Jumat, 30 Oktober 2015

hukum perdata, hak kebendaan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI....................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang..........................................................   1
B.     Rumusan masalah.....................................................   1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sifat hak benda........................................................   5
B.     Asas-asas umum hak kebendaan..............................   6                     
C.     Kedudukan berkuasa (bezit)....................................   17
D.    Hak milik (eigendom)...............................................   21
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan...............................................................   26
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  belakang
Hukum perdata yaang memepelajari tentang kebendaan mulai dari depinisi dampai dengan asas hak kebendaan memang sangat banyak yang dipermasalahkan sebeb menyangkut dengan hak kebendaan yang dumiliki oleh seorang yang mengasai nya sehingga hukum kebendaan diperlukan untuk dipelajari sebagai salah satu pemahaman dalam dunia hukum yang menggali sengketa atau permasalahan apa saja yang tersjadi seputar hukum benda dengan demikian makalah ini mengga hukum benda mulai dari pengertian hukum benda sampai hak eigendom.
B.     Rumusal masalah
Adapun yang menjadi titik pembahasan dari makalah ini adalah menyangkut mulai dengan apa itu sifat benda,asas umum hak kebandaan,kedudukan berkuasa (bezit) sampai dengan hak milik (eigendom).







BAB II
 PEMBAHASAN
HAK KEBENDAAN
A.    Pengertian hak kebendaan
Menurut prof.Subekti suatu hak kebendaan (zekalijk recht).adalah suatu hak yang memebrikan kekuasaan lansung atas suatu benda yang dapat dipertahankan oleh setiap orang. Sedangkan menurut prof. L.J van Apeldoorn hak-hak kebendaan adalah:hak-hak harta benda yang memebrikan kekuasaan langsung atas suatu benda .kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat suatu hubungan yang langsung antara orang yang berhak dan benda tersebut.
Sedangkan menurut Prof.Sri Soedewi Masjchoen Safwan.hak kebendaan (zekalijk recht).adalah hak mutlak atas suatu beda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak-hak kebendaan adalah:suatu hak mutlak yang memebrikan keuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan setiap orang dan memmiliki sifat-sifat yang melekat.[1] 
B.     Sifat dan Karakter Hak Kebendaan.
Pada dasarnya ciri-ciri atau sifat suatu hak kebendaan itu adalah:sebabagai berikut:
1.      Merupakan hak mutlak.
Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak,yaitu dapat dipertahankan siapapun juga.
2.      Mempunyai zaak gevolg atau droit de suite
Hak kebendaan mempunyai zaak gevolg (hak yang mengikuti) artinya:hak itu terus mengikuti bendanya dimana pun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada .hak itu terus saja orang yang mempunyainya.
3.      Mempunyai sistem.
Sisitem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu terjadi,tingkatanya adalah: lebih tinggi dari kejadian demikian, misalnya, seorang pemilik tanah menghipotikkan tanahnya,kemudian tananh itu diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil,maka dalam hal ini.hak hipotik memiliki hak yang lebih tinggi dari pada hak memungut hasil yang baru terjadi kemudian.[2]
4.      Memberikan kuasaan langsung terhadap benda.
5.      Dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
6.      Memiliki sifat’’melekat’’mengikuti benda bila dipindah tangankan.
7.      Hak yang lebih tau selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.
Namu didalam BW Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
1.      Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.
2.      Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hokum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.
3.      Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam  peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang lainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hokum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Perbedaan hak kebendaan dalam buku II KUHper diatur macam-macam hak kebendaan ,akan tetapi dalam macam-macam hak kebendaan dalam buku II KUHper harus diingat berlakunya Undang-Undang no.5 tahun 1960 ttg undang-undang pokok agraria ,dengan demikian hak-hak kebendaan yang diatur buku II KUHper (yang sudah disesuikan dengan berlakunya UUPA No.5/1960) dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sbb:
a.       Hak kebendaan yang bersifat memebri kenikmatan (zekalijek genotsreecht) hak ini meliputi.
1)      Hak benda yang meameaberikan kenimatan atas benda itu sendiri misalnya:hak eigendom,hak bezit.
2)      Hak menda yang memebrikan kenikmatan atas benda orang lain misalnya,hak opstal.hak erfpracht,hak memungut hasil,hak pakai dan hak mendiami.
b.      Hak menda yang memberi jaminan  (zekalijk zakereidsecht).misalnya hak gadai (pand) hipotilk.disampih itu ada pula hak yang diatur dalam buku II KUHper tetapi bukan merupakan hak kebendaan.yaitu privilage, dan hak retentie namun hak tersebut dapat digolongkan pula hak kebendaan.

C.     Asas umum hak kebendaan.
Untuk dapat mengerti dan mengetahui apa-apa saja yang merupakan asas-asas dalam hukum kebendaan maka perlu dipahami terlebih dahulu yang dimaksud dengan asas itu sendiri. Secara sederhana yang dimaksud dengan asas adalah suatu meta-norma, atau suatu rumusan yang sebenarnya di dalamnya telah terkandung suatu muatan hukum berupa landasan berpikir bagi terbentuknya suatu norma, hanya saja sifatnya masih abstrak dan belum memuat subjek hukum apa yang kepadanya dibebankan objek muatan hukum tersebut.
Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya. Merupakan kejanggalan bahkan konyol apabila suatu norma tidak mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip dalam konteks.
operasionalnya. Suatu norma tanpa landasan filosofis serta pijakan asas, ibarat manusia yang buta dan lumpuh.Asas atau prinsip dalam bahasa Belanda disebut “beginsel”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut sebagai “principle”. Asas dalam dalam bahasa Indonesia sebagaimana termuat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dasar yang menjadi suatu tumpuan berpikir atau berpendapat, dasar cita-cita, atau hukum dasar. Sedangkan dalam bahasa Inggris sendiri sebagaimana dikutip dari Cambridge Dictionary, kata priciple berarti “a basic idea or rule that explains or control how something happens or works”. Sedangkan asas atau prinsip dalam bahasa latin disebut sebagai “principium” yakni berasal dari kata “primus” yang berarti “pertama” , dan kata “capere” yang berarti “menangkap”, secara leksika berarti sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau bertindak atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya.
Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang di dalamnya mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan yang penting. Asas hukum merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya suatu norma hukum. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan asas hukum, beberapa ahli memberikan batasan atau pengertian sebagai berikut:
1)      Paul Scholten menguraikan asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan, per undang-undangan, dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
2)      Van Eikema Homes menjelaskan bahwa asas hukum bukanlah norma hukum yang konkret, tetapi sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Jadi merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif, sehingga dalam pembentukan hukum praktis harus berorientasi pada asas-asas hukum.
3)       Bellefroid mengemukakan bahwa asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Jadi asas hukum umum merupakan kristalisasi (pengendapan) hukum positif dalam suatu masyarakat [3]
Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan, serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai, dan tuntutan-tuntutan etis.[4] Bahkan dalam satu mata rantai sistem , asas, norma, dan tujuan hukum berfungsi, sebagai pedoman dan ukuran atau kriteria bagi perilaku manusia. Melalui asas hukum, norma hukum berubah sifatnya menjadi bagian tatanan etis yang sesuai dengan nilai kemasyarakatan. Pemahaman tentang keberadaan suatu norma hukum (mengapa suatu norma hukum diundangkan) dapat ditelusuri dari “ratio legis”-nya. Meskipun asas hukum bukan norma hukum, namun tidak ada norma hukum yang dipahami tanpa mengetahui asas hukum yang terdapat di dalamnya.[5]
Adapun di dalam hukum kebendaan dikenal beberapa asas sebagai berikut: [6]
a.       Asas Hukum Memaksa (dwingend recht)
b.       Hak kebendaan dapat dipindahkan
c.        Asas Individualitas (Individualiteit)
d.      Asas Totalitas (Totaliteit).
e.       Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid).
f.       Asas Prioritas (Prioriteit)
g.      Asas percampuran (vermenging).
h.       Asas publisitas (publiciteit)
i.        Asas perlakuan yang berbeda antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak. [7]
j.         Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak.
1.      Asas Hukum Memaksa ( Dwingend Recht)
Asas hukum memaksa dalam hukum kebendaan berarti bahwa[8] hukum yang mengatur tentang benda adalah sesuatu yang bersifat memaksa dan bukan bersifat mengatur, oleh karenanya para pihak yang mempunyai hak tertentu atas suatu benda tidak dapat menyimpangi ketentuan- ketentuan yang terdapat di dalam undang-undang. Para pihak tersebut juga tidak dapat mengadakan suatu hak yang baru selain yang telah ditetapkan di dalam undang-undang. Hal ini tentunya berbeda dengan hukum perjanjian yang berisfat terbuka (openbaar system) yang mana para pihak yang terlibat di dalam perjanjian dapat saja menyimpangi ketentuan yang ada diatur di dalam undang-undang sesuai dengan kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian itu, sedangkan dalam hukum kebendaan para pihak yang mempunyai hubungan hukum tersebut tidak dapat menyimpangi atau mengadakan suatu hak yang baru selain dari yang telah ditentukan di dalam undang-undang walaupun para pihak telah menyepakati mengenai hal itu. Berikut adalah beberapa sifat dari asas hukum memaksa (dwingend recht) pada kebendaan : [9]
a)      Hak milik atas suatu kebendaan yang bersifat memaksa
Sifat memaksa dari hak milik atas suatu kebendaan pertama-tama dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang menyebutkan :
Pasal 584 KUHPerdata
peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu. Dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut dapatlah dipahami bahwa undang-undang telah memberikan batasan bahwa seseorang hanya akan mendapatkan hak milik atas suatu kebendaan tertentu melalui 5 perbuatan hukum [10]sebagaimana yang disebut .[11]

di dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut. Selain dari pada kelima perbuatan hukum tersebut maka seseorang tidak akan memperoleh hak milik atas suatu kebendaan tertentu. Dalam hal ini proses Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukkan atau penyerahan berdasarkan suatu atau perbuatan hukum yang paling sering mengakibatkan seseorang memiliki hak milik atas suatu hak kebendaan tertentu adalah penyerahan. Penyerahan disini harus dilakukn oleh orang yang mempunyai kewenangan bebas untuk menyerahkan kebendaan tersebut (beschikkingsbevoegd). Sistem levering yang terdapat di dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut merupakan suatu sistem causal, yaitu suatu sistem yang menggantungkan sah atau tidaknya suatu penyerahan pada 2 syarat yaitu : [12]
·         Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya levering.
·         Levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas (beschikkingsbevoegd). [13]
Dengan titel dimaksudkan perjanjian obligatoir yang menjadi dasar levering itu harus sah menurut hukum, jadi apabila dasar titel itu tidak sah menurut hukum baik karena batal demi hukum (null and void) atau dibatalkan oleh hakim (voidable), [14]maka levering tersebut menjadi batal juga, yang berarti bahwa pemindahan hak milik dianggap tidak pernah terjadi. Begitu pula halnya apabila orang yang memindahkanhal milik itu ternyata tidak berhak melakukannya karena ia bukan pemilik maupun orang yang secara khusus dikuasakan olehnya.[15] Hal tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1471 KUHPerdata yang menyebutkan “Jual beli ats barang orang adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.”
2.      Hak Gadai bersifat memaksa.
Sebenarnya di dalam ketentuan KUHPerdata tidak satupun ada Pasal yang menyebutkan secara eksplisit bahwa gadai adalah suatu hak kebendaan yang bersifat memaksa. Akan tetapi beberapa ketentuan di dalam KUHPerdata yang antara lain Pasal 1152, Pasal 1152 bis, Pasal 1153, dan Pasal 1154 KUHPerdata menandakan bahwa hak gadai adalah bersifat memaksa. Pasal 1152 ,1152, 1153, 1154 KUHPerdata menyebutkan : [16]
Pasal 1152 KUHPErdata
 Hak gadai atas barang bergerak yang berwujud dan atas piutang bawa timbul dengan cara menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan kreditur atau orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan atas kehendak kreditur. Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari kekuasaan pemegang gadai. Namun bila barang itu hilang, atau diambil dari kekuasaannya, maka ia berhak untuk menuntutnya kembali menurut Pasal 1977 alinea kedua, dan bila gadai itu telah kembali,maka hak gadai itu dianggap tidak pernah hilang. Hal tidak adanya wewenang pemberi gadai untuk bertindak bebas atas barang itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditur, tanpa mengurangi hak orang yang telah kehilangan atau kecurigaan barang itu untuk menuntutnya kembali.
Pasal 1152 bis KUHPerdata.
Untuk melahirkan hak gadai atas surat tunjuk, selain penyerahan endosemennya, juga dipersyaratkan penyerahan suratnya.[17]

 Pasal 1153 KUHPerdata [18]
Hak gadai atas barang bergerak yang tak berwujud kecuali surat tunjuk dan surat bawa lahir dengan pemberitahuan mengenai penggadaian itu kepada orang yang kepadanya hak gadai itu harus dilaksanakan. Orang ini dapat menuntut bukti tertulis mengenai pemberitahuan itu, dan mengenai izin dan pemberian gadainya. [19]

Pasal 1154 KUHPerdata

Dalam hal debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan itu menjadi miliknya. Segala persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal.

Dari perumusan Pasal-Pasal tersebut dapat diketahui bahwa tidak memungkinkan untuk dilakukan penyimpangan terhadap ketentuan mengenai gadai yang diatur dalam Kitab undang-undang Hukum Perdata.

3.      . Hak Kebendaan Dapat Dialihkan.
Asas dalam hukum kebendaan ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dapat dikatakan sebagai suatu benda adalah suatu hal yang dalam hal ini dapat dialihkan kepada orang lain. Jadi dalam hal ini yang terjadi adalah peralihan atas hak kebendaan dari seseorang kepada orang lain dengan segala akibat hukum yang ada. Peralihan hak atas kebendaan tersebut dilakukan melalui suatu perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten). Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian dengan mana suatu hak kebendaan dilahirkan, dipindahkan, dirubah atau dihapuskan. Dapat dikatakan pula bahwa perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang bertujuan untuk langsung meletakkan atau memindahkan hak kebendaan. Sekalipun istilah “perjanjian kebendaan” sudah umum dipakai dalam literatur hukum perdata, namun demikian istilah itu tidak dikenal dalam KUHPerdata. Perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) memiliki ciri khusus, yakni bahwa walaupun terminologi perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) menggunakan kata perjanjian akan tetapi perjanjian kebendaan tidak melahirkan suatu perikatan tertentu seperti perjanjian lain pada umumya
karena perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) merupakan suatu penyelesaian bagi suatu perjanjian obligatoirnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak akan ada suatu perjanjian kebendaan tanpa dilatarbelakangi oleh suatu perjanjian obligatoirnya (titelnya).
Mengenai asas bahwa hak kebendaan dapat dialihkan di dalam KUHPerdata dapat dilihat pada ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa hak milik atas suatu benda dapat timbul karena adanya penyerahan (levering) berdasarkan titel yang sah dan dilakukan oleh orang yang berwenang bebas terhadap benda terserbut. Sahnya titel dan berwenangnya orang yang mengalihkan benda tersebut merupakan suatu syarat yang memaksa sebagai akibat dari dianutnya sistem kausal dalam sistem penyerahan (levering) di dalam KUHPerdata.Pemindahan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 KUHPerdata itu di dalam KUHPerdata ada 3 macam, yakni penyerahan nyata (feitelijk levering), cessie, dan lembaga balik nama.

4.      Asas Individualitas (Individualiteit).
Asas ini berarti bahwa apa yang dapat diberikan menjadi kebendaan adalah apa yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah. Maksudnya adalah bahwa sesuatu yang dapat dikatakan sebagai benda atau diberikan sebagai benda adalah segala sesuatu yang dapat ditentukan sebagai suatu kesatuan atau sebagai suatu jumlah atau ukuran tertentu.
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1333 misalnya yang menyebutkan “suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.
Dari ketentuan dalam Pasal 1333 maka dapatlah dipahami bahwa ketika seseorang membuat suatu perjanjian mengenai suatu kebendaan (perjanjian obligatoir) tertentu kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomsten) maka sesuatu yang dapat dikatakan sebagai benda atau objek penyerahan (levering) adalah sesuatu yang jelas jenisnya apa, dapat diukur, dihitung, atau suatu hal yang dapat dijumlah. Hal ini juga sesuai dengan yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 1460, 1461 dan Pasal 1462yang mengatur mengenai risiko pada perjanjian jual beli. Di dalam Pasal-Pasal jelas menunjukkan bahwa benda-benda yang dapat dijadikan objek jual beli adalah benda-benda yang dapat ditentukan, dihitung atau ditakar berdasarkan berat, jumlah atau ukuran, atau ditentukan menurut tumpukan. \
50 Pasal 1460 KUHPerdata menyebutkan “Jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya.” 51 Pasal 1461 KUHPerdata menyebutkan “Jika barang dijual bukan menurut tumpukan melainkan menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang itu tetap menjadi tanggungan penjual sampai ditimbang, dihitung, atau diukur. 52 Pasal 1462 KUHPerdata menyebutkan “Sebaiknya jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur.
5.      Asas Totalitas.
Asas totalitas (totaliteit) ini berarti bahwa kepemilikan suatu kebendaan berarti kepemilikan menyeluruh atas setiap bagian kebendaan tersebut. Dalam konteks ini misalnya seseorang tidak mungkin memiliki bagian dari suatu kebendaan, jika ia sendiri tidak memiliki titel hak milik atas kebendaan tersebut secara utuh. Maksudnya adalah bahwa sesuai dengan sifat individualitas dari suatu kebendaan tersebut, maka tiap-tiap benda yang menurut sifatnya atau menurut undang-undang tidak dapat dibagi maka penyerahan kepemilikan atas benda tersebut harus dilakukan secara keseluruhan benda itu.
Di dalam asas totalitas ini tercakup suatu asas perlekatan (accessie) karena perlekatan terjadi dalam hal benda pokok (hoofdzaak) berkaitan erat dengan benda-benda pelengkapnya yaitu benda tambahan (bijzaak) dan benda pembantu (hulpzaak). Oleh karena itu seorang pemilik benda pokok dengan sendirinya adalah pemilik benda pelengkapnya.
 56 Pasal 1533 KUHPerdata menyebutkan “Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya seperti penanggungan, hak istimewa dan hak hipotek”
Contoh dari asa totalitas ini misalkan saja seseorang memiliki sebuah rumah maka otomatis dia adalah pemilik jendela, pintu, kunci, genteng rumah tersebut. Asas totalitas ini juga menentukan bahwa penjualan dan peralihan suatu kepemilikan suatu benda dari seseorang kepada orang diikuti oleh peralihan segala embel-embel yang melekat pada benda itu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan jual-beli piutang misalnya, bahwa segala piutang yang dijual dan dialihkan kepada orang lain maka peralihan tersebut diikuti juga dengan peralihan dari segala-segala jaminan yang melekat pada piutang tersebut.
6.      Asas Tidak Dapat Dipisahkan (onsplitsbaarheid).

Asas ini merupakan konsekuensi dari asas totalitas (totaliteit), dimana dikatakan bahwa seseorang tidak dimungkinkan melepaskan hanya sebagian hak miliknya atas suatu kebendaan yang utuh. Meskipun seorang pemilik diberikan kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan hak kebendaan lainnya yang bersifat terbatas (jura in re aliena), namun pembebanan yang dilakukan itupun hanya dapat dibebankan terhadap keseluruhan kebendaan yang menjadi miliknya tersebut. Jadi jura in re aliena tidak mungkin dapat diberikan untuk sebagian benda melainkan harus untuk seluruh benda tersebut sebagai suatu kesatuan.
7.      Asas Prioritas (Prioriteit).
Asas ini berarti bahwa antara hak kebendaan yang satu dengan hak kebendaan yang lain di atas suatu kebendaan yang sama memiliki tingkatan atau kedudukan yang berjenjang-jenjang (hierarkis).
Jika dilihat dari sisi penuh atau tidaknya suatu hak kebendaan maka hak yang memiliki kedudukan yang paling tinggi adalah hak mili baru diikuti oleh hak bezit, dan hak atas kebendaan milik orang lain (jura in re aliena) Jika terjadi perselisihan mengenai hak-hak kebendaan tersebut maka hak yang kedudukan hierarkinya lebih tinggi lebih diprioritaskan dari pada hak yang kedudukan prioritasnya lebih rendah.
 Sedangkan apabila di antara hak-hak kebendaan yang kedudukan hierarkinya sama maka diberikan prioritas kepada hak yang muncul lebih awal, kecuali untuk hak bezit karena hak bezit hadir karena penguasaan atas suatu benda tertentu, dan akan lepas jika penguasaan itupun lepas.

8.      Asas Percampuran (vermenging).
Asas percampuran ini terjadi bila dua atau lebih hak melebur menjadi satu.Hal ini berarti bahwa adanya suatu percampuran yakni peleburan 2 hak apabila 2 hak itu dimiliki oleh orang yang sama dan atas kebendaan yang sama. Misalnya jika A menyewa sebuah rumah milik si B, kemudian A membeli rumah tersebut, maka hak sewa tersebut menjadi lenyap.
9.      Asas Publisitas (Publiciteit).
Asas publisitas berkaitan dengan pengumuman status kepemilikan suatu benda tidak bergerak kepada masyarakat. Hak milik, penyerahan dan pembebanan hak atas tanah misalnya wajib didaftarkan pada kantor Pendaftaran Tanah dan ditulis dalam Buku Tanah (register) agar diketahui oleh umum. Sedangkan untuk benda bergerak, tidak perlu didaftarkan artinya cukup melalui penguasaan dan penyerahan nyata.
10.  Asas Perlakuan yang Berbeda antara Benda Bergerak dengan Benda Tidak Bergerak.
Pengaturan dan perlakuan dapat disimpulkan dari cara membedakan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak serta manfaat atau pentingnya pembedaan antara kedua benda tersebut. Cara atau kriteria pembedaannya ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan apa manfaat pembedaannya dapat ditinjau dari sudut penyerahannya, penguasaannya kadaluwarsa dan pembebanannya.
11.  . Adanya Sifat Perjanjian Dalam Setiap Pengadaan atau Pembentukan Hak Kebendaan.
Asas ini berarti bahwa pada dasarnya dalam setiap hukum perjanjian terkandung pula asas kebendaan dan dalam setiap hak kebendaan melekat pula setiap hukum perjanjian di dalamnya. Sifat perjanjian ini menjadi makin penting adanya dalam
pemberian hak kebendaan yang terbatas (jura in re aliena), sebagaimana dimungkinkan oleh undang-undang.
D.    Kedudukan berkuasa (bezit)
1.      Pengertian bezit
      Bezit diatur dalam (Ps. 529 s/d 568 BWI). Secara harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya adalah “barang siapa menguasai suatu barang, maka dia dianggap sebagai pemiliknya”. Menurut Ps. 529 BWI, bezit adalah keadaan seseorang yang menguasai suatu benda, baik dengan diri sendiri maupun melalui perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki benda itu. Menurut Prof.Subekti lebih dijelaskan maknanya sebagai berikut : ‘Bezit adalah suatu keadaan lahir (=fakta), dimana seseorang menguasai sautu benda seolah olah kepunyaannya sendiri, dengan tiidak mempersoalkan siapa pemilik benda itu sebenarnya.
Lebih lanjut dalam Ps. 530 BWI disebutkan bahwa ada dua macam bezit, yaitu yang beriktikad baik ( te goede trouw) dan yang beriktikad tidak baik.(te kwader trouw).
      Unsur bezit ada dua, yaitu :
  1. unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus) ;
  2. unsur kemauan orang tersebut untuk memilikinya (animus).
Karena pada umumnya orang yang tidak waras tidak mempunyai unsur animus, maka bezitter (orang yang mempunyai bezit) biasanya bukan orang gila / orang yang tidak waras .Yang dapat mempunyai hak bezit adalah orang yang dewasa, sehat pikiran, berkehendak bebas / tidak dibawah paksaan.
Pengertian bezit yang dengan iktikad baik adalah penguasaan karena penguasaan atas benda tersebut terjadi tanpa diiketahui cacat cela dalam benda tersebut (Ps.531 BWI). Bezit harus dibedakan dengan detentie, yakni keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu dengan pemilik yang sah dari benda tersebut, misalnya hubungan sewa menyewa, tidak harus menimbulkan kemauan bagi si penyewa untuk memiliki. Pada diri seorang detentor tersebut, dianggap bahwa kemauan untuk memiliki benda yang dikuasai itu tidak ada. Menurut ketentuan Ps 538 BWI, “ Penguasaan atas suatu benda diperoleh dengan cara menempatkan benda itu dalam kekuasaan dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri”.
Ketentuan tersebut mengandung unsusr-unsur :
  1. Kata ‘Menempatkan’ berarti perbuatan aktif yang dapat dilakukan sendiri atau dilakukan oleh orang lain atas nama.
  2. Kata, ‘benda’ meliputi pengertian benda bergerak dan benda tidak bergerak; benda bergerak meliputi benda yang sudah ada pemiliknya , atau yang belum ada pemiliknya.
  3. Kata “dalam kekuasaan” menunjukkan keharusan adanya hubungan langsung antara orang yang menguasai dengan benda yang dikuasai.
  4. Kata “ mempertahankan untuk diri sendiri” menunjukkan unsur keharusan adanya animus, yaitu kehendak menguasai benda itu untuk memilikinya sendiri; setiap pemegang/penguasa benda itu dianggap mempertahankan penguasaannya selama benda itu tidak beralih ke tangan orang lain atau selama benda itu tidak nyata-nyata telah ditinggalkannya ( Ps. 542 BWI).

2.      Cara memperoleh penguasaan (Bezit) dapat dibedakan :
a.        Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang tidak ada pemiliknya disebut ‘penguasaan originair’, atau “bezit occupatio”. Memperoleh penguasaan cara ini tanpa bantuan orang lain, hanya tertuju pada benda bergerak yang tidak ada pemiliknya (res nullius), yang kemudian diakui dan dikuasai.
b.      Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang sudah ada pemilikya, mempunyai dua kemungkinan, yaitu dengan bantuan orang lain yang menguasai lebih dahulu / pemiliknya dan tanpa bantuan orang lain yang terkait. Penguasaan dengan bantuan orang yang menguasai lebih dulu/pemiliknya disebut “pengusaan traditio” atau “penguasaan derivatif”, yakni melalui penyerahan benda tersebut, misalnya penguasaan atas hak gadai, hak pakai, hak sewa, hak memungut hasil dsb. Memperoleh penguasaan tanpa bantuan orang yang menguasai lebih dulu/pemiknya disebut “penguasaan tanpa levering”, misalnya menguasai benda temuan di jalan, benda orang lain yang hilang. Berdasarkan ketentuan Ps. 1977 ayat (1) BWI, penguasaan berlaku sebagai alas hak yang sempurna. Dengan demikian orang yang menguasai benda itu sama dengan pemiliknya.
Hak milik adalah alas hak yang sempurna. Ketentuan tersebut di atas dibatasai oleh ayat (2) nya, bahwa perlindungan hukum yang diberikan oelh ayat (1) itu tidak berlaku bagi benda-benda yang hilang atau benda-benda curian. Terhadap benda-benda ini, bezit sebagai hak yang sempurna tidak berlaku. Barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam waktu tiga tahun terhtung sejak hilang atau dicurinya bendanya, berhak meminta kembali bendanya itu dari pemegangnya. Tetapi jika pemegang benda itu menguasai benda tersebut karena memperolehnya atau membelinya dari pedagang yang lazim memperdagangkan benda itu atau tempat pelelangan umum, pemilik yang kehilangan benda / kecurian benda yang bersangkutan harus mengem-balikan harga benda yang telah dibayar oleh pemegang itu (Ps. 582 BWI).
Penguasaan “benda bergerak yang tidak berupa bunga, atau piutang yang tidak atas tunjuk berlaku ketentuan siapa yang menguasainya dianggappemiliknya” sebagai yang ditetapkan dalam Ps. 1977 ayat (1), tidak diatur dalam Buku IIBWI tentang Benda karena ternyata pembentuk undang-undang menyatakan bahwa Ps. 1977 BWI (Buku IV BWI) tersebut mengatur tentang kadaluarsa yang membebaskan dari perikatan, artinya, siapa yang menguasai benda bergerak seketika ia bebas dari tuntutan pemiliknya karena tenggang waktu / daluarsa sudah lampau.
3.      Sayart-sayrat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit harus dipenuhi syarat-syarat bezit yaitu:
a.       Adanya caepus,yaitu:harus adanya hubungan antara orang yang  bersangkutan dengan bendanya.
b.      Adanya animus yaitu: hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki orang tersebut.
4.      Fungsi bezit
Fungsi bezit memeiliki dua fungsi adalah sbb:
a.       Pungsi polisionil
Bezitmendapat pelindungan hukum,tampa mempersoalkan hak hak milik atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa.jadi siapa yang membezit suatu benda maka ia mendapat perlindaungan dari hukum sampai terbetuk bahwa ia benar tidak berhak.

b.      Fungsi zakenrechtelijk
Beziter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa waktu tampa adanya perotesdari pemilik sebelemnya makak bezit berubah menjadi milik lembaga (lewat waktu) .
5.      Hapusnya bezit
a.       Kekuasaan atas bendaberpindah pada orang lain ,baik secara diserahkan maupun diambil oleh orang lain.
b.      Benda dikuasainya telah di tenggal
E.     Hak Milik (Hak Eigendom)
1.      Pengertian hak milik
Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan dengan pembayaran ganti rugi. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Memang dahulu hak eigendom dipandang benar-benar mutlak, dalam arti tidak terbatas, namun pada masa akhir-akhir ini mincul pengertian tentang asas kemasyarakatan (sociale functie ) dari hak tersebut. Hal tersebut tercermin dalam UUPA kita yang menonjolkan asas kemasyarakatan tesebut dengan menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa kita sudah tidak dapat berbuat sewenang-wenang atau sebebas-bebasnya dengan hak milik kita sendiri. Bahkan pada masa kini suatu perbuatan yang pada hakekatnya berupa suatu pelaksanaan hak milik dapat dipandang sebagai bertentangan dengan hukum, jika perbuatan itu dilakukan dengan tidak menyangkut kepentingan yang patut, atau dengan maksud semata-mata untuk mengganggu kepentingan orang lain (“misbruikvanrecht”).
2.      Sebagai hak kebendaan yang sempurna, hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
b.      Ditinjau dari segi kualitasnya, merupakan hak yang paling lengkap.
c.       Bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain. Sedangkan hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika menghadapi hak milik.
d.      Mengandung inti dari hak kebendaan yang lain, sedangkan hak kebendaan yang lain hanya meupakan bagian saja dari hak milik.
Setiap orang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda, berhak meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun juga yang menguasainya (Ps. 574 BWI). Permintaan kembali yang didasarkan atas hak milik dinamakan revindicatie; di dalam sidang pengadilan baik sebelum maupun pada saat perkara belangsung, pemilik dapat mengajukan permohonan agar benda yang diminta kembali itu disita terlebih dahulu ( revindicatoir beslag), yaitu penyitaan yang dilakukan terhadap benda-benda bergerak milik pemohon yang berada dibawah kekuasaan orang lain dengan tidak perlu mengemukakan atau menguraikan bagaimana cara memperolehnya hak milik itu.
3.       Cara memperoleh hak milik datur dalam Ps. 584 BWI, yang megatur hanya secara limitatif saja :
a.       Melalui pengambilan (toegening atau occupatio)
Cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya
b.      Melalui penarikan oleh benda lain (natrekking atau accecio)
Cara memperoleh hak milik di mana benda pokok yang telah dimiliki secara alamiah bertambah besar atau bertambah jumlahnya.
c.       Melalui daluwarsa (verjaring).
Cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak (Ps. 610 BWI). Kadaluarsa yang dimaksud disini adalah acquisiteve verjaring, yakni suatu cara untuk memperoleh hak kebendaan setelah lampau waktu tertentu, disisi lain tedapat extinctieve verjaring yaitu suatu cara untuk dibebaskan dari suatu hutang setelah terlampauinya waktu tertentu.
d.      Melalui perwarisan (erfopvolging)
Cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris yang ditinggalkan pewaris. Disini para ahli waris memperoleh hak milik menurut hukum tanpa harus ada tindakan penerimaan benda secara fisik. Ahli waris bisa berupa ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament)
e.       Melalui penyerahan (levering atau overdracht).
Cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik seseoarang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat sekarang. Perkataan levering mempunyai dua arti. Yang pertama berarti perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atas suatu benda (feicelijke levering); pengertian kedua berarti perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (yuridische levering). Penyerahan hak milik atas benda bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan kekuasaan belaka atas benda itu, sedangkan penyerahan hak milik atas benda tak bergerak harus dibuatkan suatu surat penyerahan yang harus dituliskan dalam daftar hak milik.Mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud dapat  dibedakan atas :
1)      Levering dari surat piutang atas tunjuk (aan tonder), berdasarkan Ps. 613 ayat (3) BWI dilakukan dengan penyerahan surat yang bersangkutan.
2)      Levering dari surat piutang atas nama (op naam), berdasarkan Ps. 613 ayat (1) BWI dilakukan dengan cara membuat akte otentik atau akte di bawahtangan  (cessie). Ini berarti pergantian kedudukan berpiutang dari kredirur lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris), sedangkan debiturnya dinamakan cessus. Jadi hak berpiutang dianggap telah beralih dari cedent kepada cessionaris pada saat akte cessie dibuat, bukan pada waktu akte cessie diberitahukan kepada cessus.
3)      Levering dari piutang atas perintah (aan order) yang berdasarkan Ps. 613 ayat (3) BWI harus dilakukan dengan surat piutang tersebut disertai dengan endosemen, yaitu menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada siapa piutang tersebut dialihkan. Cara memperoleh hak milik yang tidak disebutkan dalam Ps. 584 BWI :
-   Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara membentuk atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru. Misalnya, kayu diukir menjadi patung, benang ditenun menjadi kain dlsb. Orang yang menjadikan atau membentuk benda baru tersebut menjadi pemiliknya (Ps. 606 BWI).
-   Penarikan hasilnya (vruchttrekking), yaitu benda yang merupakan hasil/buah dari benda pokok yang dikuasainya, misalnya buah pisang dari pohon pisang, anak sapi dari sapi yang dikuasainya (Ps. 575 BWI).
-   Percampuran atau persatuan benda (vereniging), yaitu perolehan hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan beberapa orang. Jika bercampurnya benda itu karena kebetulan, maka benda itu menjadi milik bersama orang-orang tersebut, seimbang dengan harga benda mereka semula. Jika bercampurnya benda itu karena perbuatan seseorang pemilik benda, maka dialah menjadi peimilik dari benda baru tersebut dengan kewajiban membayar ongkos-ongkos, ganti rugi dan bunganya kepada para pemilik lain dari benda-benda semula (Ps. 607-609 BWI).
-   Pencabutan hak (onteigening),, yaitu cara memperoleh hak milik bagi penguasa dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu benda kepunyaan satu atau beberapa orang. Untuk melakukan hal ini penguasa harus mendasarkan tindakannya pada undang-undang dan harus untuk tujuan kepentiangan umum dengan disertai pemberian ganti rugi yang layak kepada (para) pemiliknya.
-   Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara memperoleh hak milik dari penguasa dengan jalan merampas hak milik atas suatu benda kepunyaan terpidana yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
-   Pembubaran suatu badan hukum, yaitu dengan pembubaran badan hukum maka para anggota badan hukum dapat memperoleh bagian dari harta kekayaan badan hukum tersebut (Ps. 1665 BWI).
Pasal 573 BW mengatur tentang adanya suatu benda yang dipunyai oleh lebih satu orang, sehingga terjadi hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda, di mana dinyatakan bahwa membagi suatu benda menjadi milik lebih dari satu orang, harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan tentang “pemisahan” dan “pembagian” harta peninggalan. Sedangkan aturan-aturan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur dalam Buku II Ps. 1066-1125 BWI.
4.      sebab-sebab yang mengakibatkan hapusnya hak milik adalah :
a.       Karena ada orang lain yang memperoleh hak milik atas suatu benda yang sebelumnya menjadi hak milik seseorang, dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik seperti telah diuraikan di atas.
b.      Karena musnahnya benda yang dimiliki.
c.       Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya dengan maksud untuk melepaskan hak miliknya.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas makan kita bisa menarik kesimpulan bahwa yang dianamakan dengan hak-hak kebendaan adalah:suatu hak mutlak yang memebrikan keuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan setiap orang dan memmiliki sifat-sifat yang melekat.
Kemudian dilihat dari sifata hak Namu didalam BW Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
·         Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut
·         Hak kebendaan berlangsung lama
·         Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam  peraturan perundangan yang berlaku,
Sementara itu adapun asas hak milik itu adalah : Asas Hukum Memaksa (dwingend recht) ,Hak kebendaan dapat dipindahkan, Asas Individualitas (Individualiteit),Asas Totalitas (Totaliteit). Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid).Asas Prioritas (Prioriteit),Asas percampuran (vermenging).  Asas publisitas (publiciteit) ,Asas perlakuan yang berbeda antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak.  Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan hak.



DAFATAR FUSTAKA
Bachsan Mustafa,2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003
P.Nh.Simanjuntak,Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,Jakarta ,Djembatan ,Setakan Ke-4 Tahun 2009
Frieda Husni Hasbullah, 2005, Hukum Kebendaan Perdata,Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan, Jakarta,Ind-Hill-Co,
 Hans Kelsen,,1949, The General Theory of Law and State, Cambridge, Massachussetts, Harvard University Pers.
Prof Subekti S.H, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa,
J. Satrio, 1999, Perikatan Pada Umumnya, Bandung, Alumni,
Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty,
  Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum,Semarang, Citra Aditya Bakti,

 Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaya, 2003, Kebendaan pada Umumnya, Kencana Prenada Media,

Kitab undang-undang hukum perdata (KUHper),permata pres.





[1] P.Nh.Simanjuntak,Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia,Jakarta ,Djembatan ,Setakan Ke-4 Tahun 2009 H.207
[2] Ibid.212
[3] Pasal 612 KUHPerdata.
[4] Pasal 613 KUHPerdata. 
[5] Pasal 1460 KUHPerdata menyebutkan “Jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya.” 
[6] Pasal 1461 KUHPerdata menyebutkan “Jika barang dijual bukan menurut tumpukan melainkan menurut berat, jumlah dan ukuran, maka barang itu tetap menjadi tanggungan penjual sampai ditimbang, dihitung, atau diukur
[7] 52 Pasal 1462 KUHPerdata menyebutkan “Sebaiknya jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur. 
[8] Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, 2004, Op.cit, hal 180 
[9] Frieda Husni Hasbullah, 2005, Hukum Kebendaan Perdata,Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan, Jakarta,Ind-Hill-Co, Hal 36.  
[10] Pasal 1533 KUHPerdata menyebutkan “Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya seperti penanggungan, hak istimewa dan hak hipotek”
[11]  Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja, 2004, Op.cit, hal 180 
[12] Pasal 570 KUHPerdata menyebutkan “Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
[13] Pasal 529 KUHPerdata 60 Pasal 674, 711,720,756, 1150 dan Pasal 1162 KUHPerdata
[14] Pasal 1977 KUHPerdata menyebutkan “Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk dianggap sebagai pemilik sepenuhnya”
[15] . Frieda Husni Hasbullah, Op.cit, hal 37. 
[16] Pasal 508 angka 4 KUHPerdata menggolongkan hak guna usaha sebagai hak (benda tak berwujud) yang tergolong benda tak bergerak.
[17]  Pasal 720 KUHPerdata
[18] Pasal 28 UUPA
[19]   Pasal 35 UUPA  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar