Jumat, 05 Mei 2017

Multi Level Marketing (MLM) Syari’ah dan Pegadaian Syariah (Rahn)

MAKALAH
MANAJEMEN BANK SYARIAH DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Multi Level Marketing (MLM) Syari’ah dan Pegadaian  Syariah (Rahn)




OLEH : 
IJAN SURYADI
NIM:  160.404.011






JURUSAN EKONOMI SYARIAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)  MATARAM
MATARAM 2017


KATA PENGENTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga karya ini mampu jadi dan sempurna, selawat dan serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, berserta keluarga dan para sahabat dan pengikutnya hinggan hari kiamat.
Makalah ini dibuat berdasarkan satuan acara perkuliah (SAP) di mata kuliah Manajemen Bank Syariah Dan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank, Di jurusan Ekonomi Syari’ah Pascasarjana UIN Mataram. ini dibuat sebagai setandar sekaligus sebagai persyaratan untuk mengikuti mata kuliah tersebut. Makalah yang berjudul Multi Level Marketing (MLM) Syari’ah dan Pegadaian  Syariah (Rahn) mencoba untuk mengkaji secara jelas bagaimana makna Konsep MLM dan Rahn dalam prakteknya .
Meski makalah ini disusun hanya mengunakan beberapa refrensi, namun isi dari makalah ini mudah-mudahan dapat menjadi pendukung dalam menambah kahazanah ilmuan kita hususnya dibidang Studi Lembaga Keuangan Syariah Bank dan Non Bank, kemudian adapun kekurangan  yang ada di dalam makalah ini agar mohon dimaafkan, singkatnya materi yang berkitan tentang materi tersebut akan dijelaskan pada halam berikutnya. Demikianlah makalah ini dibuat mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
Mataram, 20 April 2017
                                                                                           Penyusun
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................       i          
KATA PENGANTAR.........................................................................        ii
DAFYAR ISI.........................................................................................        iii        
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................        1
A.    Latar belakang.........................................................................        1
B.     Rumusan Masalah....................................................................        2
BAB II PEMBAHASN.........................................................................        3
A.    Aplikasi dan teori tentang MLM Syariah................................        3
B.     Aplikasi dan teori tentang Gadai Syariah................................        9
BAB III PENUTUP..............................................................................        27
A.    Kesimpulan..............................................................................        27
B.     Saran-saran...............................................................................        28
DFTAR PUSTAKA..............................................................................        29








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
          Seiring perkembangan jaman yang semakin hari semakin pesat menciptkan paradaban ummat manusia semakin dipermudah dalam menjalani segala rutinitas nya sehari-hari, perkembangan tersebut tidak hanya Nampak dari segi teknologi yang semakin maju begi kehidupan manusia, namun dilain sisi muncul pula sebuah jasa-jasa yang semakin beraneka ragam yang menawarkan pelayanan yang cukup baik.
          Bisnis pada  masa ini tulah menjadi primadona yang banyak digeluti oleh setiap orang yang menaruh kehidupanya dengan jalan berbisnis, namun meski pesatnya dunia bisnis menjadikan para pembisnis berlomba-lomba mencari kuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam situasi ini, tidak hanya mendatangkan kebaikan namun juga yang paling dihawatirkan adalah tibulanya akibat yang negatip. Salah satu akibat yang negataip adalah dengan mengahalalkan segala cara dalam berusaha sehingga mendatangkan keuntunga.
          Seagai umat yang beragama tentunya dalam setiap kegiatan akan dilandasi pada hukum yang mengaturnya, umat Islam tentunya dalam melakukan usaha harus berlandaskan pada syariat Islam sehingga apa yang dilaksnakan tidak melanggar syariat. Munculnya sebuah gagasan yang menghendaki agar semua tatan kehidupan harus mengacu pada ajaran agama Islam. Salah satu model bisnis yang juga pada masa ini telah diatur dalam agama yaitu modeal bisnis MLM syariah, dan dilain sisi dalam pelaksanakan praktek gadai telah ada system gadai yang sesuai dengan prinsip ajaran Islam yang disebut dengan pergadaian syariah atau rahn.
          Dengan demikian tentunya ummata Islam dalam prkatek binis baik bisnis MLM dana Gadai harus mengedepankan prinip syariah yang terkandung dilamanya shingga apa yang dilaksanakan dapat mendatangkan keberkahan  dan tidak melanggar agama Islam.
B.     Rumusan Masalah
          Adapun rumusan masalah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana aplikasi dan praktek MLM syariah?
2.      Bagaiamana aplikasi Pegadaian syariah?









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Multilevel Marketing (MLM) Syariah
1.      Sejarah Singkat Multilevel  Marketing
Konsep pemasaran multilevel marketing (MLM) yang sering juga disebut Network  marketing (pemasaran dengan system jaringan) pertama kali digunakan dan diterapkan oleh sebuah perusahaan di Amerika pada tahun 1939 Nutrulie, kemudian berkembanglah sistem pemasaran ke sentero dunia.
Sebagimana halnya Franchise, multilevel Marketing sekarang ini mulai berkembang dan marak di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya berkembangany antara lain PT Centranusa Insani Cemerlang yang disingkat dengan CNI (yang bersifat konvensional) dan juga PT Ahad-Net Internasional dengan kosep syariah.[1]
2.      Pengertian Multilevel  Marketing
Secara sederhana, yang dimaksud dengan multilevel marketing (MLM) adalah: suatu konsep penyaluran barang (produk/jasa tertentu) yang member kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan menikmati keuntuangan di dalam garis kemintraan/ seponsiorisasi.
Dalam pengertian yang luas multilevel marketing (MLM) adalah salah satu bentuk kerja sama dibidang perdagangan dan pemasaran suatu produk dan jasa yang dengan sistem ini diberikan kepada setiap orang kesempatan untuk mempunyi dan menjalankan usaha sendiri. Kepada setiap orang yang bergabung dapat mengkonsumsi produk dengan potongan harga, serta sekaligus dapat menjalankan kegiatan usaha sendiri dengan cara menjual produk dan jasa dan mengajak orang lain untuk ikut bergabung dalam kelompoknya.
Setiap orang yang yang berhasil diajak dan bergabung dalam kelompoknya akan memberikan manfaat dan keuntungan kepada yang mengajaknya, lazimnya dengan memakai sistem persentase atau bonus, sistem pemasaran multilevel marketing (MLM) distributor mitra kerja/dagang yang akan saling menguntungkan.
Untuk mewujudkan langkah sukses dalam mengembangkan usaha multilevel marketing (MLM) dapat dilakukan dengan cara menanamkan motivasi, yaitu menumbuhkan keyakinan diri dalam melakukan usaha. Sebegai seorang muslim tentunya harus diringi dengan doa. Mencari/ memperluaskan jaringan mitra kerja secara awal adalah keluarga sendiri, teman sejawat, baru melangkah ke lingkungan yang luas, seperti temen sekantor dan teman seprofesi. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan waktu khusus, tetapi dapat dilakukan dengan waktu yang fleksibel (semabarang waktu).


3.      Konsep Multilevel  Marketing dalam Islam
Jika kita menarik sebuah konsep dalam Islam tentang praktek MLM maka didalam alkuran dan hadits memang tidak secara ekplesit menyebutkan dan mengambarkan sistem bisnis tersebut, namun dalam berbagai kajian secara rinci terkait masalah ini makan para pakar mencoba melihat konsep dan nilai-nilai yang tertanam dalam peraktik MLM maka bisa menarik benang merah sehingga bisa mendapatkan konsep dan dalil yang mendekati tentang masalah ini.
Para ulama juga melihat bahwa dalam perektik MLM juga akan mendatangkan suasana ukuwah atau ikatan di dalam grup karna sering bertemu dan bersiraturrahmi. Bahkan dengan sistem ini melahirkan sikap gomtorotong dengan mitra kerja hal ini tentunya sejalan dengan beberapa konsep yang dijelaskan dalam Al-quan dan Hadits, dianatarnya sbb:
a.       QS. Al-Maidah(5):2
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä  Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur  tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur  yôolù;$# Ÿwur
 yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB  öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur
 ÷Läêù=n=ym  (#rß Š$sÜô¹ $$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB ̍øgs   ãb $t«oYx© B Qöqs% br&   öNà2 r |¹  Ç `tã
 Ï Éfó¡yJø9$# Ï Q#tptø:$# br& (#rß tG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès?
 n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ


Artinya:                           
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

b.      QS.Al-Baqarah (2):261

ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy
 Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ
 
Artinya:
261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

c.       Al-hadits

Selain di atas, Konsep tentang multilevel marketing (MLM) dapat juga disertakan dengan konsep dakwah yang diperaktekkan oleh Rasulallah SAW dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Rasulallah SAW. Mengemukakan ‘’samapaikanlah olehmu walaupun satu ayat’’ (Al-Hadits).
Dalam hal ini seorang wajib mengembangkan atau menyebarluaskan kebaikan yang telah diperoleh kepada pihak lain dengan harapan orang lain dapat pula memperoleh dan menikmati kebaikan. Seterusnya, mereka menyebarkan lagi kebaikan tersebut kepada pihak lain dan seterusnya. Yang paling penting sistem kerja yang dilakukan dan produk yang dipasarkan harus berpegang teguh pada syariat Ilam, misalanya produk yang dipasarkan harus produk yang dibolehkan diteransaksiakn dan dibenarkan dalam ajaran agama Islam.
4.      Munculnya Perusahaan Multilevel Marketing Syariah
Untuk menagtisipasi tred gelobalisasi ekonomi dan informasi yang terkadang membawa danpak negative terhadap ummat Islam, serta sebagai upaya dalam menghadapi tentangan era kesenjangan (gelobalisasi) dalam bidang ekonomi (era perdagangan bebas), produk asing yang semakin deras masuk kewilayah ekonomi Islam. Produk tersebut tidak jelas kehalalannya dan kesuciannya, sehingga tanggal 10 Sya’ban 1416 H/ 1 Januari 1996 telah didirikan perusahaan dengan sistem multilevel marketing (MLM) syariah yang dieri nama perseroan Terbatas PT Ahad- Net Internasional. Pada tanggal 17 Agustus 1996 diluncurkan produk utamanya oleh Menko Kesra Bapak H. Azwar Anas, yang didampingi oleh Sekretaris Uumum ICMI, Bapak Adi Susono, dan pada tanggal 1 September 1996 dimulai penerimaan mitra niaga (anggota/distributor) dan penjualan produk yang telah mulai dilakukan pada tanggal 19 September 1996.
Sebagai sebuah perusahaan Multilevel Marketing Syariah tentunya hanya memproduk dan memasarkan dengan sistem Islami, dengan kata lain. Dijamin halal dan suci sehingga tidak ada keraguan bagi ummat Islam untuk memakai dan mengonsumsinya. Tentunya harus pula mengutamakan produk hasil karya produsen muslim, sehingga selain kehalalan dan kesuciannya sekaligus dapat mengmbangkan usaha kalangan pengusaha muslaim yang pada hakikatnya dapat memperkukuh jaringan bisnis para pengusaha muslim.
5.      Ketentuan dalam operasionalisasi Multilevel Marketing Syariah.
a.       Sistem distribusi pendapatan, harus dilakukan secara provisional dan seimbang. Dengan kata lain tidak terjadi eksploitasi antar sesama.
b.      Apresiasi distributor, haruslah apresiasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, misalanya tidak melakukan pemaksaan, tidak berdusta, dan tidak merugikan pihak lain serta berkelakuan yang baik dalam berbisnis.
c.       Penetapan harga, kalaupun keuntungan (komisi dan bonus) yang akan diberiakn kepada para anggota berasal dari keuntungan penjualan barang, bukan bearti harga yang dijual tersebut harus tinggi, hendaknya semakin besar jumlah anggota dan distributor maka tingkat harga menurun yang pada akhirnya kaum muslimin dapat merasakan sistem pemasaran tersebut.
d.      Jenis produk yang ditawarkan harus benar-benar suci terjamin kehalalan dan kesucian sehingga muslim merasa aman untuk menggunakan produk yang dipasarkan.
6.      Contoh Inplementasi MLM dalam Praktek
            Misalnya sebuah PT Sinar Mentari-Net sebuah perusahaan yang memasarkan produk dengan sistem Multilevel Marketing dengan menjaring salah satu orang sebagai anggota diharapkan pula dapat menjaring anggota-anggota baru untuk masuk kedalam kelompoknya, misalakan B dan C, selanjutnya pula si B dan C harus memperluas jaringannya, sepertia B telah menjaring D, E dan F sedangkan C telah menjaring G, H, I, J, K, L dan M. selanjutnya D, E dan F (grup B) dan H, I, J, K, L, dan M (grup dari C) akan berusaha pula untuk memperluas jaringanya dengan cara mencari anggota baru dan begitu selanjutnya.
B.     Pegadaian Syariah
1.      Sejarah Pegadaian Syariah
            Cikal bakal lembaga gadai berasal dari Italia yang kemudian berkembang ke seluruh dataran Eropa. Di Indonesia terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan sebagai tonggak awal kebangkitan pergadean, satu hal yang perlu dicapai bahwa PP/10 medegaskan misi yang harus diembban oleh pegadean untuk mencegah peraktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP/103/2000 yang dijadikan sebgai landasan kegiatan usaha porum pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi pegadaian pra-Fatwa MUI tanggal 160 Desember tentang bunga bank telah sesuai dengan konsep Islam meskipun harus diakuwi bahwa terdapat beberapa aspek menepis anggapan itu.[2]
       Perkembangan produk-produk berbasis Islam kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Porum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian Islam. Pada dasaranya produk-produk  pegadaian Islam memiliki kerakteristik seperti, tidak  memungut riba dalam berbagi bentuk. Pegadaian islam atau dikenal dengan rahen dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Baed Income (FBI) atau Mudharabah (bagi hasil).
2.      Pengertian Gadai
Pengertian gadai yang ada dalam syari’at Islam agak berbeda dengan pengertian dalam hukum positif Indonesia, menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150.
‘’Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lainatas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan kepada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan,’’[3]
Sedangkan dalam fiqih gadai disebut dengan Rahn. Rahn  menurut bahasa tetap atau kekal, sedangkan Rahn menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Nasrun Haroen ‘’Rahn adalah menjadikan suatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya ataupun sebagiannya.’’[4]
Dengan demikian bahwa gadai (Rahn) adalah menjadikan barang berharga sebagai jaminan utang. Dengan begitu jaminan tersebut berkaitanerat dengan piutang dan timbul dari padanya.
3.      Status Hukum dan Landasan Hukum Gadai
a.       Status Hukum
Pada masa pemerintahan RI, dinas pegadaian yang merupakan lanjutan dari pemerintah Hindia Belanda, status pegadaian diaubah menjadi Perusahaan Negara (PN) pegadaian berdasarkan Undang-Undang No. 19 PRP 1960 Jo. Peraturan pemerintah RI No. 170 Tahun 1960 tanggal 3 Mei 1961 tentang pendirian perusahaan pegadaian (PN Pegadaian). Kemudian berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 7 Tahun 1969 tanggal 1 Maret 1969 tentang perubahan kedudukan PN pegadaian manjadi Jawatan pegadaian Jo. UU No 9 Tahun 1969 tanggal 1 Aagustus 1969 dan penjelasan mengenai bentuk-bentuk usaha Negara dalam perusahaan jawatan perusahaan umum (Perum) dan perusahaan perseroan (persero).[5]
Selanjutnya untuk meningkatkan efektifitas dan produktifitasnya bentuk perjan pegadaian tersebut kemudian dialihkan menjadi perusahaan Umum (Perum) pegadaian berdasarkan peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990. Dengan perubahan setatus dari perjan menjadi perum. Kantor pusat pegadaian berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor daerah, kantor perwakilan daerah, kantor jabang. Jaringan usaha Perum pegadian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Persamaan dengan berkembangnya produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, sektor pegadaian juga ikut mengalaminya, pegadian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerjasama bank syariah dengan Perum pegadian membentuk unit layanan gadai syariah dibeberapa kota di Indonesia.
b.      Landasan Hukum Gadai Syariah
1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283:
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr&
Nä3àÒ÷èt/   $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù  Ï%©!$# z `ÏJè?øt$#  ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$#  ¼çm­/u 3 Ÿwur
 (  #qßJçGõ3s?  noy»yg¤±9$# 4  `tBur  $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä    ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur  $yJÎ/
 tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ  
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS Al-Baqarah:283)[6]
Ayat tersebut secara ekplisit menyebutkan barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan (collateral) atau objek gadai.[7]
2.      Al-Hadits[8]
Hadis Riwayat Al-Bukhari dan Muslim
                                         أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ
دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ(رواه البخاري و مسلم)

Artinya: “Sesungguhnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membeli bahan makanan dari seorang yahudi dengan cara berutang, dan beliau menggadaikan baju besinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).[9]

Hadis Riwayat Jama’ah.

الظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِإِذَا كَانَ مَرْهُونًا, وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُبِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ
مرْهُونًا, وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ (رواه الجماعة إلامسلم
 والنسائي)

Artinya:“Binatang tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas nafkahnya (makanannya) bila sedang digadaikan, dan susu binatang yang diperah boleh diminum sebagai imbalan atas makanannya bila sedang digadaikan. Orang yang menunggangi dan meminum susu berkewajiban untuk memberikan makanan.” (HR. Juma’ah kecuali Muslim dan Nasa’i)[10]

Hadis Riwayat Ahmad, Bukhari, Nasai dan Ibnu Majah.

رَهَنَ رَسُوْلُ الّلهِ صَلَّى الّلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعًا عِنْدَ يَهُوْدِيٌ بِالْمَدِيْنَةِ وَاَخَذَ
 مِنْهُ شَعِيْرًا لِأَهْلِه (رواه أحمدوالبخاري والنسائي وابن ماجه)

Artinya:“Rasulullah SAW, menggadaikan baju besi kepada seorang yahudi di Madinah ketika beliau menghutang gandum kepada seorang yahudi. ”(HR. Ahmad, Bukhari, Nasai dan Ibnu Majah).[11]


Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan antara orang muslim dan non-muslim dalam bidang mu’amalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non-muslim.
3.      Dalam Ijma’ para Ulama
Jumhur ulama memperbolehkan dalam bepergian atau dimana saja, berdasarkan hadits Nabi yang melakukan transaksi gadai di Madinah. Sehingga dapat disimpulkan perjanjian gadai diperbolehkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283, hadits Nabi Muhammad SAW, dan ijma’ ulama. Para Ulama’ telah sepakat bahwa gadai itu boleh, dan tidak terdengar seorang pun menyalahinya.
4.      Ketentuan Hukum Gadai Syariah
Dalam gadai syari’ah, gadai harus memenuhi syarat dan rukun gadai sehingga transaksi gadai bisa dianggap sah, diantara rukun gadai adalah:[12]
1)      Orang yang Berakad (Ar-Râhin dan Al-Murtahin)
Ar-Râhin yaitu yang menggadaikan dalam hal ini orang yang telah dewasa, berakal dapat dipercaya dan memiliki barang yang digadaikan. Al-Murtahîn yaitu orang yang menerima gadai dalam hal ini berarti orang. Bank atau lembaga yang dipercaya oleh Râhin untuk mendapat modal dengan jaminan barang (Al-Marhûn).[13]
2)      Utang (Al-Marhûn Bih)
Utang (Al-Marhûn Bih) yaitu sejumlah dana yang diberikan kepada orang yang menerima gadai (Al-Murtahin) kepada yang menggadaikan (Ar-Râhin) atas besarnya taksiran marhûn.
3)      Harta yang Dijadikan Jaminan (Al-Marhûn)
Harta yang Dijadikan Jaminan (Al-Marhûn) yaitu barang yang digunakan râhin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang (Al-Marhûn Bih).
4)      Sighat (Lafadz Ijab dan Qabul)
Sighat (Lafadz ijab dan qabul) yaitu kesepekatan antara yang menggadai (Ar-Râhin) dengan orang yang menerima gadai (Al-Murtahin) dalam melakukan transaksi gadai.
Adapun syarat-syarat Ar-Râhn para ulama fiqih menyusunnya sesuai dengan rukun Ar-Râhn itu sendiri. Dengan demikian adapun syarat-syarat gadai adalah:
a)      Syarat yang berkaitan dengan orang berakad.
b)      Syarat yang berkaitan dengan siqhat.
c)      Syarat yang berkaitan dengan utang.
d)     Syarat yang berkaitan dengan barang yang dijadikan jaminan.
5.      Landasan Prinsip Gadai Syari’ah
Landasan praktek gadai syari’ah yang kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 Tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan  sebgai berikut:
a.       Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhûn (barang) sampai semua utang râhin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
b.      Marhûn dan manfaatnya tetap menjadi milik râhin. Pada prinsipnya marhûn tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin râhin, dengan tidak mengurangi nilai marhûn dan manfaatnya itu sekedar mengganti biaya pemeliharaan perawatan.
c.       Pemeliharaan dan penyimpanan marhûn pada dasarnya menjadi kewajiban râhin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban râhin.
d.      Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhûn tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
e.       Penjualan Marhûn.
1)      Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan râhin untuk segera melunasi hutangnya.
2)      Apabila râhin tetap tidak melunasi hutangnya, maka marhûn  dijual paksa atau dieksekusi.
3)      Hasil penjualan marhûn digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
4)      Kelebihan hasil penjualan menjadi milik râhin dan kekurangnya menjadi kewajiban râhin.

6.      Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah
Sejauh ini, perum pegadaian syariah menerbitkan produk pegadaian yang beragam, ada yang berbasis konvensional dan ada pula yang syariah. Gadai merupakan bagian yang sejauh ini masih menjadi otoritas perum pegadian, meskipun belakangan sejumlah bang syariah ikut menerbitkan produk gadai emas syariah. Produk gadai yang diterbitkan oleh perum pegadaian, antara lain:[14]
a.       Krediat KCA adalah peinjaman berdasarkan hokum gadai dengan prosedur pelayanan yang mudah dan aman. Dengan usaha ini, pemerintah melindungi rakyat kecil yang tidak memiliki akses kedalam perbankan. Dengan demikian, kalangan tersebut terhindar dari praktek pemberian pinjaman yang tidak waja. Pemberian kredit jangka pendek dengan memberikan pinjaman mulai dari Rp. 20.000,- sampai dengan Rp.200.000.000,-. Jaminan berupa benda bergerak, baik berupa barang perhiasan, emas, berlian dan elektronik, kendaraan maupun alat rumah tangga. Jangka waktu kredit maksimal 4 bulan atau 12 hari dan dapat di perpanjang dengan membayar sewa modalnya saja.
b.      Kreasi, kredit ansuran fidusia, yaitu pemberian pinjaman yang ditujukan kepada pengusaha kecil atas dasar fidusia. Kredit atas dasar fidusia adalah mengikat jaminan dengan lemabaga pengikatan jaminan sempurna dan memberikan hak preferen kepada kreditor (lembaga fidusia). Bagi dibitor barang jaminan tetap dapat digunakan.
c.       Kreasida, kredita ansuran system gadai yang merupakan pemberian pinjaman kepada pera usaha mikro kecil (dalam rangka pengembangan usaha) atas dasar gadai yang pengembalian pinjaman dilakukan melalui ansuran dalam jangka waktu maksimal tiga tahun dan jaminan bergerak seperti perhiasan, kendaraan bermotor dan sebagainya.
d.      Jasa Taksiran, layanan kepada masyarakat yang memerlukan harga atau nilai harta benda memiliknya yang diperiksa dan ditaksir oleh juru taksir dan yang berpengalaman serta professional. Dengan biaya yang relative ringan masyarakat dapat mengetahui dengan pasti nilai dan kualaitas barang miliknya.
e.       Jasa Titipan, layanan titipan barang berharga seperti perhiasan, emas, batu permata,  kendaraan bermotor surat-surat berharga (tanah,ijazah) kepada masyarakat, untuk menjamin rasa amandan ketenangan terhadap harta yang ditinggalkan.
f.       Gadai Gabah, merupakan kredit tunda jual komoditar pertanian yang diberikan kepada para petani dengan jaminan gabah kering giling. Layanan kredit ini ditujukan untuk membantu para petani pascapanen terhindar dari tekanan akibat fluktuasi harga pada saat panen dan permainan para tengkulak.
g.      Gadai Investa, merupakan salah satu produk perum pegadaian berupa penyaluran pinjaman atas dasar hokum gadai dalam jangka waktu tertentu yang diberikan kepada nasabah dengan jaminan berbentuk saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan Obligasi Negara Ritel.
h.      Krista, kredit usaha rumah tangga merupakan keredit yang ditujukan kepada para pengusaha mikro yang tergabung dalam satu kelompok/asosiasi dengan jaminan pokok system tabungan rentang dintara anggota kelomopok tersebut.
i.        Gadai Syariah, adalah produk jasa syriah yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya dapat dibebani biaya administrasi dan biaya simpan dan pemeliharaan barang jaminan.(ijarah).
j.        Arrum, merupakan pembiayan bagi para pengusaha mikro kecil untuk pengembangan usaha dengan prinsip syriah.
7.      Mekanisme Perhitungan Pinjaman dan Administrasi
Penggolongan pinjaman dan biaya administrasi yang diterapkan pada gadai syariah dapat dilihat pada table berikut:
a.       Biaya administrasi pada pegadaian syariah
Golongan Marhun Bih
Plafon Marhun Bih (Rp)
Biaya Administrasi (Rp)
1.       
20.000
150.000
1.000
2.       
151.000
500.000
5.000
3.       
501.000
1.000.000
8.000
4.       
1.005.000
5.000.000
16.000
5.       
5.010.000
10.000.000
25.000
6.       
10.05.000
20.000.000
40.000
7.       
20.100.000
50.000.000
50.000
8.       
50.100.000
200.000.000
60.000

Dalam gadai syariah besarnya biaya administrasi didasarkan pada:
1)      Biaya real yang dikeluarkan, seperti ATK, perlengkapan dan biaya tenaga kerja.
2)      Besarnya ditetapkan berdasarkan SE sendiri
3)      Dipungut dimuka pada saat pinjaman dicairkan
b.      Tarif Jasa Simpan untuk perhiasan dan emas
Jasa simpat dalam jangka waktu 15 hari dapat dihitung sebagai berikut:[15]
Taksiran (Rp)

Dibulatkan

Konstanta
Taksiran jasa simpan
Jangka waktu
Jasa simpan
205.400
210.000
10.000
45
15:5
2.835
724.800
700.000
50.000
225
15:5
9.450
2.465.000
2.500.000
100.000
450
15:5
33.750
6.502.000
6.500.000
500.000
2.250
15:5
87.750
15.525.000
16.000.000
1.000.000
4.500
15:5
316.000







Sedangkan besarnya tarif jasa simpan pegadaian syariah didasari pada:
1)      Nilai taksiran barang yang digadai
2)      Jangka waktu gadai ditetapkan 90 hari. Perhitungan tariff jasa simpanan dengan kalipatan 5 hari, dimana satu hari dihitung 5 hari.
3)      Tarif jasa simpanan per 5 hari.
Rumus menghitung jasa simpanan barang jaminan emas dan berlian sebagai berikut:
Rumus:
NT x T x W
     K x 5

Dimana:
NT       : Nilai taksiran
K         : tariff jasa simpan
W        : jangka waktu kredit
K         :Konstanta 10 ribu, 50 ribu, 500 ribu dan 1 juta
Contoh:
‘’seorang yang sedang membutuhkan uang pergi ke pegadian dengan membawa jaminan berupa emas seharga Rp. 710.000,- dengan mengambil jangka waktu selama 15 hari maka jasa simpan yang harus dibayar oleh penggadai yaitu:
Diketahui:
NT       : Rp.710.000,- dibulatkan menjadi Rp.700.000,-
T          : 225
W         : 15 hari
K          : Rp. 50.000,-
Maka:
                        = 700.000,- x 225,- x 15
        50.000,- x 5
=Rp.  9.450,-








c.       Perbandingan perhitungan biaya gadai syariah dan gadai konvensional dapat di tujukan sebagai berikut:
Gadai Syariah
Gadai Konvensional
Tafsiran barang = Rp. 5.500.000
Tafsiran barang = Rp. 5.500.000
Uang pinjaman yang diterima
= 90% x Rp. 5.550.000,-
= Rp. 5.000.000,- (prmbulatan)
Uang pinjaman yang diterima
= 88% x Rp. 5.550.000,-
= Rp. 4.880.000,- (prmbulatan)
Biaya administrasi barang C
= Rp. 7.500,-
Biaya administrasi barang C
= 0,5% x Rp.4.880.000,- =Rp. 25.000,-
Jasa titipan 5 hari
= Rp. 5.550.000 x Rp 45 = 25.000
      Rp. 10.000
Sewa modal 5 hari
= 1,625% x Rp. 4.880.000
= Rp. 79.300 (pembulatan)
Mas periode waktu 3 bulan
= Rp. 5.550.000 x Rp 810
      Rp. 10.000
=Rp. 449.600,-
Masa periode waktu 3 bulan
=9,75% x Rp. 4.880.000
=Rp. 475.800,-

9.      Perbedaan pegadaian syariah dan konvensional
a.       Perbedaan dan persamaan secara umum
Persamaan
Perbedaan
a.       Hak gadai tas pinjaman uang
b.      Adanya agunan sebagai jaminan utang
c.       Tidak boleh mengambil manfaat terhadap barang gadai
d.      Biaya barang gadai ditanggung oleh para pemberi gadai
e.       Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadai boleh dijual atau dilelang
a.       Rahn dalam hokum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan sedangkan gadai menurut hokum perdata disamping bersifat tolong menolong menarik keuntungan dengan sitem bunga atau sewa modal
b.      Dalam hokum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda-benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam berlaku terhadap seluruh benda baik bergerak maupun tidak bergerak.
c.       Dalam rahn tidak ada istilah bunga
d.      Gadai menurut hokum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia disebut Perum pegadaian, rahn dapat dilakukan melalui tanpa lembaga.

b.      Perbedaan secara tehnis
Pegadaian Syariah
Pegadaian Konvensional
Biaya administrasi menurut ketetapan berdasarkan golongan barang
Biaya administrasi menurut prosentase berdasarkan golongan
1 hari dihitung 5 hari
1 hari dihitung 15 hari
Jasa simpan berdasarkan taksiran
Sewa modal berdasarkan uang pinjaman
Bila lama mengembalikan pinjaman lebih dari akad maka barang gadai nasabah dijual kepada masyarakat
Bila lama mengambelikan pinjaman lebih dan perjanjian barang gadai dilelang kepada mayarakat
Uang pinjaman (UP) Gol A 90% dari taksiran uang pinjaman (UP) gol BCD 90% dari taksiran
Uang pinjaman (UP) Gol A 92% dari taksiran uang pinjaman (UP) gol BCD 88% -86%
Penggolongan nasabah D-K-M-I-L
Penggolongan nasabah P-N-I-D-L
Jasa simpanan dihitung dengan: kontanta x taksiran
Sewa modal dihitung dengan: persentase x uang pinjaman (UP)
Maksimal jangka waktu 3 bulan
Maksimal jangka waktu 4 bulan
Uang kelebihan (UK)= hasil penjualan (uang pinjaman+jasa penitipan+biaya penjualan)
Uang kelebihan (UK)= hasil lelang –penjualan (uang pinjaman+sewa modal +biaya lelang)
Bila dalam satu tahun uang kelebihan tidak diambil maka diserahkan ke lembaga ZIS
Bila dalam satu tahun uang kelebihan tidak diambil maka menjadi milik pegadaian





10.  Skema pelayanan pinjaman dan pelayanan pelunasan
a.       Skema pelayanan pinjaman
NASABAH
 
PENAFSIRAN
 
 






b.      Skema Pelayanan Pelunasan
NASABAH
 
Kasir
 
 












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konsep pemasaran multilevel marketing (MLM) yang sering juga disebut Network  marketing (pemasaran dengan system jaringan) pertama kali digunakan dan diterapkan oleh sebuah perusahaan di Amerika pada tahun 1939 Nutrulie, kemudian berkembanglah sistem pemasaran ke sentero dunia.
Sebagimana halnya Franchise, multilevel Marketing sekarang ini mulai berkembang dan marak di Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya berkembangany antara lain PT Centranusa Insani Cemerlang yang disingkat dengan CNI (yang bersifat konvensional) dan juga PT Ahad-Net Internasional dengan kosep syariah.
Perkembangan produk-produk berbasis Islam kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Porum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian Islam. Pada dasaranya produk-produk  pegadaian Islam memiliki kerakteristik seperti, tidak  memungut riba dalam berbagi bentuk. Pegadaian islam atau dikenal dengan rahen dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Baed Income (FBI) atau Mudharabah (bagi hasil).


B.     Saran-Saran
Demikianlah materi pembahasan yang paparkan pada bab II, terkait tentang tema yang dibahas terkait Manajemen Bank Syariah Dan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank. Besar harapan makalah ini mampu  memberikan sumbangan untuk menambah khazanah keilmuan di bidang ilmu khususnya Lembaga Keuangan Syariah Non Bank .
















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010.
Al-Imam Asy-Syaukani, Ringkasan Nailul Autar jilid Lima. Ter. Amir Hamzah Fachrudin dan Saefullah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006
Al-Basam Abdullah bin Abdurrahman, Ringkasan Bulughul Maram Jilid Empat Ter. Thahiri dkk.  (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam  (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004
Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: kampus fakultas ekonomi UII, 2005
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syaria, Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset, 2012.
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam tinjauan teoritiss dan praktis (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010.
Padil bin Abdul Aziz Al-Mubarrak, Terjemahan Nailul authar, Ter. A. Qadir Hassan dkk. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007.
R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004.
Siah Khosyi’ah, Fiqih Muamalah Perbandingan (Bandung: Pustaka Setia, 2014.




[1] Suharwadi K. Lubis dkk, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.182
[2] Nurul Huda dan Mohammad Heykal,Lembaga Keuangan Islam tinjauan teoritiss dan praktis (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010), h.275
[3] R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004), h. 297.
[4] Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqih Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),  h. 265.
[5] Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010), h.388
[6]Qs. Al-Baqarah(2): 283.
[7] Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syaria(Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset, 2012), h. 81.
[8] Siah Khosyi’ah, Fiqih Muamalah Perbandingan (Bandung: Pustaka Setia, 2014),h. 188.
[9] Al-Imam Asy-Syaukani, Ringkasan Nailul Autar jilid Lima. Ter. Amir Hamzah Fachrudin dan Saefullah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 123.
[10] Al-Basam Abdullah bin Abdurrahman, Ringkasan Bulughul Maram Jilid Empat Ter. Thahiri dkk.  (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006),  h. 485.
[11] Padil bin Abdul Aziz Al-Mubarrak, Terjemahan Nailul authar, Ter. A. Qadir Hassan dkk. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007), h. 1785.
[12] Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam  (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004), h. 256.
[13] Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah…..h.389
[14] Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah…..h.396

[15] Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: kampus fakultas ekonomi UII, 2005), h.166