asas umum hak kebendaan.
Untuk dapat mengerti dan mengetahui apa-apa saja yang merupakan
asas-asas dalam hukum kebendaan maka perlu dipahami terlebih dahulu yang
dimaksud dengan asas itu sendiri. Secara sederhana yang dimaksud dengan asas
adalah suatu meta-norma, atau suatu rumusan yang sebenarnya di dalamnya telah
terkandung suatu muatan hukum berupa landasan berpikir bagi terbentuknya suatu
norma, hanya saja sifatnya masih abstrak dan belum memuat subjek hukum apa yang
kepadanya dibebankan objek muatan hukum tersebut.
Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis
serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya. Merupakan kejanggalan bahkan
konyol apabila suatu norma tidak mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas
atau prinsip dalam konteks.
operasionalnya. Suatu norma tanpa landasan
filosofis serta pijakan asas, ibarat manusia yang buta dan lumpuh.Asas atau
prinsip dalam bahasa Belanda disebut “beginsel”, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut sebagai “principle”. Asas dalam dalam bahasa Indonesia
sebagaimana termuat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dasar yang
menjadi suatu tumpuan berpikir atau berpendapat, dasar cita-cita, atau hukum
dasar. Sedangkan dalam bahasa Inggris sendiri sebagaimana dikutip dari Cambridge
Dictionary, kata priciple berarti “a basic idea or rule that
explains or control how something happens or works”. Sedangkan asas atau
prinsip dalam bahasa latin disebut sebagai “principium” yakni berasal
dari kata “primus” yang berarti “pertama” , dan kata “capere” yang
berarti “menangkap”, secara leksika berarti sesuatu yang menjadi dasar tumpuan
berpikir atau bertindak atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak, dan sebagainya.
Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum
yang di dalamnya mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan yang penting.
Asas hukum merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya suatu norma
hukum. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan asas hukum, beberapa ahli
memberikan batasan atau pengertian sebagai berikut:
1)
Paul
Scholten menguraikan asas hukum adalah pikiran-pikiran
dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing
dirumuskan dalam aturan-aturan, per undang-undangan, dan putusan-putusan hakim,
yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual
dapat dipandang sebagai penjabarannya.
2)
Van
Eikema Homes menjelaskan bahwa asas hukum bukanlah norma
hukum yang konkret, tetapi sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi
hukum yang berlaku. Jadi merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan
hukum positif, sehingga dalam pembentukan hukum praktis harus berorientasi pada
asas-asas hukum.
3)
Bellefroid mengemukakan bahwa asas
hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh
ilmu hukum tidak berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Jadi asas hukum
umum merupakan kristalisasi (pengendapan) hukum positif dalam suatu masyarakat [3]
Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang
memberikan arah, tujuan, serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai, dan
tuntutan-tuntutan etis.[4] Bahkan
dalam satu mata rantai sistem , asas, norma, dan tujuan hukum berfungsi,
sebagai pedoman dan ukuran atau kriteria bagi perilaku manusia. Melalui
asas hukum, norma hukum berubah sifatnya menjadi bagian tatanan etis yang
sesuai dengan nilai kemasyarakatan. Pemahaman tentang keberadaan suatu norma
hukum (mengapa suatu norma hukum diundangkan) dapat ditelusuri dari “ratio
legis”-nya. Meskipun asas hukum bukan norma hukum, namun tidak ada norma
hukum yang dipahami tanpa mengetahui asas hukum yang terdapat di dalamnya.[5]
Adapun di dalam hukum kebendaan dikenal
beberapa asas sebagai berikut: [6]
a.
Asas
Hukum Memaksa (dwingend recht)
b.
Hak kebendaan dapat dipindahkan
c.
Asas Individualitas (Individualiteit)
d.
Asas
Totalitas (Totaliteit).
e.
Asas
tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid).
f.
Asas
Prioritas (Prioriteit)
g.
Asas
percampuran (vermenging).
h.
Asas publisitas (publiciteit)
i.
Asas
perlakuan yang berbeda antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak. [7]
j.
Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan
atau pembentukan hak.
1.
Asas
Hukum Memaksa ( Dwingend Recht)
Asas hukum memaksa dalam hukum kebendaan
berarti bahwa[8] hukum yang mengatur tentang
benda adalah sesuatu yang bersifat memaksa dan bukan bersifat mengatur, oleh
karenanya para pihak yang mempunyai hak tertentu atas suatu benda tidak dapat
menyimpangi ketentuan- ketentuan yang terdapat di dalam undang-undang. Para
pihak tersebut juga tidak dapat mengadakan suatu hak yang baru selain yang
telah ditetapkan di dalam undang-undang. Hal ini tentunya berbeda dengan hukum
perjanjian yang berisfat terbuka (openbaar system) yang mana para pihak
yang terlibat di dalam perjanjian dapat saja menyimpangi ketentuan yang ada
diatur di dalam undang-undang sesuai dengan kesepakatan para pihak yang membuat
perjanjian itu, sedangkan dalam hukum kebendaan para pihak yang mempunyai
hubungan hukum tersebut tidak dapat menyimpangi atau mengadakan suatu hak yang
baru selain dari yang telah ditentukan di dalam undang-undang walaupun para
pihak telah menyepakati mengenai hal itu. Berikut adalah beberapa sifat dari
asas hukum memaksa (dwingend recht) pada kebendaan : [9]
a)
Hak
milik atas suatu kebendaan yang bersifat memaksa
Sifat memaksa dari hak milik atas suatu
kebendaan pertama-tama dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang
menyebutkan :
Pasal 584 KUHPerdata
peristiwa
perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk
berbuat terhadap barang itu. Dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut
dapatlah dipahami bahwa undang-undang telah memberikan batasan bahwa seseorang
hanya akan mendapatkan hak milik atas suatu kebendaan tertentu melalui 5
perbuatan hukum [10]sebagaimana yang disebut .[11]
di dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut. Selain
dari pada kelima perbuatan hukum tersebut maka seseorang tidak akan memperoleh
hak milik atas suatu kebendaan tertentu. Dalam hal ini proses Hak milik atas
suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki,
dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut
undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukkan atau
penyerahan berdasarkan suatu atau perbuatan hukum yang paling sering
mengakibatkan seseorang memiliki hak milik atas suatu hak kebendaan tertentu
adalah penyerahan. Penyerahan disini harus dilakukn oleh orang yang mempunyai
kewenangan bebas untuk menyerahkan kebendaan tersebut (beschikkingsbevoegd).
Sistem levering yang terdapat di dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut
merupakan suatu sistem causal, yaitu suatu sistem yang menggantungkan sah atau
tidaknya suatu penyerahan pada 2 syarat yaitu : [12]
·
Sahnya
titel yang menjadi dasar dilakukannya levering.
Dengan titel dimaksudkan perjanjian obligatoir
yang menjadi dasar levering itu harus sah menurut hukum, jadi
apabila dasar titel itu tidak sah menurut hukum baik karena batal demi hukum (null
and void) atau dibatalkan oleh hakim (voidable), [14]maka
levering tersebut menjadi batal juga, yang berarti bahwa pemindahan hak
milik dianggap tidak pernah terjadi. Begitu pula halnya apabila orang yang
memindahkanhal milik itu ternyata tidak berhak melakukannya karena ia bukan
pemilik maupun orang yang secara khusus dikuasakan olehnya.[15]
Hal tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1471 KUHPerdata yang
menyebutkan “Jual beli ats barang orang adalah batal dan dapat memberikan dasar
kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, jika ia
tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.”
2.
Hak
Gadai bersifat memaksa.
Sebenarnya di dalam ketentuan KUHPerdata tidak
satupun ada Pasal yang menyebutkan secara eksplisit bahwa gadai adalah suatu
hak kebendaan yang bersifat memaksa. Akan tetapi beberapa ketentuan di dalam
KUHPerdata yang antara lain Pasal 1152, Pasal 1152 bis, Pasal 1153, dan Pasal
1154 KUHPerdata menandakan bahwa hak gadai adalah bersifat memaksa. Pasal 1152
,1152, 1153, 1154 KUHPerdata menyebutkan : [16]
Pasal 1152 KUHPErdata
Hak gadai atas barang bergerak yang berwujud
dan atas piutang bawa timbul dengan cara menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan
kreditur atau orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan atas kehendak
kreditur. Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari kekuasaan pemegang gadai.
Namun bila barang itu hilang, atau diambil dari kekuasaannya, maka ia berhak
untuk menuntutnya kembali menurut Pasal 1977 alinea kedua, dan bila gadai itu
telah kembali,maka hak gadai itu dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak adanya
wewenang pemberi gadai untuk bertindak bebas atas barang itu tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada kreditur, tanpa mengurangi hak orang yang telah
kehilangan atau kecurigaan barang itu untuk menuntutnya kembali.
Pasal 1152 bis KUHPerdata.
Untuk
melahirkan hak gadai atas surat tunjuk, selain penyerahan endosemennya, juga
dipersyaratkan penyerahan suratnya.[17]
Pasal
1153 KUHPerdata [18]
Hak
gadai atas barang bergerak yang tak berwujud kecuali surat tunjuk dan surat
bawa lahir dengan pemberitahuan mengenai penggadaian itu kepada orang yang
kepadanya hak gadai itu harus dilaksanakan. Orang ini dapat menuntut bukti
tertulis mengenai pemberitahuan itu, dan mengenai izin dan pemberian gadainya. [19]
Pasal 1154 KUHPerdata
Dalam
hal debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur
tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan itu menjadi miliknya.
Segala persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah
batal.
Dari perumusan Pasal-Pasal tersebut dapat
diketahui bahwa tidak memungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadap
ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam Kitab undang-undang Hukum Perdata.
3.
. Hak
Kebendaan Dapat Dialihkan.
Asas dalam hukum kebendaan ini menunjukkan
bahwa sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu benda adalah suatu hal yang
dalam hal ini dapat dialihkan kepada orang lain. Jadi dalam hal ini yang
terjadi adalah peralihan atas hak kebendaan dari seseorang kepada orang lain
dengan segala akibat hukum yang ada. Peralihan hak atas kebendaan
tersebut dilakukan melalui suatu perjanjian kebendaan (zakelijk
overeenkomsten). Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian dengan mana
suatu hak kebendaan dilahirkan, dipindahkan, dirubah atau dihapuskan. Dapat
dikatakan pula bahwa perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang bertujuan
untuk langsung meletakkan atau memindahkan hak kebendaan. Sekalipun istilah
“perjanjian kebendaan” sudah umum dipakai dalam literatur hukum perdata, namun
demikian istilah itu tidak dikenal dalam KUHPerdata. Perjanjian kebendaan (zakelijk
overeenkomsten) memiliki ciri khusus, yakni bahwa walaupun terminologi
perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) menggunakan kata
perjanjian akan tetapi perjanjian kebendaan tidak melahirkan suatu perikatan
tertentu seperti perjanjian lain pada umumya
karena perjanjian kebendaan (zakelijk
overeenkomsten) merupakan suatu penyelesaian bagi suatu perjanjian
obligatoirnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak akan ada
suatu perjanjian kebendaan tanpa dilatarbelakangi oleh suatu perjanjian
obligatoirnya (titelnya).
Mengenai asas bahwa hak kebendaan dapat
dialihkan di dalam KUHPerdata dapat dilihat pada ketentuan Pasal 584 KUHPerdata
yang antara lain menyebutkan bahwa hak milik atas suatu benda dapat timbul
karena adanya penyerahan (levering) berdasarkan titel yang sah dan
dilakukan oleh orang yang berwenang bebas terhadap benda terserbut. Sahnya
titel dan berwenangnya orang yang mengalihkan benda tersebut merupakan suatu
syarat yang memaksa sebagai akibat dari dianutnya sistem kausal dalam sistem
penyerahan (levering) di dalam KUHPerdata.Pemindahan hak milik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 KUHPerdata itu di dalam KUHPerdata ada 3
macam, yakni penyerahan nyata (feitelijk levering), cessie, dan
lembaga balik nama.
4.
Asas
Individualitas (Individualiteit).
Asas ini berarti bahwa apa yang dapat diberikan
menjadi kebendaan adalah apa yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah. Maksudnya
adalah bahwa sesuatu yang dapat dikatakan sebagai benda atau diberikan sebagai
benda adalah segala sesuatu yang dapat ditentukan sebagai suatu kesatuan atau
sebagai suatu jumlah atau ukuran tertentu.
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal
1333 misalnya yang menyebutkan “suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa
suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu
tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau
dihitung”.
Dari ketentuan dalam Pasal 1333 maka dapatlah
dipahami bahwa ketika seseorang membuat suatu perjanjian mengenai suatu
kebendaan (perjanjian obligatoir) tertentu kemudian ditindaklanjuti
dengan perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) maka sesuatu yang
dapat dikatakan sebagai benda atau objek penyerahan (levering) adalah
sesuatu yang jelas jenisnya apa, dapat diukur, dihitung, atau suatu hal yang
dapat dijumlah. Hal ini juga sesuai dengan yang ditentukan dalam ketentuan
Pasal 1460, 1461 dan Pasal 1462yang mengatur mengenai risiko pada
perjanjian jual beli. Di dalam Pasal-Pasal jelas menunjukkan bahwa benda-benda
yang dapat dijadikan objek jual beli adalah benda-benda yang dapat ditentukan,
dihitung atau ditakar berdasarkan berat, jumlah atau ukuran, atau ditentukan
menurut tumpukan. \
50 Pasal 1460 KUHPerdata menyebutkan “Jika
barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat
pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum
dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya.” 51 Pasal 1461 KUHPerdata
menyebutkan “Jika barang dijual bukan menurut tumpukan melainkan menurut berat,
jumlah dan ukuran, maka barang itu tetap menjadi tanggungan penjual sampai
ditimbang, dihitung, atau diukur. 52 Pasal 1462 KUHPerdata menyebutkan
“Sebaiknya jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka barang itu menjadi
tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur.
5.
Asas
Totalitas.
Asas totalitas (totaliteit) ini berarti bahwa kepemilikan
suatu kebendaan berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian kebendaan
tersebut. Dalam konteks ini misalnya seseorang tidak mungkin memiliki bagian
dari suatu kebendaan, jika ia sendiri tidak memiliki titel hak milik atas
kebendaan tersebut secara utuh. Maksudnya adalah bahwa sesuai dengan sifat
individualitas dari suatu kebendaan tersebut, maka tiap-tiap benda yang menurut
sifatnya atau menurut undang-undang tidak dapat dibagi maka penyerahan
kepemilikan atas benda tersebut harus dilakukan secara keseluruhan benda itu.
Di dalam asas totalitas ini tercakup suatu asas
perlekatan (accessie) karena perlekatan terjadi dalam hal benda pokok (hoofdzaak)
berkaitan erat dengan benda-benda pelengkapnya yaitu benda tambahan (bijzaak)
dan benda pembantu (hulpzaak). Oleh karena itu seorang pemilik benda
pokok dengan sendirinya adalah pemilik benda pelengkapnya.
56 Pasal
1533 KUHPerdata menyebutkan “Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu
yang melekat padanya seperti penanggungan, hak istimewa dan hak hipotek”
Contoh dari asa totalitas ini misalkan saja
seseorang memiliki sebuah rumah maka otomatis dia adalah pemilik jendela,
pintu, kunci, genteng rumah tersebut. Asas totalitas ini juga menentukan bahwa
penjualan dan peralihan suatu kepemilikan suatu benda dari seseorang kepada
orang diikuti oleh peralihan segala embel-embel yang melekat pada benda itu. Hal
ini dapat dilihat dalam ketentuan jual-beli piutang misalnya, bahwa segala
piutang yang dijual dan dialihkan kepada orang lain maka peralihan tersebut
diikuti juga dengan peralihan dari segala-segala jaminan yang melekat pada
piutang tersebut.
6.
Asas Tidak
Dapat Dipisahkan (onsplitsbaarheid).
Asas ini merupakan konsekuensi dari asas
totalitas (totaliteit), dimana dikatakan bahwa seseorang tidak
dimungkinkan melepaskan hanya sebagian hak miliknya atas suatu kebendaan yang
utuh. Meskipun seorang pemilik diberikan kewenangan untuk membebani hak
miliknya dengan hak kebendaan lainnya yang bersifat terbatas (jura in re
aliena), namun pembebanan yang dilakukan itupun hanya dapat dibebankan
terhadap keseluruhan kebendaan yang menjadi miliknya tersebut. Jadi jura in
re aliena tidak mungkin dapat diberikan untuk sebagian benda melainkan
harus untuk seluruh benda tersebut sebagai suatu kesatuan.
7.
Asas Prioritas (Prioriteit).
Asas ini berarti bahwa antara
hak kebendaan yang satu dengan hak kebendaan yang lain di atas suatu kebendaan
yang sama memiliki tingkatan atau kedudukan yang berjenjang-jenjang (hierarkis).
Jika dilihat dari sisi penuh
atau tidaknya suatu hak kebendaan maka hak yang memiliki kedudukan yang paling
tinggi adalah hak mili baru diikuti oleh hak bezit, dan hak atas
kebendaan milik orang lain (jura in re aliena) Jika terjadi perselisihan
mengenai hak-hak kebendaan tersebut maka hak yang kedudukan hierarkinya lebih
tinggi lebih diprioritaskan dari pada hak yang kedudukan prioritasnya lebih
rendah.
Sedangkan apabila di antara hak-hak kebendaan
yang kedudukan hierarkinya sama maka diberikan prioritas kepada hak yang muncul
lebih awal, kecuali untuk hak bezit karena hak bezit hadir karena penguasaan
atas suatu benda tertentu, dan akan lepas jika penguasaan itupun lepas.
8.
Asas Percampuran (vermenging).
Asas percampuran ini terjadi
bila dua atau lebih hak melebur menjadi satu.Hal ini berarti bahwa adanya suatu
percampuran yakni peleburan 2 hak apabila 2 hak itu dimiliki oleh orang yang
sama dan atas kebendaan yang sama. Misalnya jika A menyewa sebuah rumah milik
si B, kemudian A membeli rumah tersebut, maka hak sewa tersebut menjadi lenyap.
9.
Asas Publisitas (Publiciteit).
Asas publisitas berkaitan
dengan pengumuman status kepemilikan suatu benda tidak bergerak kepada
masyarakat.
Hak milik, penyerahan dan pembebanan hak atas tanah misalnya wajib
didaftarkan pada kantor Pendaftaran Tanah dan ditulis dalam Buku Tanah
(register) agar diketahui oleh umum. Sedangkan untuk benda bergerak, tidak
perlu didaftarkan artinya cukup melalui penguasaan dan penyerahan nyata.
10.
Asas Perlakuan yang Berbeda antara Benda Bergerak dengan
Benda Tidak Bergerak.
Pengaturan dan perlakuan dapat
disimpulkan dari cara membedakan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak
serta manfaat atau pentingnya pembedaan antara kedua benda tersebut. Cara atau
kriteria pembedaannya ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan
apa manfaat pembedaannya dapat ditinjau dari sudut penyerahannya, penguasaannya
kadaluwarsa dan pembebanannya.
11.
. Adanya Sifat Perjanjian Dalam Setiap Pengadaan atau
Pembentukan Hak Kebendaan.
Asas ini berarti bahwa pada
dasarnya dalam setiap hukum perjanjian terkandung pula asas kebendaan dan dalam
setiap hak kebendaan melekat pula setiap hukum perjanjian di dalamnya. Sifat
perjanjian ini menjadi makin penting adanya dalam
pemberian hak kebendaan yang terbatas (jura in re aliena),
sebagaimana dimungkinkan oleh undang-undang.
D.
Kedudukan berkuasa (bezit)
1.
Pengertian bezit
Bezit diatur dalam (Ps. 529 s/d 568 BWI).
Secara harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya adalah “barang siapa menguasai
suatu barang, maka dia dianggap sebagai pemiliknya”. Menurut Ps. 529 BWI, bezit
adalah keadaan seseorang yang menguasai suatu benda, baik dengan diri sendiri
maupun melalui perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau
menikmatinya selaku orang yang memiliki benda itu. Menurut Prof.Subekti lebih
dijelaskan maknanya sebagai berikut : ‘Bezit adalah suatu keadaan lahir
(=fakta), dimana seseorang menguasai sautu benda seolah olah kepunyaannya
sendiri, dengan tiidak mempersoalkan siapa pemilik benda itu sebenarnya.
Lebih lanjut dalam Ps. 530 BWI disebutkan bahwa ada dua macam bezit, yaitu
yang beriktikad baik ( te goede trouw) dan yang beriktikad tidak baik.(te
kwader trouw).
Unsur bezit ada dua,
yaitu :
- unsur keadaan
dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus) ;
- unsur kemauan
orang tersebut untuk memilikinya (animus).
Karena pada umumnya orang yang tidak waras tidak mempunyai unsur animus,
maka bezitter (orang yang mempunyai bezit) biasanya bukan orang gila / orang
yang tidak waras .Yang dapat mempunyai hak bezit adalah orang yang dewasa,
sehat pikiran, berkehendak bebas / tidak dibawah paksaan.
Pengertian bezit yang dengan iktikad baik adalah penguasaan karena penguasaan
atas benda tersebut terjadi tanpa diiketahui cacat cela dalam benda tersebut
(Ps.531 BWI). Bezit harus dibedakan dengan detentie, yakni keadaan dimana
seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu
dengan pemilik yang sah dari benda tersebut, misalnya hubungan sewa menyewa,
tidak harus menimbulkan kemauan bagi si penyewa untuk memiliki. Pada diri
seorang detentor tersebut, dianggap bahwa kemauan untuk memiliki benda yang
dikuasai itu tidak ada. Menurut ketentuan Ps 538 BWI, “ Penguasaan atas suatu
benda diperoleh dengan cara menempatkan benda itu dalam kekuasaan dengan maksud
mempertahankannya untuk diri sendiri”.
Ketentuan tersebut mengandung unsusr-unsur :
- Kata ‘Menempatkan’
berarti perbuatan aktif yang dapat dilakukan sendiri atau dilakukan oleh
orang lain atas nama.
- Kata, ‘benda’
meliputi pengertian benda bergerak dan benda tidak bergerak; benda
bergerak meliputi benda yang sudah ada pemiliknya , atau yang belum ada
pemiliknya.
- Kata “dalam
kekuasaan” menunjukkan keharusan adanya hubungan langsung antara orang
yang menguasai dengan benda yang dikuasai.
- Kata “
mempertahankan untuk diri sendiri” menunjukkan unsur keharusan adanya
animus, yaitu kehendak menguasai benda itu untuk memilikinya sendiri;
setiap pemegang/penguasa benda itu dianggap mempertahankan penguasaannya
selama benda itu tidak beralih ke tangan orang lain atau selama benda itu
tidak nyata-nyata telah ditinggalkannya ( Ps. 542 BWI).
2. Cara memperoleh
penguasaan (Bezit) dapat dibedakan :
a. Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang tidak ada pemiliknya disebut ‘penguasaan
originair’, atau “bezit occupatio”. Memperoleh penguasaan cara ini tanpa
bantuan orang lain, hanya tertuju pada benda bergerak yang tidak ada pemiliknya
(res nullius), yang kemudian diakui dan dikuasai.
b. Menguasai benda yang
sudah ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang sudah ada pemilikya, mempunyai dua kemungkinan,
yaitu dengan bantuan orang lain yang menguasai lebih dahulu / pemiliknya dan
tanpa bantuan orang lain yang terkait. Penguasaan dengan bantuan orang yang
menguasai lebih dulu/pemiliknya disebut “pengusaan traditio” atau “penguasaan
derivatif”, yakni melalui penyerahan benda tersebut, misalnya penguasaan atas
hak gadai, hak pakai, hak sewa, hak memungut hasil dsb. Memperoleh penguasaan
tanpa bantuan orang yang menguasai lebih dulu/pemiknya disebut “penguasaan
tanpa levering”, misalnya menguasai benda temuan di jalan, benda orang
lain yang hilang. Berdasarkan ketentuan Ps. 1977 ayat (1) BWI, penguasaan
berlaku sebagai alas hak yang sempurna. Dengan demikian orang yang menguasai
benda itu sama dengan pemiliknya.
Hak milik adalah alas hak yang sempurna. Ketentuan tersebut di atas
dibatasai oleh ayat (2) nya, bahwa perlindungan hukum yang diberikan oelh ayat
(1) itu tidak berlaku bagi benda-benda yang hilang atau benda-benda curian.
Terhadap benda-benda ini, bezit sebagai hak yang sempurna tidak berlaku.
Barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam waktu tiga tahun
terhtung sejak hilang atau dicurinya bendanya, berhak meminta kembali bendanya
itu dari pemegangnya. Tetapi jika pemegang benda itu menguasai benda tersebut
karena memperolehnya atau membelinya dari pedagang yang lazim memperdagangkan
benda itu atau tempat pelelangan umum, pemilik yang kehilangan benda / kecurian
benda yang bersangkutan harus mengem-balikan harga benda yang telah dibayar
oleh pemegang itu (Ps. 582 BWI).
Penguasaan “benda bergerak yang tidak berupa bunga, atau piutang yang tidak
atas tunjuk berlaku ketentuan siapa yang menguasainya dianggappemiliknya”
sebagai yang ditetapkan dalam Ps. 1977 ayat (1), tidak diatur dalam Buku IIBWI
tentang Benda karena ternyata pembentuk undang-undang menyatakan bahwa Ps. 1977
BWI (Buku IV BWI) tersebut mengatur tentang kadaluarsa yang membebaskan dari
perikatan, artinya, siapa yang menguasai benda bergerak seketika ia bebas dari
tuntutan pemiliknya karena tenggang waktu / daluarsa sudah lampau.
3. Sayart-sayrat adanya
bezit
Untuk adanya suatu bezit harus dipenuhi syarat-syarat bezit yaitu:
a. Adanya
caepus,yaitu:harus adanya hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya.
b. Adanya animus yaitu:
hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki orang tersebut.
4. Fungsi bezit
Fungsi bezit memeiliki dua fungsi adalah sbb:
a. Pungsi polisionil
Bezitmendapat pelindungan hukum,tampa mempersoalkan hak hak milik atas
benda tersebut sebenarnya ada pada siapa.jadi siapa yang membezit suatu benda
maka ia mendapat perlindaungan dari hukum sampai terbetuk bahwa ia benar tidak
berhak.
b. Fungsi zakenrechtelijk
Beziter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa
waktu tampa adanya perotesdari pemilik sebelemnya makak bezit berubah menjadi
milik lembaga (lewat waktu) .
5. Hapusnya bezit
a. Kekuasaan atas
bendaberpindah pada orang lain ,baik secara diserahkan maupun diambil oleh
orang lain.
b. Benda dikuasainya telah
di tenggal
E. Hak Milik (Hak
Eigendom)
1. Pengertian hak milik
Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak
milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk
berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu asal tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang
berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak
orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu demi
kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan dengan pembayaran ganti rugi.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa eigendom adalah hak yang
paling sempurna atas suatu benda. Memang dahulu hak eigendom dipandang
benar-benar mutlak, dalam arti tidak terbatas, namun pada masa akhir-akhir ini
mincul pengertian tentang asas kemasyarakatan (sociale functie ) dari hak
tersebut. Hal tersebut tercermin dalam UUPA kita yang menonjolkan asas
kemasyarakatan tesebut dengan menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa kita sudah tidak dapat berbuat
sewenang-wenang atau sebebas-bebasnya dengan hak milik kita sendiri. Bahkan
pada masa kini suatu perbuatan yang pada hakekatnya berupa suatu pelaksanaan
hak milik dapat dipandang sebagai bertentangan dengan hukum, jika perbuatan itu
dilakukan dengan tidak menyangkut kepentingan yang patut, atau dengan maksud
semata-mata untuk mengganggu kepentingan orang lain (“misbruikvanrecht”).
2. Sebagai hak kebendaan
yang sempurna, hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Merupakan hak induk
terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
b. Ditinjau dari segi
kualitasnya, merupakan hak yang paling lengkap.
c. Bersifat tetap, artinya
tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain. Sedangkan hak kebendaan
yang lain dapat lenyap jika menghadapi hak milik.
d. Mengandung inti dari
hak kebendaan yang lain, sedangkan hak kebendaan yang lain hanya meupakan
bagian saja dari hak milik.
Setiap orang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda, berhak meminta
kembali benda miliknya itu dari siapapun juga yang menguasainya (Ps. 574 BWI).
Permintaan kembali yang didasarkan atas hak milik dinamakan revindicatie; di
dalam sidang pengadilan baik sebelum maupun pada saat perkara belangsung,
pemilik dapat mengajukan permohonan agar benda yang diminta kembali itu disita
terlebih dahulu ( revindicatoir beslag), yaitu penyitaan yang dilakukan
terhadap benda-benda bergerak milik pemohon yang berada dibawah kekuasaan orang
lain dengan tidak perlu mengemukakan atau menguraikan bagaimana cara
memperolehnya hak milik itu.
3. Cara memperoleh hak milik datur dalam Ps. 584
BWI, yang megatur hanya secara limitatif saja :
a. Melalui pengambilan (toegening
atau occupatio)
Cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda bergerak yang
sebelumnya tidak ada pemiliknya
b. Melalui penarikan oleh
benda lain (natrekking atau accecio)
Cara memperoleh hak milik di mana benda pokok yang telah dimiliki secara
alamiah bertambah besar atau bertambah jumlahnya.
c. Melalui daluwarsa
(verjaring).
Cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada
alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak (Ps. 610 BWI).
Kadaluarsa yang dimaksud disini adalah acquisiteve verjaring, yakni suatu cara
untuk memperoleh hak kebendaan setelah lampau waktu tertentu, disisi lain
tedapat extinctieve verjaring yaitu suatu cara untuk dibebaskan dari suatu
hutang setelah terlampauinya waktu tertentu.
d. Melalui perwarisan (erfopvolging)
Cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris yang ditinggalkan pewaris.
Disini para ahli waris memperoleh hak milik menurut hukum tanpa harus ada
tindakan penerimaan benda secara fisik. Ahli waris bisa berupa ahli waris
menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament)
e. Melalui penyerahan (levering
atau overdracht).
Cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik seseoarang
yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu.
Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat
sekarang. Perkataan levering mempunyai dua arti. Yang pertama berarti perbuatan
berupa penyerahan kekuasaan belaka atas suatu benda (feicelijke levering);
pengertian kedua berarti perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik
kepada orang lain (yuridische levering). Penyerahan hak milik atas benda
bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan kekuasaan belaka atas benda itu,
sedangkan penyerahan hak milik atas benda tak bergerak harus dibuatkan suatu
surat penyerahan yang harus dituliskan dalam daftar hak milik.Mengenai levering
dari benda bergerak yang tidak berwujud dapat dibedakan atas :
1) Levering dari surat
piutang atas tunjuk (aan tonder), berdasarkan Ps. 613 ayat (3) BWI dilakukan
dengan penyerahan surat yang bersangkutan.
2) Levering dari surat
piutang atas nama (op naam), berdasarkan Ps. 613 ayat (1) BWI dilakukan dengan
cara membuat akte otentik atau akte di bawahtangan (cessie). Ini berarti
pergantian kedudukan berpiutang dari kredirur lama (cedent) kepada kreditur
baru (cessionaris), sedangkan debiturnya dinamakan cessus. Jadi hak berpiutang
dianggap telah beralih dari cedent kepada cessionaris pada saat akte cessie
dibuat, bukan pada waktu akte cessie diberitahukan kepada cessus.
3) Levering dari piutang
atas perintah (aan order) yang berdasarkan Ps. 613 ayat (3) BWI harus
dilakukan dengan surat piutang tersebut disertai dengan endosemen, yaitu
menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada siapa piutang tersebut
dialihkan. Cara memperoleh hak milik yang tidak disebutkan dalam Ps. 584 BWI :
-
Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara membentuk atau
menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru. Misalnya, kayu diukir
menjadi patung, benang ditenun menjadi kain dlsb. Orang yang menjadikan atau
membentuk benda baru tersebut menjadi pemiliknya (Ps. 606 BWI).
-
Penarikan hasilnya (vruchttrekking), yaitu benda yang merupakan
hasil/buah dari benda pokok yang dikuasainya, misalnya buah pisang dari pohon
pisang, anak sapi dari sapi yang dikuasainya (Ps. 575 BWI).
-
Percampuran atau persatuan benda (vereniging), yaitu perolehan hak
milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan beberapa orang. Jika
bercampurnya benda itu karena kebetulan, maka benda itu menjadi milik bersama
orang-orang tersebut, seimbang dengan harga benda mereka semula. Jika
bercampurnya benda itu karena perbuatan seseorang pemilik benda, maka dialah
menjadi peimilik dari benda baru tersebut dengan kewajiban membayar
ongkos-ongkos, ganti rugi dan bunganya kepada para pemilik lain dari
benda-benda semula (Ps. 607-609 BWI).
-
Pencabutan hak (onteigening),, yaitu cara memperoleh hak milik bagi
penguasa dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu benda kepunyaan satu atau
beberapa orang. Untuk melakukan hal ini penguasa harus mendasarkan tindakannya
pada undang-undang dan harus untuk tujuan kepentiangan umum dengan disertai
pemberian ganti rugi yang layak kepada (para) pemiliknya.
-
Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara memperoleh hak milik dari
penguasa dengan jalan merampas hak milik atas suatu benda kepunyaan terpidana
yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
-
Pembubaran suatu badan hukum, yaitu dengan pembubaran badan hukum maka para
anggota badan hukum dapat memperoleh bagian dari harta kekayaan badan hukum
tersebut (Ps. 1665 BWI).
Pasal 573 BW mengatur tentang adanya suatu benda yang dipunyai oleh lebih
satu orang, sehingga terjadi hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda,
di mana dinyatakan bahwa membagi suatu benda menjadi milik lebih dari satu
orang, harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan tentang
“pemisahan” dan “pembagian” harta peninggalan. Sedangkan aturan-aturan tentang
pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur dalam Buku II Ps. 1066-1125
BWI.
4. sebab-sebab yang
mengakibatkan hapusnya hak milik adalah :
a. Karena ada orang lain
yang memperoleh hak milik atas suatu benda yang sebelumnya menjadi hak milik
seseorang, dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik seperti telah
diuraikan di atas.
b. Karena musnahnya benda
yang dimiliki.
c. Karena pemilik
melepaskan benda yang dimilikinya dengan maksud untuk melepaskan hak miliknya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas makan kita bisa menarik
kesimpulan bahwa yang dianamakan dengan hak-hak kebendaan
adalah:suatu hak mutlak yang memebrikan keuasaan langsung atas suatu benda yang
dapat dipertahankan setiap orang dan memmiliki sifat-sifat yang melekat.
Kemudian dilihat dari sifata hak Namu didalam BW Perbedaan antara hak
kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam
Buku III BWI adalah sebagai berikut :
·
Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut
·
Hak kebendaan berlangsung lama
·
Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundangan yang berlaku,
Sementara itu adapun asas hak milik itu adalah
: Asas Hukum Memaksa (dwingend recht) ,Hak kebendaan dapat dipindahkan,
Asas Individualitas (Individualiteit),Asas Totalitas (Totaliteit).
Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid).Asas Prioritas (Prioriteit),Asas
percampuran (vermenging). Asas
publisitas (publiciteit) ,Asas perlakuan yang berbeda antara benda bergerak
dengan benda tidak bergerak. Adanya
sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak.
DAFATAR FUSTAKA
Bachsan Mustafa,2003, Sistem Hukum Indonesia
Terpadu, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003
P.Nh.Simanjuntak,Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,Jakarta
,Djembatan ,Setakan Ke-4 Tahun 2009
Frieda Husni Hasbullah, 2005, Hukum Kebendaan Perdata,Hak-Hak
yang Memberi Kenikmatan, Jakarta,Ind-Hill-Co,
Hans
Kelsen,,1949, The General Theory of Law and State, Cambridge, Massachussetts,
Harvard University Pers.
Prof Subekti S.H, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa,
J. Satrio, 1999, Perikatan Pada Umumnya, Bandung, Alumni,
Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar), Yogyakarta: Liberty,
Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu
Hukum,Semarang, Citra Aditya Bakti,
Kartini Mulyadi, Gunawan
Widjaya, 2003, Kebendaan pada Umumnya, Kencana Prenada Media,
Kitab undang-undang hukum perdata (KUHper),permata pres.
[1] P.Nh.Simanjuntak,Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,Jakarta
,Djembatan ,Setakan Ke-4 Tahun 2009 H.207
[2] Ibid.212
[3] Pasal 612 KUHPerdata.
[4] Pasal 613 KUHPerdata.
[5] Pasal 1460 KUHPerdata menyebutkan “Jika barang yang dijual itu
berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu
menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual
berhak menuntut harganya.”
[6] Pasal 1461
KUHPerdata menyebutkan “Jika barang dijual bukan menurut tumpukan melainkan
menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang itu tetap menjadi tanggungan
penjual sampai ditimbang, dihitung, atau diukur
[7] 52 Pasal 1462
KUHPerdata menyebutkan “Sebaiknya jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka
barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau
diukur.
[9] Frieda Husni Hasbullah, 2005, Hukum Kebendaan Perdata,Hak-Hak yang
Memberi Kenikmatan, Jakarta,Ind-Hill-Co, Hal 36.
[10] Pasal 1533 KUHPerdata menyebutkan “Penjualan suatu piutang meliputi
segala sesuatu yang melekat padanya seperti penanggungan, hak istimewa dan hak
hipotek”
[12] Pasal 570 KUHPerdata menyebutkan “Hak milik adalah hak untuk
menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang
itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak
mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan
pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas,
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
[13] Pasal 529
KUHPerdata 60 Pasal 674, 711,720,756, 1150 dan Pasal 1162 KUHPerdata
[14] Pasal 1977
KUHPerdata menyebutkan “Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa
bunga atau piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk dianggap sebagai
pemilik sepenuhnya”
[16] Pasal 508 angka 4 KUHPerdata menggolongkan hak guna usaha sebagai
hak (benda tak berwujud) yang tergolong benda tak bergerak.
[18] Pasal 28 UUPA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar